Bertahan di Wilayah Transmisi Lokal demi Bisa Kuliah Daring
Sejumlah mahasiswa dari pedalaman Kalimantan Barat tetap bertahan di wilayah transmisi lokal Covid-19 demi bisa mengakses internet untuk kuliah secara daring. Mereka bersiasat agar bertahan, di antanya merogoh tabungan.
Sejumlah mahasiswa dari pedalaman Kalimantan Barat tetap bertahan di wilayah transmisi lokal Covid-19 demi bisa mengakses internet untuk kuliah secara daring. Mereka bersiasat agar bertahan, mulai dari merogoh tabungan hingga terkadang makan sekali sehari. Di tengah tantangan itu, ada yang masih aktif dalam kegiatan sosial.
Pandemi Covid-19 hingga kini belum teratasi termasuk, di Kalimantan Barat. Kampus-kampus di Kota Pontianak, ibu kota Kalbar, masih sepi karena kuliah tatap muka ditiadakan dan diganti kuliah secara daring.
Anisaturrafiah (21), mahasiswi semester enam jurusan Ilmu Politik Universitas Tanjungpura, Pontianak, memilih bertahan di Pontianak yang merupakan wilayah transmisi lokal penularan Covid-19 di Kalbar. Ia tidak mudik di Dusun Suka Maju, Kabupaten Kubu Raya, karena selain demi pembatasan fisik dan sosial, juga karena di kampungnya tidak ada sinyal internet.
Waktu tempuh dari Pontianak ke kampungnya sekitar tiga jam. Seandainya dia pulang kampung, berat bagi dia karena harus bolak-balik setiap jadwal kuliah mencari wilayah yang ada sinyal internet.
”Apalagi jadwal kuliah tidak seperti jadwal biasanya. Jadi, informasi mengenai jadwal kuliah mesti dipantau. Kalau saya harus cuti, sayang sekali. Sebab, waktu studi akan panjang jika mengulang. Konsekuensinya pada biaya kuliah,” kata Anis, Rabu (29/4/2020).
Kalau saya harus cuti, sayang sekali. Sebab, waktu studi akan panjang jika mengulang. Konsekuensinya pada biaya kuliah.
Baca juga : Grafik Kasus Pekan Ini Jadi Pertimbangan Pengajuan PSBB Pontianak
Untuk kebutuhan sehari-hari, biasanya orangtuanya mengantar sembako ke kosnya. Namun, sejak pandemi, orangtuanya takut ke Pontianak. Apalagi Pontianak transmisi lokal. Dalam kondisi seperti itu, dia harus belanja sendiri.
Bahkan, pengeluaran kian membengkak karena pengeluaran untuk kuota internet lebih besar guna mengikuti kuliah daring. Warung kopi yang biasanya menyediakan internet gratis, sejak pandemi merebak, tutup.
”Saya merogoh tabungan. Selain sekarang ini untuk beli sembako, juga harus membeli kuota internet yang agak banyak. Biasanya pengeluaran kuota per bulan Rp 100.000, sekarang sekitar Rp 250.000 per bulan,” ujarnya.
Kuliah sebetulnya lebih banyak tugas. Namun, ada juga bahan kuliah dari Youtube, sehingga harus menonton. Setelah itu, baru ia menanggapi materi tersebut. Kuliah daring biasanya sekitar satu jam.
Baca juga : Universitas Tanjungpura Pontianak Siapkan Laboratorium untuk Pemeriksaan Spesimen
Dia mengatur siasat agar bisa hemat. Menu makanan tidak seperti biasanya. Ada lauk pauk yang dikurangi. Apalagi, orangtuanya petani karet. Harga karet juga tak kunjung pulih, hanya sekitar Rp 4.000 per kilogram.
Demikian juga dengan Febri Krisman Bogoi (22). Ia mahasiswa semester enam Jurusan Manajemen Universitas Panca Bhakti, Pontianak. Ia berasal dari Desa Sebadak Raya, pedalaman Kabupaten Ketapang. Kampungnya sekitar tujuh jam perjalanan dari Pontianak.
