Warga Saling Bantu di Tengah Ketidakpastian Pandemi Covid-19
Warga bantu warga sangat berarti di tengah ketidakpastian pandemi korona jenis baru karena masih banyak warga yang belum tersentuh program pemerintah.
Oleh
Fransiskus Wisnu Wardhana Dany
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Inisiatif warga bantu warga tumbuh subur di tengah ketidakpastian pandemi korona jenis baru. Bantuan tersebut sangat berarti karena belum semua warga tersentuh program pemerintah.
Pandemi korona jenis baru membuat semua orang harus di rumah saja guna menekan penyebarannya. Alhasil, banyak warga kelimpungan memenuhi kebutuhan sehari-hari karena tidak ada pemasukan hingga pemutusan hubungan kerja (PHK).
Salah satunya mahasiswa asal Nusa Tenggara Timur (NTT) di Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi. Mereka kelimpungan membayar indekos dan memenuhi kebutuhan sehari-hari. Apalagi, ada pengeluaran tambahan untuk pembelajaran jarak jauh secara daring.
Situasi tersebut melahirkan solidaritas muda-mudi asal provinsi tersebut untuk menggalang donasi melalui komunitas Garda NTT. Setidaknya 1.000 paket bahan makanan sudah didistribusikan dalam lima tahap sejak awal Mei. Adapun satu paket bahan makanan terdiri dari 5 kg beras, 1 rak telur, 5 bungkus mi, dan minyak. Setiap mahasiswa menerima satu paket.
”Kami tetap butuh dukungan semua pihak karena ketidakpastian pandemi ini,” ucap perwakilan Garda NTT, Wlfridus Yons Ebit, Senin (18/5/2020).
Garda NTT sejak awal April mulai mendata mahasiswa asal NTT di berbagai universitas. Perwakilan mahasiswa dalam jejaring itu turut aktif membantu proses pendataan. Sebanyak 1.700 mahasiswa terdata sebagai penerima bantuan.
Mohammad Rizfaldo Akbar (22) bersama sembilan temannya juga menggalang donasi untuk warga yang belum tersentuh program pemerintah di Kota Malang, Jawa Timur. Mereka menamai aktivitas itu #DimulaiDariKita.
Aktivitas tersebut berlangsung sejak April. Penggalangan pertama berupa bantuan nasi bungkus untuk pekerja informal di Alun-alun Kota Malang. ”Terkumpul saat itu Rp 2.000.000, semua dialokasikan untuk makanan. Kami bagikan kepada tukang parkir, pak ogah, sopir angkot, dan tukang becak,” ucap Akbar.
Banyak warga mulai melakukan hal serupa di penjuru kota. Lantas, Akbar dan teman-temannya bergeser dengan membantu warga di permukiman yang belum tersentuh program pemerintah.
Kali ini tengah berlangsung penggalangan dana untuk 110 keluarga di Kampung warna-warni Jodipan. Menurut rencana, penyaluran akan berlangsung tengah pekan ini. Kampung warna-warni itu merupakan salah satu destinasi wisata di Kota Malang. Semenjak pandemi, kampung wisata tersebut tutup total sehingga tidak ada aktivitas wisata. Imbasnya, beragam usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) terdampak serta roda perekonomian terhenti.
Menurut Akbar, belum semua warga tersentuh bantuan pemerintah di situ. Informasi diperoleh dari perangkat dan aparatur setempat. ”Masih belum merata pembagian dari pihak terkait,” ujarnya.
Penggalangan dana dari lembaga berbadan hukum ataupun perseorangan tumbuh subur. Meski penanganan pandemi masih dianggap belum sempurna, fenomena ini diapresiasi berbagai kalangan, baik dari dalam maupun luar negeri. Negara, dalam konteks ini, tidak bisa berjalan sendiri. Modal sosial masyarakat yang sudah terbentuk sejak lama ini harus dikoordinasikan dengan baik.
”Inisiatif mereka harus dikoordinasikan dan tidak dibiarkan bergerak sendiri supaya gerakan solidaritas ini bisa lebih sistematis,” kata sosiolog Universitas Indonesia, Imam B Prasodjo, Minggu (17/5/2020).
Menurut dia, di hampir setiap bencana, mulai dari bencana kasatmata, seperti gempa dan tsunami, hingga pandemi Covid-19, solidaritas sosial bangsa menguat. Warga atau komunitas dan lembaga bergerak menggalang bantuan.
Tumbuhnya solidaritas di Indonesia ini sejalan dengan catatan 2018 bahwa untuk pertama kali Indonesia dianggap sebagai negara paling dermawan di dunia oleh Charities Aid Foundation melalui World Giving Index 2018. Skor kedermawanan Indonesia 59 persen, diukur dari pertolongan kepada orang asing yang membutuhkan, mendonasikan uang, dan kesediaan menjadi sukarelawan.
Untuk hal berdonasi, Indonesia berada di posisi kedua dengan skor 78 persen. Sementara Legatum Prosperity Index pada 2019 memosisikan Indonesia di urutan kelima dari 167 negara dalam kategori modal sosial. Kategori ini mengukur kemampuan personal dan hubungan sosial, nilai-nilai sosial, dan partisipasi masyarakat sebagai warga negara.