PSBB Redam Penambahan Kluster Penularan Baru di Surabaya
PSBB tahap pertama di Surabaya, Jawa Timur, mampu meredam penambahan kluster penularan baru Covid-19. Penambahan kasus baru berasal dari penelusuran kontak kasus-kasus lama.
Oleh
AGNES SWETTA PANDIA/IQBAL BASYARI
·4 menit baca
SURABAYA, KOMPAS — Pembatasan sosial berskala besar (PSBB) tahap pertama di Surabaya, Jawa Timur, mampu meredam penambahan kluster penularan baru. Sejak PSBB digulirkan, penambahan kasus baru hanya berasal dari penelusuran kontak kasus-kasus lama yang hasil pemeriksaan reaksi rantai polimerase (PCR)-nya baru keluar.
Selama PSBB di Surabaya pada 28 Maret hingga 10 Mei, terjadi penambahan 336 kasus baru. Data sehari sebelum PSBB atau Senin (27/4/2020), tercatat 372 warga positif Covid-19, sebanyak 51 orang di antaranya meninggal dan 73 orang dinyatakan sembuh.
Kemudian, 13 hari berselang atau sehari sebelum berakhirnya PSBB tahap pertama, Minggu (10/5/2020), kasus positif Covid-19 menjadi 708 kasus, 84 orang di antaranya meninggal dan 106 orang dinyatakan sembuh.
Kepala Dinas Kesehatan Kota Surabaya Febria Rachmanita, di Surabaya, Senin (11/5/2020), mengatakan, selama PSBB, tidak ada penambahan kluster baru. Tambahan pasien terkonfirmasi positif berasal dari 16 kluster yang sudah muncul dan ditelusuri sebelum PSBB.
”Pasien terkonfirmasi positif berasal dari kluster-kluster lama yang hasil tes PCR-nya baru keluar saat PSBB atau baru bisa dites ketika PSBB karena keterbatasan reagen,” kata Febria.
Sementara 16 kluster penularan di Surabaya antara lain kluster area publik, tempat kerja, perkantoran, rumah ibadah, seminar, asrama, serta pemudik dari luar kota dan luar negeri. Dua kluster yang paling banyak menularkan ke warga yakni kluster area publik, Pasar PPI di Jalan Gresik, dan kluster tempat kerja pabrik rokok Sampoerna, dengan jumlah di atas 30 orang.
Menurut Febria, penambahan kasus terkonfirmasi positif selama PSBB disebabkan pengetesan yang masif. Pihaknya melakukan penelusuran kontak dan melakukan tes cepat serta tes PCR terhadap orang dalam pemantauan (ODP), pasien dalam pengawasan (PDP), dan orang tanpa gejala (OTG).
Pada Maret-April 2020, Pemkot Surabaya hanya mampu melakukan tes PCR terhadap 230 orang. Jumlah pemeriksaan melonjak lebih dari tiga kali lipat pada awal Mei 2020, mencapai 853 orang. Jumlah pasien positif diperkirakan masih terus bertambah karena hingga saat ini masih ada sekitar 800 pasien menunggu hasil tes PCR.
”Jumlah pasien terus bertambah karena jumlah pengetesan melonjak dan semua ODP, PDP, dan OTG kami periksa serta diawasi kondisi kesehatannya selama masa inkubasi,” tutur Febria.
Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini menyatakan, lonjakan kasus yang terjadi selama dua pekan terakhir merupakan hasil dari banyaknya pengetesan. Tambahan konfirmasi pasien positif, menurut dia, lebih baik daripada tidak terdeteksi sehingga berpotensi menularkan ke orang lain.
Saya akan cari sebanyak mungkin dari hasil penelusuran kontak pasien positif agar bisa memutus mata rantai penularannya.
”Penambahan kasus ini seolah-olah aib Pemkot Surabaya, tetapi bagi saya justru langkah terbaik melindungi warga karena bisa mengamankan warga lain yang sehat. Saya akan cari sebanyak mungkin dari hasil penelusuran kontak pasien positif agar bisa memutus mata rantai penularannya,” kata Risma.
Memasuki PSBB periode kedua yang akan berlangsung 12-25 Mei mendatang, dia meminta warga agar semakin mematuhi protokol kesehatan yang telah ditetapkan. Jika tidak ada keperluan mendesak, warga diminta tetap di rumah agar mengurangi pertemuan dengan orang lain yang berpotensi menularkan virus SARS-CoV-2 penyebab Covid-19. Apabila masih harus bekerja, agar tetap berjarak minimal 2 meter antarpegawai.
”Saat Lebaran, saya berharap tidak perlu unjung-unjung (berkunjung) ke rumah tetangga atau sanak keluarga karena sangat berisiko. Lebih baik gunakan perangkat teknologi untuk bersilaturahmi,” tutur Risma.
Rumah sakit
Untuk mengantisipasi penambahan pasien, pihaknya berkoordinasi dengan Ikatan Dokter Indonesia (IDI) dan Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (Persi) untuk menambah tempat tidur.
Beberapa rumah sakit telah menyatakan kesediaannya memanfaatkan ruangan kosong untuk dijadikan kamar perawatan, terutama bagi pasien dengan gejala ringan. ”Pemkot Surabaya akan bantu menyediakan tempat tidur,” katanya.
Ketua IDI Surabaya dr Brahmana Askandar mengatakan, sekitar 85 persen pasien Covid-19 memiliki gejala ringan, 15 persen gejala berat, dan 5 persen dalam kondisi kritis. Oleh sebab itu, sebaiknya ada rumah sakit khusus untuk menangani pasien dengan gejala ringan agar rumah sakit bisa fokus menangani pasien dengan gejala berat dan kritis.
Dengan penanganan yang lebih terfokus, rumah sakit bisa menekan jumlah kematian dan meningkatkan jumlah pasien sembuh. Keberadaan rumah sakit khusus untuk pasien dengan gejala ringan tidak memerlukan fasilitas seperti untuk penanganan pasien dengan gejala berat dan kritis.
Ketua Persi Jatim dr Dodo Anando menambahkan, penanganan pasien di rumah sakit di daerah perlu dimaksimalkan. Selama ini, banyak rumah sakit yang merujuk pasien ke rumah sakit rujukan utama di Surabaya meski kondisi pasien dalam gejala ringan.
Akibatnya, kapasitas rumah sakit di Surabaya menjadi tidak mencukupi. ”Fasilitas dan sumber daya manusia di rumah sakit rujukan di luar Surabaya sudah mencukupi untuk merawat pasien,” katanya.