Bagi guru dan siswa yang tak terjangkau internet, proses belajar-mengajar tidak mudah di tengah pandemi Covid-19. Guru-guru pedalaman Kalimantan Barat, misalnya, tetap harus datang ke rumah siswa memberi tugas.
Oleh
EMANUEL EDI SAPUTRA
·5 menit baca
Bagi guru dan siswa yang tak terjangkau internet, proses belajar-mengajar tidak mudah di tengah pandemi Covid-19. Guru-guru pedalaman Kalimantan Barat, misalnya, tetap harus datang ke rumah siswa memberi tugas dan mendampingi orangtua murid. Bahkan, guru harus menitipkan tugas kepada kurir bagi siswa yang ada di ladang.
Martha (57), guru SDN 05, Kecamatan Jelai Hulu, Kabupaten Ketapang, Kalimantan Barat, salah satu yang harus berkunjung ke rumah-rumah siswa memberi tugas. Sesuai imbauan, proses belajar tatap muka diganti memberikan tugas kepada siswa.
Namun, ada siswa yang tinggal di barak kerja perkebunan sawit mengikuti orangtua dan ada pula yang tinggal di ladang. Ada yang tinggal di ladang mengikuti orangtuanya sejak Covid-19, menghindari kerumunan orang.
Untuk mengantarkan tugas kepada siswa yang tinggal di barak perkebunan sawit, Martha biasanya menitipkan kepada orangtua murid yang ia jumpai karena cukup jauh jangkauannya. Demikian pula tugas untuk siswa yang ada di ladang ada juga yang dititipkan kepada orangtua lain.
”Terkadang tugas untuk siswa yang berada di ladang saya titipkan kepada siswa lainnya yang kebetulan ladang mereka berdekatan. Perjalanan dari kampung ke ladang mereka bisa satu hingga dua jam,” kata Martha, Sabtu (9/5/2020). Tugas diberikan kepada siswa seminggu sekali. Seminggu kemudian, setelah soal selesai dikerjakan, orangtua murid mengantarkan hasil pekerjaan anaknya kepada guru. Anak-anak takut kalau sering keluar rumah di masa pandemi.
Saat berjumpa orangtua murid, Martha juga memberikan pemahaman agar mendukung proses belajar anaknya di rumah. Para siswa juga menunjukkan semangat untuk belajar. ”Suatu ketika saat saya mengantar tugas siswa di kampung, siswa tersebut segera menyelesaikan dan ingin segera mengumpulkan pekerjaannya. Saya bilang jangan buru-buru, waktunya masih lama. Itulah semangat mereka,” kata Martha.
Selain membagikan tugas kepada siswa, Martha juga sambil membagikan masker kain kepada siswa. Masker itu sumbangan dari Paroki Santa Maria Assumpta, Tanjung. Ia turut membagikan masker tersebut kepada siswa. Di usianya yang sudah 57 tahun, sebentar lagi ia akan pensiun. Namun, ia tetap berusaha agar para siswanya bisa tetap belajar di tengah pandemi.
Waswas kalau saja terkena Covid-19, ia sendiri terkadang merasa khawatir saat keluar rumah meski belum ada yang terkena Covid-19 di sana. Demi keamanan diri, saat membawa hasil pekerjaan para siswa, ia menggunakan karung atau plastik sebagai pembungkus tugas para siswa. Selain itu, ia menggunakan masker. ”Saya juga takut Covid-19,” ujarnya. Kondisi serupa terjadi di daerah Kecamatan Nanga Tayap, masih di Kabupaten Ketapang.
Di SD tertentu, soal yang akan dikerjakan siswa diantar ke posko. Lalu, orangtua murid mengambilnya. Ada juga yang dititipkan kepada orang yang dipercaya untuk diantar ke ladang. Tantangan juga dihadapi guru PAUD di perbatasan Indonesia-Malaysia di Balai Karangan, Kecamatan Sekayam, Kabupaten Sanggau. Nenang Imaculata (38), guru PAUD Santa Maria Balai Karangan, menuturkan, di awal pandemi Covid-19, guru telah berembuk mencari solusi agar proses belajar dilakukan di rumah.
