PSBB Jabar Diperpanjang Parsial, Daerah Dibagi dalam Lima Level Ancaman
Setiap daerah dievaluasi untuk menentukan tingkat potensi persebaran Covid-19 sehingga tetap mengedepankan upaya memutus mata rantai penyakit ini. Daerah-daerah di Jabar akan dibagi dalam lima level kewaspadaan.
Oleh
MACHRADIN WAHYUDI RITONGA
·3 menit baca
BANDUNG, KOMPAS — Pembatasan sosial berskala besar tingkat Jawa Barat akan diperpanjang secara parsial. Setiap daerah dievaluasi untuk menentukan tingkat potensi persebaran Covid-19 sehingga tetap mengedepankan upaya memutus mata rantai penyakit ini.
Pemberlakuan PSBB tingkat Jabar akan berakhir Rabu (20/5/2020). Status pembatasan dengan level provinsi ini diklaim memberikan tren positif dalam penanggulangan Covid-19. Karena itu, Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil di Bandung, Senin (18/5/2020), menyatakan, pihaknya akan memperpanjang status PSBB Jabar dengan catatan klasifikasi daerah penerapan pembatasan tersebut.
Kamil memaparkan, pihaknya akan membagi daerah menjadi lima level atau status persebaran, yaitu hitam untuk level 5, merah (level 4), kuning (level 3), biru (level 2), dan hijau untuk level 1. Semakin tinggi status daerah, semakin ketat penerapan pembatasan sosialnya.
Level 5 adalah status maksimal yang akan menjadi daerah krisis. Untuk level 4, pemerintah kabupaten dan kota diminta tetap menerapkan PSBB seperti sebelumnya. Selanjutnya level 3 dan 2 akan ada relaksasi, tetapi tidak boleh berkerumun. Daerah paling aman akan diberikan level hijau, di mana warga diperbolehkan melakukan kerumunan, tetapi tetap menerapkan protokol kesehatan, seperti penggunaan masker dan pembersih tangan.
Hal tersebut juga berlaku bagi pelaksanaan kegiatan agama secara akbar seperti pelaksanaan shalat Idul Fitri yang akan dilaksanakan akhir pekan ini. Kamil menjelaskan, ada tidaknya pelaksanaan shalat Idul Fitri akan mengacu penetapan status. Status daerah akan diumumkan Rabu besok.
”Kami akan persilakan kepada wali kota dan bupati untuk mengambil kebijakan yang proporsional. Untuk pelaksanaan shalat Idul Fitri berjemaah baru bisa dilaksanakan di daerah dengan level kewaspadaan hijau,” ujarnya.
Menurut Kamil, hal tersebut dilakukan untuk menjaga tren positif dari penanggulangan Covid-19 di Jabar. Dia menyatakan, Jabar berhasil menurunkan setidaknya 50 persen dari potensi persebaran dan meningkatkan dua kali kesembuhan.
Dalam dua pekan terakhir pelaksanaan PSBB, pertambahan kasus positif di Jabar berkisar 21-23 pasien per hari. Hal tersebut lebih rendah jika dibandingkan angka sebelum PSBB yang mencapai 40 pasien. Selain itu, Kamil menyatakan, kapasitas tempat tidur di lebih dari 100 RS rujukan di Jabar hanya terisi 30 persen.
Meski telah mendapatkan tren positif, dalam beberapa hari terakhir, aktivitas warga kembali menggeliat. Kamil menjelaskan, terdapat peningkatan arus lalu lintas 40 persen dari sebelumnya yang maksimal 30 persen per hari.
”Karena itu, kami meminta kepada Kapolda dan Pangdam untuk tetap melakukan siaga satu karena kemungkinan lalu lintas akan naik sampai Lebaran ini. Kita bisa lihat bagaimana orang berbondong-bondong dan berbelanja,” tutur Kamil.
Jika pergerakan masyarakat tidak ditekan lebih kecil dengan konsisten, pandemi baru bisa teratasi sampai tiga tahun ke depan.
Sementara itu, epidemiolog dari Universitas Padjadjaran, Panji Fortuna Hadisoemarto, mengingatkan warga untuk tetap waspada terhadap persebaran Covid-19, terutama di lokasi keramaian dan niaga. Peringatan ini berdasarkan potensi penularan Covid-19 gelombang pertama di Indonesia masih belum tuntas.
Panji menuturkan, jika pergerakan masyarakat tidak ditekan lebih kecil dengan konsisten, pandemi baru bisa teratasi sampai tiga tahun ke depan.
”Gelombang ini juga berpotensi naik drastis jika tidak ada pengetatan PSBB, apalagi saat ini sudah banyak warga yang kembali berbelanja untuk Lebaran. Hal ini bisa memperluas penyebaran. Padahal, PSBB dengan pengetatan sedikit lagi saja bisa mempercepat habisnya wabah bahkan dalam waktu kurang dari 1 bulan.” ujarnya.
Panji memaparkan, persebaran di pusat niaga menjadi lebih tinggi karena droplets (tetesan) dari pembawa virus bisa menempel di permukaan setiap benda di pusat perniagaan. Jika ada yang menyentuh, virus lebih mudah berpindah.
”Bayangkan, masyarakat menganggap situasi saat ini normal dengan berdesakan di toko baju, toko emas, tanpa mempertimbangkan protokol kesehatan. Ini sangat meningkatkan risiko penularan,” ujar Panji.