Muhammadiyah: Pembukaan Rumah Ibadah Jangan Sampai Ciptakan Kluster Baru
PP Muhammadiyah menyatakan, pembukaan kembali rumah ibadah di tengah pandemi Covid-19 harus dilakukan berdasarkan kajian mendalam dan diikuti penerapan protokol kesehatan.
Oleh
HARIS FIRDAUS
·4 menit baca
YOGYAKARTA, KOMPAS — Pimpinan Pusat Muhammadiyah menyatakan, pembukaan kembali rumah ibadah di tengah pandemi Covid-19 harus dilakukan berdasarkan kajian mendalam dan diikuti penerapan protokol kesehatan. Hal ini agar pembukaan rumah ibadah tidak justru menciptakan kluster penularan baru yang bisa meningkatkan jumlah pasien positif Covid-19 di Indonesia.
”Jangan sampai kemudian keputusan ini (membuka rumah ibadah) akan menjadikan kluster baru untuk penularan Covid-19,” kata Ketua Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah Agus Taufiqurrahman dalam konferensi pers di Yogyakarta, Senin (1/6/2020).
Agus menjelaskan, PP Muhammadiyah telah melakukan rapat khusus mengenai kemungkinan pembukaan rumah ibadah. Dia menyebut, dalam waktu dekat, PP Muhammadiyah akan mengeluarkan kajian mengenai kemungkinan pembukaan kembali aktivitas di rumah ibadah. ”Insya Allah dalam dua atau tiga hari ini akan keluar detailnya,” ujarnya.
Kajian itu antara lain mencakup persyaratan rumah ibadah yang bisa dibuka kembali dan digunakan untuk beribadah secara bersama-sama. Menurut Agus, pembukaan rumah ibadah harus dilakukan dengan melihat kondisi penularan Covid-19 di setiap wilayah. Oleh karena itu, pembukaan tempat ibadah tidak bisa dilakukan secara serentak di seluruh wilayah Indonesia.
Agus mengatakan, jika di suatu wilayah masih terjadi penularan Covid-19 dengan intensitas tinggi, rumah ibadah di wilayah tersebut belum direkomendasikan untuk dibuka kembali. Hal ini karena pembukaan kembali rumah ibadah tersebut berpotensi meningkatkan kasus Covid-19 di wilayah sekitarnya.
”Kalau masjid itu di lingkungan yang masih terjadi angka (penularan yang tinggi), kita katakan daerah itu belum aman untuk dilakukan proses pembukaan tempat ibadah,” kata Agus.
Untuk memetakan wilayah-wilayah yang aman untuk membuka kembali rumah ibadah, Agus menuturkan, PP Muhamadiyah akan melibatkan Muhammadiyah Covid-19 Command Center (MCCC) di setiap daerah. Hasil kajian dari MCCC di setiap daerah akan menjadi bahan untuk memberi rekomendasi apakah rumah ibadah di suatu wilayah bisa dibuka atau tidak.
Shalat Jumat
Selain itu, PP Muhammadiyah juga menyiapkan protokol pencegahan penularan Covid-19 yang bisa diterapkan ketika rumah ibadah dibuka kembali. Protokol itu mencakup beragam aspek, termasuk penyelenggaraan shalat Jumat secara berjemaah di masjid.
Agus menyatakan, untuk mencegah risiko penularan Covid-19, harus ada aturan physical distancing atau menjaga jarak fisik satu sama lain di masjid, termasuk saat penyelenggaraan shalat Jumat. Kondisi itu menyebabkan jumlah jemaah shalat Jumat juga harus dibatasi.
Melihat kondisi itu, PP Muhammadiyah berpendapat, sebuah masjid bisa saja menggelar Shalat Jumat secara bergiliran. Oleh karena itu, penyelenggaraan shalat Jumat di satu masjid bisa saja digelar lebih dari sekali dalam satu hari. Hal ini agar semua anggota jemaah tetap bisa menjalankan shalat Jumat secara berjemaah, tetapi tetap menerapkan protokol kesehatan untuk mencegah penularan Covid-19.
Jadi, bisa saja shalat Jumat pertama pukul 12 siang, nanti jam satu siang bisa diselenggarakan lagi.
”Kalau semua masjid harus melakukan physical distancing, shalat Jumat di setiap masjid tidak cukup hanya satu angkatan. Itu sudah kami kaji apakah memungkinkan di Indonesia ini shalat Jumat lebih dari satu angkatan setiap Jumatan,” ujar Agus.
Agus menuturkan, di sejumlah negara lain, shalat Jumat secara bergiliran itu sudah biasa dilakukan karena ada keterbatasan jumlah masjid. Oleh karena itu, shalat Jumat secara bergiliran juga bisa dipraktikkan di Indonesia karena sedang ada kondisi darurat akibat penularan Covid-19. ”Jadi, bisa saja shalat Jumat pertama pukul 12 siang, nanti jam satu siang bisa diselenggarakan lagi,” katanya.
Dia menambahkan, PP Muhammadiyah telah melakukan kajian berdasarkan fikih atau ilmu hukum Islam mengenai penyelenggaraan shalat Jumat secara bergiliran. Berdasarkan kajian fikih, penyelenggaraan shalat Jumat dengan bergiliran itu boleh dilakukan.
”Intinya, dari sisi fikih juga tidak ada masalah kalau memang masjid itu tidak mencukupi karena harus ada physical distancing. Jadi, kalau satu angkatan tidak cukup, bisa shalat Jumat di angkatan berikutnya,” ujar Agus.
Ketua MCCC PP Muhammadiyah Agus Syamsuddin mengatakan, saat ini memang banyak umat Islam yang sudah rindu untuk beribadah di masjid. Namun, dia mengingatkan, harus ada penerapan protokol kesehatan secara ketat agar warga yang beribadah di masjid tidak tertular Covid-19.
”Orang sudah rindu untuk datang ke masjid, tapi kita juga ingin mengingatkan para anggota jemaah supaya tidak tertular. Jangan sampai masjid menjadi pusat penularan baru dari Covid-19 ini,” ujar Agus Syamsuddin.