Segala bentuk intimidasi terhadap diskusi akademis perlu dikecam. Tindakan intimidasi tersebut mengganggu perkembangan pemikiran di lingkungan akademis. Kebebasan berpendapat dalam ranah akademis perlu dijamin.
Oleh
NINO CITRA ANUGRAHANTO
·3 menit baca
YOGYAKARTA, KOMPAS — Segala bentuk intimidasi terhadap diskusi akademis seharusnya tidak perlu terjadi. Hal itu mengganggu perkembangan pemikiran dan kebebasan berpendat di lingkungan akademis.
”Intimidasi, pembubaran, hingga pemaksaan membatalkan diskusi adalah tindakan yang tidak bisa ditoleransi hukum demi tegaknya HAM (hak asasi manusia) dan kebebasan akademik,” kata Rektor Universitas Islam Indonesia (UII) Fathul Wahid, di Yogyakarta, Sabtu (30/5/2020).
Pernyataan itu dikeluarkan menyusul perlakuan intimidatif yang dialami Guru Besar Hukum Tata Negara UII Ni’matul Huda. Sebelumnya, dia diundang sebagai pembicara dalam diskusi daring berjudul ”Meluruskan Persoalan Pemberhentian Presiden Ditinjau dari Sistem Ketatanegaraan” pada 29 Mei 2020.
Penyelenggaranya adalah Constitutional Law Society Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (FH UGM). Hingga 28 Mei 2020, sudah ada 250 pendaftar peserta diskusi. Namun, acara itu batal digelar karena penyelenggara hingga pembicaranya terintimidasi.
Dekan Fakultas Hukum UII Abdul Jamil menyampaikan, ada sejumlah orang tak dikenal menggedor-gedor pintu rumah Ni’matul. Ada pula orang-orang mencurigakan lalu lalang di sekitar rumahnya. Hal tersebut berlangsung sejak Kamis (28/5/2020) malam hingga Jumat (29/5/2020) pagi.
”Kami sepakat membentuk dua tim. Pertama, tim hukum yang nanti dilakukan LKBH (Lembaga Konsultasi dan Bantuan Hukum) FH UII. Dan, ada tim kedua yang menyikapi secara akademik,” lanjut Jamil.
Dekan FH UGM Sigit Riyanto menyatakan, intimidasi juga dialami sejumlah mahasiswanya yang menjadi penyelenggara acara diskusi tersebut. Intimidasinya berupa teks ancaman pembunuhan, telepon, kedatangan sejumlah orang tak dikenal di sekitar rumah, hingga pengiriman pesanan ojek daring. Ancaman tak hanya dialami mahasiswa, tetapi juga anggota keluarga mahasiswa tersebut.
”Dia dan keluarganya merasa tidak aman. Sebagai dekan, saya melindungi mahasiswa ini dengan menempatkannya di satu tempat aman supaya terhindar dari tekanan atau teror. Dan, supaya bisa menghadapi segala sesuatunya hingga kembali normal lagi,” tutur Sigit.
Ia melanjutkan, diskusi tersebut adalah bentuk kebebasan akademik yang hendaknya didukung bersama. Penyelenggaranya juga merupakan kelompok diskusi ilmiah mahasiswa. Ia sekaligus mengecam sikap dan tindakan intimidatif yang mengakibatkan acara tersebut batal diselenggarakan.
”Hal ini merupakan ancaman nyata bagi mimbar kebebasan akademik. Apalagi dengan menjustifikasi sepihak secara brutal. Bahkan, sebelum diskusi tersebut dilaksanakan,” ucapnya.
Sigit mengatakan, FH UGM mendorong segenap lapisan masyarakat untuk menerima dan menghormati kebebasan berpendapat dalam koridor akademik. Pihaknya juga mengajak semua pihak berkontribusi positif dalam menjernihkan segala polemik yang terjadi di masyarakat.
Hal ini merupakan ancaman nyata bagi mimbar kebebasan akademik. Apalagi dengan menjustifikasi sepihak secara brutal. Bahkan, sebelum diskusi tersebut dilaksanakan.
Selanjutnya, Sigit mengungkapkan kesediaannya berkolaborasi dan berkoordinasi dengan pihak-pihak yang ingin menuntaskan persoalan tersebut lewat jalur hukum. Ia juga menegaskan akan memberikan perlindungan dan dukungan kepada mahasiswanya agar terus berada dalam kondisi yang aman dan bisa melanjutkan kegiatannya seperti sediakala.
Kepala Bidang Humas Polda DIY Komisaris Besar Yuliyanto mengatakan belum menerima laporan teror ataupun intimidasi terkait diskusi itu. Ia mempersilakan semua pihak yang mengalami hal-hal tersebut agar melapor kepada polisi.
”Kalau ada yang melaporkan, tentu kami akan menindaklanjuti. Tindak lanjutnya, kan, bisa pengungkapan peristiwa itu. Tindak lanjut kedua, jika ada yang merasa terancam, akan kami berikan perlindungan,” ujar Yuliyanto.