Penerbangan Digagalkan, Enam Balon Udara Disita di Wonosobo
Tradisi menerbangkan balon udara ukuran besar secara bebas untuk menyemarakkan Idul Fitri masih berlangsung di Wonosobo. Petugas gabungan menyita enam balon udara karena membahayakan penerbangan dan mengundang keramaian.
Oleh
Wilibrordus Megandika Wicaksono
·3 menit baca
WONOSOBO, KOMPAS — Tim gabungan dari pemerintah kecamatan, koramil, dan Kepolisian Sektor Kalikajar Resor Wonosobo menggagalkan sejumlah upaya penerbangan balon udara berukuran besar di Kalikajar, Wonosobo, Jawa Tengah, Senin (25/5/2020) pagi. Enam balon udara berukuran sedang hingga besar berbahan kertas dan plastik disita dari warga dan pembuat balon.
”Kami melaksanakan kegiatan ini karena ngeman (memperhatikan) warga berkaitan dengan penyebaran Covid-19,” kata Camat Kalikajar Bambang Trie dalam keterangan tertulis yang diterima pada Senin.
Bambang juga menyampaikan, patroli dan penindakan ini dilakukan demi keselamatan warga. Pihaknya menyayangkan masih banyak warga yang melakukan pelanggaran terkait penerbangan balon ini.
Seperti diketahui, penerbangan balon udara menjadi salah satu tradisi warga di Jateng, termasuk Wonosobo, dalam memeriahkan Lebaran. Namun, aktivitas ini belakangan dilarang, terutama karena dianggap mengganggu penerbangan. Selain itu, penerbangan balon udara juga biasanya mengundang banyak warga untuk menonton sehingga menyalahi protokol kesehatan di masa pandemi Covid-19.
”Penerbangan balon, apalagi yang dilepas, jelas merupakan pelanggaran hukum. Ditambah, pada tahun ini, untuk menekan penyebaran Covid-19, semua penerbangan balon dilarang sebagai upaya pencegahan timbulnya kerumunan,” kata Bambang menegaskan.
Produk hukum yang dimaksud adalah Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 40 Tahun 2018 tentang Penggunaan Balon Udara pada Kegiatan Budaya Masyarakat. Berdasarkan peraturan itu, balon udara hanya diperbolehkan berdiameter maksimal 4 meter dengan tinggi 7 meter. Balon juga harus diikat dan diterbangkan dengan ketinggian maksimal 150 meter.
Dua pemuda pembuat balon dibawa ke kantor polisi terdekat didampingi perangkat desa. Mereka selanjutnya mendapat pengarahan dari perangkat Musyawarah Pimpinan Kecamatan (Muspika) Kalikajar.
Penerbangan balon, apalagi yang dilepas, jelas pelanggaran undang-undang. Ditambah, pada tahun ini, untuk menekan penyebaran Covid-19, semua penerbangan balon dilarang sebagai upaya pencegahan timbulnya kerumunan.
Komandan Koramil Kalikajar Kapten Sarwiyono mengungkapkan, berkaitan dengan penolakan oleh warga yang sempat terjadi, pihaknya mengimbau agar masyarakat paham bahwa petugas hanya melaksanakan tugas sesuai undang-undang.
”Oleh karena itu, kami meminta kerja sama dari warga guna mematuhi aturan ini agar tidak terjadi hal serupa di kemudian hari,” ujarnya.
Kepala Kepolisian Sektor Kalikajar Inspektur Satu Budi Rustanto juga menyayangkan kejadian penerbangan balon tersebut. Terlebih sempat ada penolakan dari warga setempat saat hendak diamankan.
”Kenapa tadi warga yang sempat menolak langsung kami amankan ke mapolsek. Alasan utamanya adalah menghindari kerumunan orang banyak. Kami sebagai petugas sudah bekerja keras selama lebih dari dua bulan, akan sia-sia jika masih terjadi seperti ini (keramaian) hanya karena masalah penerbangan balon saja,” tutur Budi.
Kami sebagai petugas sudah bekerja keras selama lebih dari dua bulan, akan sia-sia jika masih terjadi seperti ini (keramaian) hanya karena masalah penerbangan balon saja.
Ia menambahkan, pihaknya tidak berkeberatan jika diharuskan memproses pelanggaran ini. Menurut dia, ancaman pidana dalam pelanggaran ini jelas, yakni 10 tahun penjara atau denda Rp 500 juta. Namun, mengingat warga masih bisa dibina, kepolisian menyerahkan warga kembali kepada kepala desa dan perangkat dengan syarat tidak mengulangi perbuatannya. Adapun balon udara yang disita akan dimusnahkan.
Menanggapi hal tersebut, Kepala Desa Kembaran Agung Hermawan mengungkapkan permintaan maafnya dengan adanya penerbangan balon udara di Desa Kembaran. ”Kami mohon maaf yang sebesar-besarnya atas adanya warga kami yang masih nekat menerbangkan balon udara dan membuat kerumunan. Semoga ke depannya kejadian ini tidak terulang,” katanya.
Berdasarkan catatan Kompas 18 Juni 2018, di Wonosobo setidaknya pernah disita 30 balon udara berukuran besar. Kemudian, pada 2019, masih di Wonosobo, disita 34 balon udara (Kompas, 10/6/2019). Penerbangan balon udara secara bebas membahayakan penerbangan pesawat udara. Ukuran tinggi balon bisa mencapai 9 meter dengan diameter 4 meter.
Oleh karena itu, tahun lalu, tradisi penerbangan balon udara untuk menyemarakkan Idul Fitri itu oleh pemerintah setempat ditertibkan dengan menambatkan balon menggunakan tali supaya tidak terbang liar. Kali ini, penertiban juga digencarkan, selain demi keselamatan penerbangan pesawat, untuk menghindari kerumunan warga guna mencegah penyebaran virus korona jenis baru penyebab penyakit Covid-19.