Sebanyak 152 orang merayakan Idul Fitri tanpa keluarga karena menjalani karantina di GOR Satria Purwokerto, Banyumas, Jawa Tengah, Minggu (24/5/2020). Mereka bersabar menjalani karantina demi keselamatan sesama.
Oleh
Wilibrordus Megandika Wicaksono
·4 menit baca
Wartam (45) duduk bersandar lesu pada sebuah ayunan di taman bermain di kompleks GOR Satria, Purwokerto, Banyumas, Jawa Tengah, Minggu (24/5/2020) pagi. Tangannya menggenggam telepon seluler. Kepalanya tertunduk sembari mendengarkan suara anggota keluarganya melalui sambungan telepon.
Hari raya kali ini, ia tertawan rindu di karantina. Meski GOR Satria hanya berjarak sekitar 12 kilometer dari rumahnya di Desa Kutaliman, Kecamatan Kedungbanteng, Wartam urung bersua setelah baru saja kembali dari Jakarta. Di era pandemi Covid-19 ini, Wartam harus menjalani karantina di sana sebelum bertemu orang yang dicinta.
”Istri bilang supaya saya bersabar menjalani karantina di sini,” kata Wartam yang sudah tiga hari berada di GOR Satria.
Wartam nekat pulang karena tak punya kerjaan lagi. Pabrik kacang, tempatnya bekerja di Jakarta tutup. Tak berpenghasilan, ia nekat pulang. Berhasil lolos dari penjagaan ketat pembatasan sosial berskala besar Ibu Kota, ia kena pemeriksaan di perbatasan desanya.
Kini, tak bisa langsung pulang, Wartam terpaksa berbohong kepada dua anaknya. Dia mengatakan, tidak mudik dan bertahan di Jakarta. Kalau tahu saya di sini, mereka bisa nangis dan mencari saya,” tuturnya.
Dia tidak sendirian. Di GOR Satria, ada 152 orang dikarantina karena baru kembali dari luar kota. Mereka ditempatkan di tiga gedung berbeda. Mereka harus menjalani karantina minimal tujuh hari. Setelah itu, mereka akan menjalani tes cepat. Jika hasilnya nonreaktif, mereka diperkenankan pulang tapi harus mengarantina diri di rumah.
Hingga 23 Mei 2020, jumlah pasien positif Covid-19 di Banyumas ada 63 orang. Dari jumlah itu, 18 orang dirawat, 42 orang sembuh, dan 3 orang meninggal. Karantina warga yang baru kembali dari luar kota menjadi salah satu upaya pemerintah menekan penyebaran Covid-19.
Rudi Setiawan (39), warga Kaliori, Banyumas, juga harus menjalani karantina karena baru kembali dari Bali. Rudi telah empat hari tinggal di GOR. “Saya bekerja di bidang interior. Saya pulang kampung karena semua perantau harus pulang, belum tahu sampai kapan bakal begini,” kata Rudi.
Meski sedih dan tidak nyaman menjalani karantina, Rudi tetap bertahan dan mencoba bersabar. ”Jujur saja tidak senang. Inginnya di rumah dekat dengan keluarga, ketemu sama anak. Ini terpaksa demi keamanan semua. Kontak dengan keluarga paling lewat telepon, ya, pasti nelangsa,” papar Rudi yang juga memiliki dua anak yang masih kecil.
Hal serupa disampaikan Mutriah (26), warga Kedungbanteng, yang baru kembali dari Bandung. ”Rasanya sedih. Tadi juga nangis, tapi mau bagaimana kita harus menuruti anjuran pemerintah demi kebaikan bersama,” kata Mutriah yang telah tiga hari menjalani karantina.
Mutriah pun belum bisa berjumpa dan sungkem kepada orangtua. Baru adiknya saja yang sempat menengok dirinya sejenak di tempat karantina ini. ”Tadi pagi telepon orangtua, tetapi malah nangis. Ya, sudah besok lagi saja teleponnya,” tutur Mutriah yang bekerja sebagai karyawati pembuat kue kering di Bandung.
Rasanya sedih. Tadi juga nangis, tapi mau bagaimana kita harus menuruti anjuran pemerintah demi kebaikan bersama
Bupati Banyumas Achmad Husein menyempatkan diri datang ke tempat karantina itu, Minggu. Dia menyampaikan selamat Idul Fitri serta memohon maaf jika ada kekurangan dalam melayani warga, terutama mereka yang dikarantina. Ke depan, Husein mengatakan, pihaknya bakal berusaha mendorong warga yang memiliki keterampilan khusus untuk mandiri dengan bantuan modal usaha.
Dalam kesempatan itu, Husein juga makan ketupat opor bersama para warga. Warga memanfaatkan kesempatan ini untuk berkeluh kesah dan juga sesekali minta foto bersama. Ada yang ingin hiburan organ tunggal sampai menu makan yang diharapkan bervariasi.
Kunjungan dan janji bupati bagi para perantau itu jelas menjadi angin segar. Namun, Wartam tidak bisa menyembunyikan kekhawatirannya. Ditanya bakal apa setelah pandemi, dia tidak bisa membayangkannya. Wartam belum tahu ke depannya mau bekerja apa di kampung halaman. Ia masih berharap bisa kembali bekerja di Jakarta.
”Hanya saya yang kini bekerja. Istri tidak kerja. Anak pertama sudah tidak sekolah, nganggur,” katanya.
Tak ada yang tahu kapan pandemi ini bakal usai. Semoga akhirnya bakal berujung bahagia untuk semua yang kini tengah rindu berkumpul bersama keluarga.