Deteksi Dini Penularan, Saatnya Tes Massal Gratis Dilakukan di Kalteng
Jumlah kasus Covid-19 di Kalimantan Tengah terus meningkat seiring munculnya kluster-kluster baru. Pemerintah didesak menggelar pemeriksaan massal gratis untuk masyarakat, khususnya yang tidak memiliki gejala Covid-19.
Oleh
DIONISIUS REYNALDO TRIWIBOWO
·3 menit baca
PALANGKARAYA, KOMPAS — Jumlah kasus Covid-19 di Kalimantan Tengah terus meningkat seiring munculnya kluster-kluster baru. Pemerintah didesak menggelar pemeriksaan massal secara gratis untuk masyarakat, khususnya yang tidak memiliki gejala virus korona baru untuk deteksi dini potensi penularan.
Hal itu terungkap dalam diskusi komunitas secara daring yang diselenggarakan oleh Justice, Peace, and Integration Creation (JPIC) Kalimantan dengan tema ”Update Laporan Masyarakat ke Aplikasi LAPOR dan Dampak Covid-19 Pada Pelayanan Publik” di Palangkaraya, Minggu (31/5/2020).
JPIC menjadi mitra kerja Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan dan RB) untuk sosialisasi dan pelaksana Program CEGAH-LAPOR di Kota Palangkaraya. Program tersebut berupa aplikasi yang menjadi ruang bagi masyarakat untuk memperbaiki pelayanan publik.
Data dari Tim Gugus Tugas Covid-19 Provinsi Kalteng menunjukkan, peningkatan kasus positif terjadi dalam dua pekan terakhir. Pada Sabtu kemarin, angka kumulatif kasus positif Covid-19 di Kalteng sebanyak 397 kasus, tetapi hari ini sudah mencapai 408 kasus positif. Artinya, ada 11 kasus baru dalam sehari. Bahkan, dari Jumat (29/5/2020) hingga Sabtu kemarin, ada penambahan 31 kasus positif.
Adapun kluster terbaru penyebaran Covid-19 di Kalteng, yakni kluster Pasar Besar dan Pasar Kahayan. Hingga Sabtu kemarin, sudah ada 27 kasus positif di kluster Pasar Besar dan tiga kasus positif di kluster Pasar Kahayan.
Ironisnya, dari angka kumulatif tersebut, Kota Palangkaraya menempati urutan teratas wilayah dengan kasus terbanyak yakni 113 kasus positif. Padahal, Palangkaraya jadi satu-satunya wilayah yang melaksanakan PSBB di Kalteng.
Pelaksana Program CEGAH-LAPOR Kota Palangkaraya Bama Adiyanto menjelaskan, selama Mei, upaya penanganan pandemi Covid-19 menempati urutan teratas keluhan warga di Kota Palangkaraya. Keluhannya, antara lain, terkait karantina wilayah yang longgar, bantuan sosial, dan desakan pemeriksaan massal.
”Baru-baru ini kan viral soal tes cepat dan uji swab berbayar. Nah, banyak juga warga yang meminta supaya itu dilakukan secara gratis dan massal,” ujar Bama.
Bama menjelaskan, selama bulan Mei terdapat 61 laporan, rinciannya 42 laporan sudah selesai atau ditindaklanjuti, 17 laporan masih dalam proses, dan dua kasus dalam proses verifikasi. ”Ada beberapa laporan yang memang langsung ditindaklanjuti, bahkan dinas terkait datang langsung ke pelapor. Tapi masih ada yang belum dijawab juga,” katanya.
Kalteng tak punya anggaran yang cukup untuk melakukan pemeriksaan massal.
Sebelumnya, Wakil Ketua Tim Gugus Tugas Covid-19 Provinsi Kalteng Suyuti Syamsul mengungkapkan, Kalteng tak punya anggaran yang cukup untuk melakukan pemeriksaan massal. Untuk Kota Palangkaraya, pihaknya membutuhkan lebih kurang Rp 60 miliar untuk laksanakan rapid test massal terhadap seluruh warga kota tersebut.
”Kami fokus pada penanganan. Begitu ada kasus positif ada tim yang akan telusuri jejaknya sehingga orang-orang itu mendapatkan prioritas untuk diuji usap,” kata Suyuti.
Namun, warga yang ingin periksa mandiri dikenakan biaya besar. Pemeriksaan swab mulai dari paket I sebesar Rp 2 juta dan paket III sebesar Rp 3 juta dibebankan kepada pasien. Adapun pemeriksaan dengan rapid test dari paket I sebesar Rp 400.000, hingga paket III Sebesar Rp 820.000. Semuanya merupakan tarif pemeriksaan di RSUD Doris Sylvanus, Palangkaraya.
Direktur RSUD Doris Sylvanus Yayu Indriaty menjelaskan, biaya dikenakan bagi warga yang ingin periksa mandiri untuk kebutuhan perjalanan dengan pesawat terbang dan lainnya. Sementara pasien yang tertular tetap jadi tanggungan pemerintah. ”Jangan sampai salah kaprah, itu semua ada dasarnya juga kok,” ujar Yayu.
Freddy (40), sopir truk sewaan asal Banjarmasin, Kalimantan Selatan, mengaku, dirinya tak bisa masuk Palangkaraya karena setiap sopir diminta membawa surat keterangan rapid test atau bebas korona. Padahal, ia hanyalah sopir sewaan yang membawa truk milik orang lain.
”Saya enggak tahu sebenarnya rapid test itu apa. Baru dikasih tahu tadi. Kami enggak punya uang lebih untuk periksa begitu. Apalagi sewaan truk lagi sepi,” kata Freddy.