Jadi Bahan Baku APD, Ekspor Karet dari Bintan Meningkat Saat Pandemi
Ekspor karet lempengan asal Bintan, Kepulauan Riau, meningkat 11 persen selama pandemi Covid-19. Permintaan karet melonjak karena dibutuhkan sebagai bahan baku pembuatan alat pelindung diri, terutama sarung tangan medis.
Oleh
PANDU WIYOGA
·3 menit baca
BATAM, KOMPAS — Ekspor karet lempengan asal Bintan, Kepulauan Riau, meningkat hingga 11 persen selama pandemi Covid-19. Permintaan melonjak karena komoditas ini dibutuhkan sebagai bahan baku pembuatan alat pelindung diri atau APD. Kondisi ini menyelamatkan buruh pabrik karet dari ancaman pemutusan hubungan kerja.
Kepala Karantina Pertanian Kelas II Tanjung Pinang Donni Muksidayan, Sabtu (16/5/2020), mengatakan, ekspor karet lempengan dari PT Pulau Bintan Djaya pada kuartal pertama 2020 sebanyak 6.109 ton. Volume itu melonjak 11 persen dibandingkan dengan ekspor pada kuartal pertama 2019 sebanyak 5.484 ton.
Sejak Januari lalu, PT Pulau Bintan Djaya tercatat telah melakukan 53 kali ekspor ke 12 negara. Jauh lebih banyak daripada tahun lalu yang hanya diekspor ke lima negara. ”Nilai ekspornya juga meningkat sebanyak 29 persen dari Rp 98,7 miliar pada 2019 menjadi Rp 127, 5 miliar pada tahun ini,” kata Donni.
Menurut Manajer Operasional PT Pulau Bintan Djaya Indra Bakti, sebelum masa pandemi, tujuan utama ekspor adalah negara produsen ban mobil. Mereka sempat khawatir ekspor akan macet karena negara tujuan utama, yaitu Amerika Serikat, China, dan Italia, terdampak sangat parah oleh Covid-19.
Permintaan karet untuk bahan baku ban mobil dari tiga negara itu memang menurun sejak Januari lalu. Namun, mulai Februari, muncul permintaan baru dari negara lain. Beberapa di antaranya adalah Malaysia, Inggris, Montenegro, Kanada, Jepang, Mesir, Turki, Brasil, dan Korea Selatan.
”Hal itu menyelamatkan kami. Sebanyak 280 karyawan terhindar dari pemutusan hubungan kerja dan tetap mendapat tunjangan hari raya. Sampai sekarang operasionalisasi pabrik masih normal,” ujar Indra.
Peningkatan ekspor karet lempengan dari Bintan itu selaras dengan kenaikan kebutuhan karet sebagai bahan baku pembuatan alat pelindung diri untuk petugas kesehatan, terutama sarung tangan.
Menurut Donni, peningkatan ekspor karet lempengan dari Bintan itu selaras dengan kenaikan kebutuhan karet sebagai bahan baku pembuatan APD untuk petugas kesehatan, terutama sarung tangan. Ia memprediksi, tren ini akan berlanjut selama pandemi Covid-19 berlangsung.
Ekspor terbanyak PT Pulau Bintan Djaya dilakukan pada Maret lalu, sebanyak 1.763 ton. Sebenarnya, hal itu masih bisa dioptimalkan lagi mengingat kapasitas produksi bisa mencapai 2.400 ton per bulan. Namun, rantai produksi pabrik yang beroperasi sejak 1969 itu masih kerap terkendala kerusakan mesin.
Menurut Donni, perdagangan komoditas pertanian lain di Kepulauan Riau yang juga meningkat di tengah pandemi adalah ekspor babi oleh PT Indotirta Suaka di Pulau Bulan, Kota Batam. Biasanya, dalam sehari, perusahaan itu mengekspor 600-900 babi ke Singapura. Namun, selama pandemi ekspor dari Pulau Bulan meningkat menjadi 1.400-1.600 babi per hari. Nilainya sekitar Rp 5,2 miliar per hari.
”Di tengah pandemi Covid-19, banyak lini usaha harus tutup. Namun, usaha di sektor pertanian terus tumbuh karena semakin dibutuhkan sebagai penyedia bahan pangan maupun bahan baku,” kata Kepala Badan Karantina Pertanian Kementerian Pertanian Ali Jamil.
Meningkatnya kegiatan ekspor sejumlah komoditas pertanian itu juga menjadi angin segar bagi pertumbuhan ekonomi di Kepulauan Riau. Bank Indonesia memperkirakan, pertumbuhan ekonomi Kepulauan Riau yang bergantung pada sektor pariwisata, industri pengolahan, dan konstruksi berpotensi anjlok berkisar 2-2,4 persen jika pandemi Covid-19 belum bisa diatasi hingga semester kedua tahun 2020.