Pelonggaran Pembatasan Sosial Dikhawatirkan Picu Persoalan di Daerah
Kebijakan pemerintah pusat melonggarkan pembatasan sosial yang ditandai beroperasinya kembali angkutan antarkota antarprovinsi di tengah pandemi dikhawatirkan memicu persoalan di daerah. Salah satunya pengawasan mudik.
Oleh
ABDULLAH FIKRI ASHRI
·3 menit baca
CIREBON, KOMPAS —Kebijakan pemerintah pusat melonggarkan pembatasan sosial yang ditandai dengan beroperasinya kembali angkutan antarkota antarprovinsi di tengah pandemi dikhawatirkan memicu persoalan di daerah. Salah satunya terkait pengawasan warga yang mudik atau pulang kampung.
”Kami bingung dengan kebijakan pemerintah pusat. Tetapi, kami di daerah hanya melaksanakan tugas,” kata juru bicara Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Kabupaten Cirebon, Nanang Ruhyana, Senin (11/5/2020), di Cirebon.
Kebijakan yang dimaksud adalah Surat Edaran Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Nomor 4 Tahun 2020 tentang Kriteria Pembatasan Perjalanan Orang dalam Rangka Percepatan Penanganan Covid-19. Kebijakan ini menyebutkan pengecualian pembatasan perjalanan, antara lain bagi orang yang bekerja di lembaga pemerintah atau swasta yang menyelenggarakan percepatan penanganan Covid-19.
Begitu pun dengan pelayanan pertahanan, keamanan, dan ketertiban umum serta pelayanan kesehatan. Pengecualian juga diberikan untuk perjalanan pasien yang memerlukan layanan kesehatan darurat atau orang yang anggota keluarga intinya sakit keras atau meninggal. Surat edaran pun mengecualikan repatriasi pekerja migran Indonesia dan pelajar atau mahasiswa dari luar negeri.
Menurut Nanang, pada Senin, pihaknya menerima sekitar 22 warga Cirebon yang kembali dari Bali karena terdampak pemutusan hubungan kerja akibat pandemi Covid-19. Mereka telah menjalani tes cepat di Bali dengan hasil nonreaktif. ”Namun, mereka tetap harus menjalani tes di Cirebon karena siapa yang tahu virusnya muncul selama perjalanan ke sini,” lanjutnya.
Pihaknya telah mengajukan komplain kepada Pemerintah Provinsi Jabar terkait pemulangan warga tersebut. Sebab, pemerintah masih melarang mudik meski membuka kembali operasional moda transportasi AKAP. ”Tetapi, ini soal kemanusiaan. Mereka juga tidak bisa bekerja di sana (Bali). Kami tetap menerima,” lanjutnya.
Para pendatang, lanjutnya, akan dipantau oleh petugas puskesmas dan aparat desa. Jika ditemukan gejala Covid-19, mereka akan diperiksa lebih lanjut. Pemantauan tersebut penting karena sebagian besar dari 7 kasus positif Covid-19 di Cirebon berasal dari pemudik di daerah episentrum Covid-19, seperti Jakarta.
Untuk mencegah penularan Covid-19 dari pendatang, disiapkan alat tes untuk pemudik dari daerah episentrum wabah yang memiliki gejala Covid-19, seperti demam dan sesak napas.
Hingga kini, tercatat 42.066 pemudik atau pendatang kembali ke Cirebon. Sebanyak 1.072 merupakan pekerja migran Indonesia. Kemarin, atau lima hari penerapan pembatasan sosial berskala besar, masih terdapat 196 pemudik. Jumlah ini menurun daripada beberapa pekan lalu yang mencapai 500 pemudik per hari.
Untuk mencegah penularan Covid-19 dari pendatang, pihaknya menyiapkan alat tes untuk pemudik dari daerah episentrum wabah yang memiliki gejala Covid-19, seperti demam dan sesak napas. ”Sampai saat ini, kami belum terima laporan penularan atau transmisi lokal. Semoga tidak ada,” katanya.
Meski demikian, pihaknya kekurangan alat tes. ”Kami masih punya 200 alat tes uji cepat. Kebutuhannya masih 500 alat tes. Kami sedang meminta kepada Pemprov Jabar. Kami juga menargetkan 1.000 tes swab selama PSBB hingga 19 Mei. Namun, kami masih menunggu barangnya dari provinsi dan pusat,” katanya.
Kepala Satlantas Polresta Cirebon Komisaris Elsie Fitria memastikan, pihaknya akan memperketat pengawasan terhadap pemudik. Pengendara yang tidak dapat menunjukkan surat keterangan jalan dan kesehatan akan diminta putar balik.
”Pemudik sudah berkurang. Sekarang hanya ada dua atau satu kendaraan travel gelap per hari. Padahal, sebelumnya bisa 10 kendaraan. Semuanya kami tilang,” katanya. Travel gelap merupakan kendaraan pribadi yang dijadikan angkutan bagi pemudik. Pos pemeriksaan tersebar di Gerbang Tol Palimanan, daerah Rawagatel, Weru, dan Dukupuntang.