Pemkot Denpasar menyiapkan rancangan Peraturan Wali Kota Denpasar sebagai dasar penerapan pembatasan kegiatan masyarakat untuk pencegahan Covid-19.
Oleh
COKORDA YUDISTIRA M PUTRA
·4 menit baca
DENPASAR, KOMPAS — Pemerintah Kota Denpasar, Bali, menyiapkan rancangan peraturan wali kota sebagai dasar penerapan pembatasan kegiatan masyarakat. Langkah pembatasan kegiatan masyarakat itu dinilai perlu untuk mengendalikan pandemi Covid-19 di Kota Denpasar dan menekan penularan kasus positif melalui transmisi lokal.
Juru bicara Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Kota Denpasar, I Dewa Gede Rai, Kamis (7/5/2020), mengatakan, rancangan Peraturan Wali Kota (Perwali) Denpasar tentang pembatasan kegiatan masyarakat non-pembatasan sosial berskala besar (PSBB) itu sudah diserahkan kepada Gubernur Bali pada Rabu (6/5). ”Kami berharap usulan itu disetujui dan direkomendasikan sehingga pertengahan Mei ini dapat diterapkan,” katanya.
Dewa Rai menambahkan, langkah pembatasan kegiatan masyarakat dalam upaya penanganan Covid-19 sudah diterapkan di beberapa daerah, salah satunya di Kota Semarang, Jawa Tengah. Rencana ini sedang disosialisasikan hingga ke desa adat dan banjar adat di wilayah Kota Denpasar, selain desa dan kelurahan.
Sosialisasi itu menjadi penting karena desa adat dan banjar adat juga terlibat dan berperan bersama pihak desa dan kelurahan dalam pelaksanaan pembatasan kegiatan masyarakat di ibu kota Bali itu.
Pemkot Denpasar menyiapkan aturan pembatasan kegiatan masyarakat dilatari situasi penyebaran kasus Covid-19 di Kota Denpasar. Namun, menurut Dewa Rai, aktivitas masyarakat di luar rumah masih tinggi, termasuk dengan kemunculan pedagang musiman yang berjualan di pinggir jalan.
Dari laman safecity.denpasarkota.go.id, yang diakses, Kamis (7/5), tercatat 62 kasus kumulatif positif Covid-19 di Kota Denpasar. Dari jumlah itu, terdapat 22 pasien yang masih dirawat, 38 orang sudah sembuh, dan 2 kasus meninggal. Selain itu, terdapat 259 orang dalam pengawasan (ODP) dan 260 orang yang terpantau sebagai orang tanpa gejala (OTG).
”Kami juga mendapatkan laporan adanya kasus positif akibat penularan secara transmisi lokal yang terkonfirmasi,” kata Dewa Rai menambahkan.
Rencana penerapan pembatasan kegiatan masyarakat non-PSBB yang didasari peraturan wali kota itu sudah dibahas dalam rapat Forum Komunikasi Pimpinan Daerah (Forkompimda) Kota Denpasar. Rapat itu dipimpin Wali Kota Denpasar Ida Bagus Rai Dharmawijaya Mantra di Denpasar, Rabu (6/5).
Dalam rapat itu, menurut Dewa Rai, hal penting yang mendapat perhatian adalah upaya meningkatkan disiplin masyarakat dalam mengikuti protokol kesehatan. Pembatasan kegiatan masyarakat non-PSBB itu diharapkan mampu menekan penyebaran Covid-19 tanpa mengabaikan dampak psikologis masyarakat.
DPRD mendukung
Secara terpisah, Ketua DPRD Kota Denpasar I Gusti Ngurah Gede menyatakan, dirinya dan pihak DPRD setuju dan mendukung rencana perwali tersebut. Ngurah Gede menyatakan, usulan pembatasan kegiatan masyarakat itu berasal dari kalangan DPRD Kota Denpasar yang meminta pemkot mengambil langkah tegas dalam penerapan pembatasan sosial.
”Kami menyambut baik respons Wali Kota Denpasar yang mengajukan usulan peraturan wali kota tentang pembatasan kegiatan masyarakat itu ke Gubernur Bali,” ujar Ngurah Gede.
Ngurah Gede mengatakan, Kota Denpasar sebagai ibu kota provinsi juga menghadapi persoalan terkait pandemi Covid-19. Selain menyangkut permasalahan kesehatan, ujar Ngurah Gede, Kota Denpasar juga menerima imbas dari dampak pandemi itu, di antaranya terjadi fenomena pedagang musiman di kawasan kota.
”Aktivitas masyarakat di Kota Denpasar terlihat tidak banyak berkurang, masih banyak orang berada di luar rumah. Sementara pemerintah sudah mengimbau untuk mengurangi aktivitas di luar rumah dan melaksanakan pembatasan sosial dalam upaya mencegah penyebaran Covid-19,” kata Ngurah Gede.
Menanggapi rencana pembatasan kegiatan masyarakat itu, dosen Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Udayana, Ni Made Ras Amanda Gelgel, menyatakan, pihak Pemkot Denpasar berkewajiban menyosialisasikan kebijakan itu kepada semua pihak sejak awal.
”Menjadi tugas pemerintah untuk menyosialisasikan apa itu PKM (pembatasan kegiatan masyarakat) dan apa beda PKM dengan PSBB (pembatasan sosial berskala besar), misalnya, sehingga masyarakat dan pihak-pihak yang terkait memiliki pemahaman yang sama,” kata Amanda.
Amanda juga mengingatkan agar pemerintah menyiapkan akses komunikasi dua arah bagi masyarakat, baik warga Kota Denpasar maupun warga di luar Kota Denpasar, yang mencari informasi mengenai penerapan pembatasan kegiatan masyarakat non-PSBB. Kebijakan Pemkot Denpasar tentang pembatasan kegiatan masyarakat itu, menurut Amanda, juga penting dikoordinasikan dan dikomunikasikan dengan pemerintah daerah lain di Bali.