Ia juga tetap tinggal di Pontianak. Jika ia pulang kampung sebelum awal pandemi, akan sulit kuliah daring. Wilayah yang memiliki sinyal internet sekitar satu jam perjalanan dari kampungnya. Itu kalau jalan sedang bagus. Kalau jalan sedang jelek, bisa dua jam baru mendapat sinyal internet.
”Di kampung saya, untuk mencari sinyal telepon saja harus ke bukit. Itu hanya untuk telepon. Kalau sinyal internet tidak ada, jadi harus ke kecamatan yang sinyal internetnya bagus. Maka, saya memilih tetap di sini. Selain untuk menjaga jarak secara fisik, juga agar bisa mengakses sinyal internet,” ujarnya.
Baca juga : Jadi Wilayah Transmisi Lokal, Pontianak Tingkatkan Kewaspadaan
Orangtuanya di kampung ada rasa khawatir jika ia tetap bertahan di Pontianak. Namun, ia tetap bertahan. Untuk menjaga berbagai kemungkinan, ia juga harus berhemat. Meskipun masih bisa belanja, untuk berhemat ia terkadang makan sekali sehari.
Pengeluaran kuota internet memang bertambah. Biasanya pengeluaran internet Rp 70.000 per bulan. Sejak pendemi dan kuliah secara daring, pengeluaran untuk internet sekitar Rp 125.000 per bulan.
Kuliah daring dilaksanakan Selasa hingga Jumat. Dalam sehari ada tiga mata kuliah. Satu mata kuliah ada yang dua jam pertemuan. Sering juga menggunakan aplikasi untuk bisa bertatap muka secara daring dengan dosen.
”Teman-teman yang pulang kampung mau tidak mau harus mencari daerah yang memiliki sinyal internet dengan perjalanan satu jam. Mereka bolak-balik dari kampung ke wilayah bersinyal internet,” ujarnya.
Baca juga : Trayek Bus Pontianak-Sarawak-Brunei Darussalam Dihentikan Sementara
Liana Fransiska Surianti (20), mahasiswi semester dua jurusan Teknologi Informasi dan Komputer di Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan PGRI Pontianak, juga tetap di Pontianak. Ia berasal dari pedalaman Kabupaten Kapuas Hulu, sekitar 600 kilometer dari Pontianak.
Jika ia pulang kampung, akan sulit karena perlu waktu perjalanan satu jam dari kampungnya baru mendapatkan sinyal internet agar bisa kuliah secara daring. Maka, ia memilih tetap di Pontianak karena ingin tetap kuliah.
Meskipun dalam situasi sulit, Liana tetap beraktivitas sosial dengan membagikan bantuan dari donatur kepada masyarakat dan sesama mahasiswa yang tidak mampu bersama teman-temannya di organisasi kemahasiswaan yang ia ikuti.
”Saya tetap mengikuti kegiatan sosial organisasi karena saya sadar ada orang yang situasinya lebih susah daripada saya. Para pemulung, misalnya, yang kesulitan. Mereka memerlukan bantuan,” kata Liana.
Saya tetap mengikuti kegiatan sosial organisasi karena saya sadar ada orang yang situasinya lebih susah daripada saya. Para pemulung, misalnya, yang kesulitan. Mereka memerlukan bantuan.
Aksi solidaritas
Berbagai inisiatif untuk membantu mahasiswa di Pontianak dan masyarakat tidak mampu sudah ada. Misalnya saja posko untuk menampung sumbangan dari berbagai pihak, baik oleh komunitas di Pontianak maupun organisasi kemahasiswaan.
Posko ”Gerakan Tolong Menolong Sembako Covid-19”, misalnya, posko ini didirikan oleh sejumlah komunitas, antara lain Akademi Ide Kalimantan, Rumah Zakat, dan Sayang Pontianak, yang dibuka sejak Senin (30/3/2020).