Guru membuat tugas mandiri untuk siswa dua minggu sekali. Orangtua murid bergiliran mengambil tugas ke sekolah. ”Tidak mudah. Kami harus menjelaskan tugas mandiri itu kepada orangtua murid bagaimana cara mengajarkan kepada anak mereka,” kata Neneng. Jika orangtua murid tidak mengambil tugas mandiri ke sekolah, guru datang ke rumah siswa. Kemudian tugas itu dijelaskan kepada orangtua murid agar mereka membimbing anaknya.
Saat satu tugas mandiri siswa dikumpulkan orangtua, tugas selanjutnya menanti. Guru kembali menjelaskan kepada orangtua murid cara mengajarkannya. Lalu orangtua murid menjadi guru bagi anak di rumah. Begitu sejak 18 Maret.
”Tugas mandiri anak misalnya menebalkan huruf. Meskipun sudah dijelaskan kepada orangtua murid, terkadang masih ada tugas murid yang salah. Tantangan tersendiri memberikan pemahaman kepada orangtua murid,” ujarnya.
Belajar secara daring tidak memungkinkan. Para siswa pun merindukan belajar di sekolah. Apalagi, Mei ini sebetulnya ada yang wisuda. Itulah saat yang mereka tunggu, tetapi tidak bisa diwujudkan.
Kreativitas guru
Jenjang SMA/SMK juga memerlukan perjuangan yang tak ringan. Sebagian besar SMA/SMK di Kalbar sudah bisa belajar daring. Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Kalbar juga sudah membuat aplikasi belajar. Namun, banyak tempat tinggal siswa tanpa sinyal dan listrik. ”Tergantung dari kreativitas kepala sekolah dan guru dalam menyikapi situasi,” ujar Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Kalbar Suprianus Herman.
Untuk mengantar soal ke rumah siswa, ada yang menggunakan kurir. Di sejumlah sekolah, ada juga guru yang mengantarkan sendiri soal ke rumah siswa. Bahkan, saat pengumuman kelulusan SMA beberapa waktu lalu, ada sejumlah guru yang mengantarkan amplop hasil kelulusan siswa ke rumah siswa. Beberapa guru naik sepeda motor masuk ke kampung-kampung melintasi hutan, jalan berlumpur dan licin karena diguyur hujan.
Sebab, siswa tidak bisa melihat pengumuman kelulusan secara daring akibat keterbatasan jaringan internet dan listrik. Menurut Herman, di tengah situasi saat ini, kreativitas dan inovasi para kepala sekolah dan guru sangat menentukan. ”Inovasi tidak mesti harus daring atau digital. Situasi di setiap daerah berbeda-beda,” ujarnya. Pengajar Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Tanjungpura Pontianak, Aswandi, menuturkan, itulah salah satu kendala besar dunia pendidikan saat ini.
Muncullah program pemerintah pembelajaran melalui televisi karena internet terbatas. ”Kita belum siap dengan pembelajaran secara daring. Efektivitasnya kurang. Daerah yang jaringan internetnya bagus pun terkendala. Pengeluaran pulsa meningkat, muncul kendala lain,” kata Aswandi.
Di tengah kemajuan teknologi informasi dan selesainya infrastruktur Palapa Ring, internet masih saja menjadi kesenjangan di sejumlah daerah perbatasan dan pelosok. Pekerjaan rumah pemerintah pun belum selesai demi generasi bangsa yang sedang tumbuh.
Di Kalimantan Barat, pandemi Covid-19 tidak hanya mengenai kedisiplinan menjaga jarak. Juga terungkap kesenjangan memenuhi hak-hak warga negara memperoleh layanan pendidikan. Itu salah satu infrastruktur yang sangat penting demi mengungkit daya saing bangsa.