ASN Bisa Bekerja di Kantor asalkan Daerahnya Tidak Ada PSBB
Aparatur pemerintah dapat bekerja kembali di kantor seusai hari raya Idul Fitri dengan catatan wilayahnya tidak sedang menerapkan PSBB. Para ASN ini bekerja dengan menyesuaikan situasi normal baru.
Oleh
PRAYOGI DWI SULISTYO dan NIKOLAUS HARBOWO
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah membuka kemungkinan aparatur sipil negara dapat masuk ke kantor atau tidak lagi bekerja dari rumah setelah Lebaran. Kebijakan tersebut dapat dilakukan di daerah yang tidak memberlakukan pembatasan sosial berskala besar. Namun, mereka tetap harus melaksanakan protokol kesehatan untuk mencegah penyebaran Covid-19.
Setelah Kementerian Badan Usaha Milik Negara merencanakan agar karyawan BUMN di bawah usia 45 tahun dapat kembali bekerja pada 25 Mei 2020, Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi juga akan membuka peluang bagi ASN untuk bekerja kembali di kantor.
ASN bisa masuk kantor setelah Idul Fitri asalkan di kotanya tidak menerapkan PSBB.
Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Tjahjo Kumolo mengungkapkan, ASN bisa masuk kantor setelah Idul Fitri asalkan di kotanya tidak menerapkan PSBB.
”Prinsipnya menunggu penetapan PSBB di satu kota. Kalau masih PSBB, ya, tetap WFH (work srom home), kecuali tugas-tugas pelayanan masyarakat,” kata Tjahjo melalui pesan singkat di Jakarta, Selasa (19/5/2020).
Ia menyebutkan, sistem piket bagi instansi pelayanan publik akan disesuaikan dengan kebutuhan. Semua ASN yang bekerja di rumah sakit, misalnya, bisa bekerja di kantor, sedangkan petugas imigrasi dapat masuk secara bergantian.
Ketua Komisi II DPR Ahmad Doli Kurnia Tandjung mengatakan, hampir semua negara sependapat bahwa Covid-19 tidak dapat ditaklukkan dengan cepat. ”Jadi, kita harus membiasakan diri berdampingan dengan Covid. Artinya, kita dituntut mau tidak mau, suka tidak suka untuk menyesuaikan diri. Ini yang disebut new normal,” kata Doli.
Kita harus membiasakan diri berdampingan dengan Covid. Artinya, kita dituntut mau tidak mau, suka tidak suka untuk menyesuaikan diri. Ini yang disebut new normal.
Ia menuturkan, situasi normal baru tersebut sedang dicari dan disusun. Langkah-langkah yang diambil pemerintah seperti Menteri BUMN harus menyesuaikan dengan situasi yang baru. Mereka harus melakukan perubahan dan penyesuaian. Sebelumnya mereka menerapkan WFH dan sekarang secara bertahap mengatur tenaga pegawai yang dianggap fisiknya cukup kuat bekerja seperti biasa.
”Tentu dengan salah satu norma baru. Catatannya semua harus dengan pendekatan protokol kesehatan. Itu salah satu poin penting dari normal baru,” ujar Doli.
Ahli epidemiologi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, Tri Yunis Miko Wahyono, mengatakan, provinsi yang tidak menerapkan PSBB berarti tidak ada transmisi lokal. Daerah tersebut seharusnya aman karena kasus yang ada bisa diisolasi.
Menurut Tri, kebijakan ASN mulai bekerja di kantor dapat dilakukan di daerah yang tidak menerapkan PSBB, terutama yang berkaitan untuk pelayanan publik. ”Kalau benar-benar tidak ada transmisi lokal dan semua kasus diisolasi, ya, boleh saja semua ASN bekerja,” kata Tri.
Ia menjelaskan, daerah yang tidak ada transmisi lokal berarti semua kasusnya berasal dari daerah yang terdampak Covid-19, seperti Jakarta. Daerah tersebut dapat menerapkan isolasi penuh bagi penderita Covid-19 dan orang yang melakukan kontak dengannya.
Setiap provinsi bersama dengan gugus tugas mengevaluasi untuk memastikan tidak ada transmisi lokal. Selain itu, sebelum PSBB dibuka, daerah tersebut perlu melakukan survei terlebih dahulu apakah berisiko atau tidak.
Ketika sudah tidak ada kasus lagi, maka situasi akan aman. Namun, tetap perlu dipastikan orang yang mulai bekerja di kantor tidak melakukan kontak dengan orang yang tertular Covid-19. ASN yang mulai bekerja di kantor tetap harus mematuhi protokol kesehatan, seperti menggunakan masker, menjaga jarak, dan kebersihan.
Ia menyarankan, setiap provinsi bersama dengan gugus tugas mengevaluasi untuk memastikan tidak ada transmisi lokal. Selain itu, sebelum PSBB dibuka, daerah tersebut perlu melakukan survei terlebih dahulu apakah berisiko atau tidak. Survei itu perlu dilakukan karena dikhawatirkan ada kasus yang tidak terdeteksi.
Akan tetapi, untuk wilayah Jakarta sebaiknya tidak membuka PSBB sebab kasusnya sulit diidentifikasi, khususnya di daerah kumuh. PSBB dapat dibuka di daerah yang kontaknya mudah diidentifikasi, seperti di Kalimantan Tengah. Kasus di daerah tersebut diketahui pulang dari daerah yang terdampak Covid-19, yakni Jakarta.
Penderita Covid-19 tersebut dan orang yang melakukan kontak dengannya langsung diisolasi. Cara itu membuat risiko penularan menjadi tidak ada.