Baca juga : Dua Pasien yang Diisolasi di RSUD Soedarso Pontianak Negatif Covid-19
Ketua Akademi Ide Kalimantan Beny Than Heri menuturkan, mereka menerima bantuan dari berbagai pihak untuk disalurkan kepada mahasiswa dan masyarakat miskin. Sejauh ini sudah ada 600 mahasiswa yang menerima bantuan.
Dari jumlah itu, sebanyak 250 orang menerima bantuan berupa uang elektronik bersaldo RP 200.000, bantuan pribadi dari Gubernur Kalbar. Mahasiswa penerima baik dari luar Pontianak maupun dari luar Kalbar, misalnya dari Papua. Kemudian, selebihnya menerima bantuan dalam bentuk sembako dari sejumlah donatur.
Memang, belum semua mahasiswa bisa dijangkau karena keterbatasan bantuan. Daftar tunggu mahasiswa yang memerlukan bantuan saja sejauh ini ada 700 orang. Bahkan, yang memerlukan bantuan diperkirakan lebih. ”Kami masih menunggu donator,” ujarnya.
Posko tersebut juga menggandeng Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik dan Fakultas Ekonomi Universitas Tanjungpura untuk bersama-sama menghimpun bantuan. Selain itu, ada juga bantuan untuk berbuka puasa. Namun, tidak setiap hari bantuan itu. Sejauh ini sudah ada 100 paket berbuka puasa yang telah dibagikan.
Baca juga : Pasien yang Diisolasi di Pontianak dan Singkawang Membaik
Rektor Universitas Tanjungpura Garuda Wiko menuturkan, upaya kampus untuk meringankan beban para mahasiswa dengan memberikan subsidi kuota internet 30 GB. Kuota itu diberikan kepada setiap mahasiswa per bulan.
Rektor Universitas Panca Bhakti Purwanto mengatakan, pihaknya juga akan memberikan subsidi kuota bagi mahasiswa. Sementara untuk bantuan sembako akan dilakukan melalui Satuan Tugas Kampus. Dalam dua atau tiga hari ini, surat keputusannya segera diterbitkan.
Ketua Presidium Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI) Cabang Pontianak Srilinus Lino menuturkan, pihaknya juga membuka posko penyaluran bantuan dari sejumlah pihak. Sejauh ini sudah ada 230 paket sembako yang dibagikan kepada 80 mahasiswa, baik mahasiswa dari sejumlah kabupaten di Kalbar maupun mahasiswa dari luar Kalbar yang kuliah di Pontianak.
Gubernur Kalbar Sutarmidji menuturkan, sebaiknya mahasiswa dari sejumlah kabupaten yang ada di Pontianak juga diperhatikan oleh pemerintah kabupaten masing-masing. Secara pribadi, Gubernur juga telah membantu mahasiswa.
Untuk mahasiswa Kalbar di sejumlah wilayah di luar Kalbar, misalnya di Jawa, Sumatera, dan Kalimantan, mendapat bantuan dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah. Mereka dipersilakan mendaftarkan diri ke perwakilan Pemerintah Provinsi Kalbar di Jakarta dengan menghubungi nomor 081380111965, hingga 31 Mei.
Untuk mahasiswa Kalbar di sejumlah wilayah di luar Kalbar, misalnya di Jawa, Sumatera, dan Kalimantan, mendapat bantuan dari APBD. Mereka dipersilakan mendaftarkan diri ke perwakilan Pemerintah Provinsi Kalbar di Jakarta dengan menghubungi nomor 081380111965, hingga 31 Mei.
Mahasiswa akan mendapatkan Rp 1,8 juta untuk tiga bulan. Per bulan sekitar Rp 600.000 per orang. Namun, bantuan itu tidak berlaku bagi mahasiswa yang sudah pulang ke Kalbar dan yang ikatan dinas.
Baca juga : Antisipasi Covid-19, UI dan UMN Terapkan Kuliah Jarak Jauh