Kabupaten Buol, Sulawesi Tengah, berharap banyak pada pemberlakuan PSBB untuk menekan penularan Covid-19. Aturan yang tegas diperlukan untuk mendisiplinkan warga sekaligus meningkatkan kinerja pemerintah.
Oleh
VIDELIS JEMALI
·4 menit baca
Dengan terus meningkatnya kasus positif Covid-19, Pemerintah Kabupaten Buol, Sulawesi Tengah, menjadikan langkah pembatasan sosial berskala besar atau PSBB sebagai solusi. Ketakdisiplinan, kelonggaran, juga kelengahan selama ini kini coba diperbaiki agar kasus tak terus bertambah.
Pemberlakuan PSBB di Kabupaten Buol dimulai Selasa (12/5/2020) selama 14 hari ke depan. Buol menjadi daerah pertama yang menerapkan mekanisme tersebut di Sulteng. Kasus positif Covid-19 di Buol untuk ukuran Sulawesi Tengah memang melaju sangat cepat.
Dalam seminggu terakhir saja, peningkatan kasus berlipat-lipat. Pada 4 Mei 2020, pasien positif Covid-19 tercatat 19 orang. Namun, hingga Rabu, 13 Mei, laporan konfirmasi sudah mencapai 49 orang. Dengan PSBB pun, kasus diperkirakan terus melonjak karena ada 37 orang dalam pemantauan (ODP) yang secara bertahap sampel usap tenggorokannya (swab) dikirim untuk diperiksa di laboratorium di Palu, Sulteng.
Kasus bermula dari peserta acara ijtima ulama di Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan.
Kasus-kasus Covid-19 di Buol berkembang dari kluster Ijtima Gowa. Kasus bermula dari peserta acara ijtima ulama di Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan. Mereka awalnya mengikuti pertemuan akbar tersebut, yang kemudian urung dilaksanakan karena permintaan berbagai pihak.
Namun, banyak orang telanjur berkumpul. Tak hanya dari dalam negeri, termasuk dari daerah yang waktu itu sudah melaporkan kasus, peserta juga berasal dari negara-negara yang sudah menjadi episentrum penularan Covid-19, antara lain Malaysia dan Iran.
Kebanyakan kasus positif dari orang tanpa gejala (OTG). Barangkali itu juga yang menyebabkan kasus-kasus di Buol agak terlambat terdeteksi. Kasus-kasus baru mulai diketahui dan terus meledak sejak pertengahan April, satu bulan setelah ijtima di Gowa.
Situasi penularan wabah di Buol membuat khawatir warga. Bukan cuma soal terus meningkatnya jumlah kasus, melainkan juga masalah penanganan. Moh Zukri (40), warga Buol, menyaksikan bagaimana ODP dan OTG ditangani di rumah susun sewa sederhana (rusunawa).
Mereka memang diisolasi di sana, tetapi pengawasannya tak jelas. Anggota keluarga tetap bisa mengunjungi mereka secara langsung pula. ”Mereka bahkan beli air sendiri di luar rusunawa. Berarti jelas potensi penularan kasus tinggi,” ujar Zukri, saat dihubungi dari Palu, Selasa.
Persoalannya, apakah orang-orang yang berkontak dengan mereka itu ditelusuri atau tidak. Apakah anggota keluarga yang mengunjungi mereka diikuti oleh petugas kesehatan sampai ke desa-desa untuk dipantau. ”Ini ribet,” kata Zukri.
Bagi Zukri, PSBB tak hanya untuk menegakkan kedisiplinan warga guna mengurangi penyebaran penyakit, tetapi juga menyuntikkan kinerja pemerintah setelah lengah selama 1-1,5 bulan. PSBB menjadi momentum penting.
Bupati Buol Amiruddin Rauf menegaskan, PSBB sebagai bentuk penguatan dalam rangka memutus mata rantai penyebaran Covid-19. Sebenarnya, sebagian pembatasan sosial sudah diterapkan. Namun, tanpa PSBB, aturan yang berjalan lebih bersifat imbauan. Dengan PSBB, semua warga harus taat pada aturan yang ditetapkan. Sebagai contoh, pelacakan (tracing) kontak. Suka atau tidak suka, semua orang harus mengikuti. Tak ada lagi penolakan.
Aturan PSBB memang tampak lebih ketat, antara lain pembatasan aktivitas warga di luar rumah pada pukul 20.00-06.00 Wita alias jam malam. Hal lainnya, moda transportasi umum yang mengangkut banyak orang (bus, angkot), baik ke luar Buol maupun dalam kabupaten, dilarang beroperasi.
Sementara kendaraan pribadi (mobil dan sepeda motor) diizinkan beroperasi dengan menerapkan protokol ketat, misalnya mobil hanya diisi maksimal 50 persen penumpang dan wajib bermasker. Moda transportasi untuk sektor kebutuhan pokok (sembako, energi) dan kegiatan terkait penanganan Covid-19 tetap berjalan normal.
Pelanggaran aturan PSBB pun tegas dengan merujuk pada Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular. Pada Pasal 14 (1) digariskan, pelanggar diancam penjara paling lama 1 tahun dan atau denda terbanyak Rp 1 juta.
Kepala Bidang Humas Polda Sulteng Komisaris Besar Didik Supranoto memastikan Kepolisian Resor Buol mengawal aturan PSBB. Kepolisian ingin memastikan warga disiplin dengan aturan PSBB agar penularan kasus Covid-19 berkurang.
PSBB masih dianggap efektif dalam mengerem laju penularan Covid-19. Survei Litbang harian Kompaspada 22-25 April mengetengahkan 57 persen dari 2.297 responden menilai mekanisme itu efektif. Bahkan, hampir 60 persen responden menyarankan agar PSBB diberlakukan di seluruh Indonesia (Kompas, Senin, 4/5/2020).
Lonjakan kasus postif Covid-19 diperkirakan masih akan terjadi di Buol, terutama dari mereka yang tercatat sebagai ODP. Penerapan PSBB diharapkan melokalisasi kasus lama sehingga penularan baru berkurang atau, kalau sangat optimistis, tak terjadi.