Salah Paham Berujung Keributan di RS Pancaran Kasih Manado
Keributan yang dipicu kemarahan keluarga pasien dalam pengawasan atau PDP di Rumah Sakit GMIM Pancaran Kasih Manado, Sulawesi Utara, dipastikan hanya bentuk kesalahpahaman.
Oleh
KRISTIAN OKA PRASETYADI
·4 menit baca
MANADO, KOMPAS – Keributan yang dipicu kemarahan keluarga pasien dalam pengawasan atau PDP di Rumah Sakit GMIM Pancaran Kasih Manado, Sulawesi Utara, dipastikan hanya bentuk kesalahpahaman. Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Manado berharap warga dapat lebih memercayai petugas medis dan pemerintah dalam mengatasi pandemi.
Dalam pernyataan resmi, Selasa (2/6/2020), Direktur Utama RS GMIM Pancaran Kasih dr Franky Kambey mengatakan, pihaknya hanya menjalankan tugas sesuai protokol yang ditetapkan pemerintah, termasuk menguburkan pasien dalam pengawasan (PDP) sesuai prosedur Covid-19. Ia pun menyayangkan tuduhan bahwa rumah sakitnya berupaya menyogok keluarga seorang PDP agar menyepakati penguburan sesuai prosedur.
“Apabila PDP atau ODP (orang dalam pengawasan) meninggal, ada protokol yang harus digunakan untuk penguburan. Ini karena kita dalam keadaan pandemi sehingga protokol sifatnya wajib,” kata Franky.
Sehari sebelumnya, PDP bernama Yamin Lasarika (52), warga Kelurahan Ternate Baru, meninggal karena pneumonia. Karena berstatus PDP, pihak rumah sakit menyatakan akan menguburnya dengan terlebih dahulu menempatkan jenazahnya ke dalam peti. Namun, keluarga almarhum tidak menyepakatinya.
Anak Yamin, Khairullah Lasarika (28), mengatakan, keluarga merasa keberatan karena mereka beragama Islam. Sesuai tuntunan agama, jenazah hanya dikuburkan berbalut kain kafan. Di samping itu, Khairullah merasa ayahnya tidak positif Covid-19.
Khairullah juga mengatakan dirinya disogok sejumlah gulungan uang Rp 50.000 oleh salah satu dokter di RS GMIM Pancaran Kasih. Ia menganggap uang itu adalah bentuk sogokan agar keluarga berkenan mengizinkan jenazah Yamin dikuburkan dengan prosedur Covid-19.
“Katanya, itu uang dari rumah sakit. Saya ditawari tiga kali setelah selesai memandikan jenazah Bapak, tapi saya tidak terima. Buat apa bikin warga takut dengan memaksa penguburan Covid-19,” ujarnya.
Apabila PDP atau ODP (orang dalam pengawasan) meninggal, ada protokol yang harus digunakan untuk penguburan
Penawaran uang itu memantik kemarahan Khairullaj. Ia pun memanggil keluarga dan para tetangganya yang kemudian mengambil paksa jenazah Yamin untuk disemayamkan di rumah, lalu dikuburkan.
Terkait hal ini, Franky mengatakan, pihaknya hanya berupaya mematuhi protokol sekaligus fatwa Majelis Ulama Indonesia yang menetapkan korban Covid-19 mesti ditempatkan dalam peti sebelum dikubur. Adapun uang yang diberikan bukan bentuk sogok.
“Biasanya, ada tiga petugas kami yang memandikan, menshalatkan, dan mengafani ODP, PDP, atau pasien positif Covid-19 yang meninggal. Ada insentif Rp 500.000 per orang. Tetapi hari ini hanya ada satu petugas sehingga seorang imam dan keluarga pasien yang menggantikan. Uang itu kami berikan juga sebagai bentuk belasungkawa,” kata Franky.
Franky juga menyatakan tidak dapat mencegah massa yang mengambil paksa jenazah. Ia tidak pernah memberikan izin karena tidak ingin melanggar protokol kesehatan. “Belum ada hasil pemeriksaan swab, belum bisa dikonfirmasi positif atau negatif,” kata dia.
Menanggapi hal ini, Juru Bicara Gugus Tugas Covid-19 Kota Manado drg Sanil Marentek berharap masyarakat dapat lebih memercayai pemerintah dan tenaga medis dalam penanganan pandemi. Ia juga berharap keluarga yang ditinggalkan bisa lebih berbesar hati.
“Pasien ini statusnya PDP, belum diketahui positif atau negatif. Kalau ternyata positif, tim surveilans kami harus bekerja keras melacak kontak erat. Ini bisa menghambat upaya kita merealisasikan normal baru dan mengembalikan kehidupan kita seperti semula,” kata Sanil.
Di samping itu, ia menegaskan, penanganan Covid-19 bukanlah bisnis terselubung rumah sakit. Memang ada biaya yang harus dikeluarkan, tetapi ada pula protokol kesehatan yang harus dipatuhi.
Menurut Surat Keputusan Menteri Kesehatan Nomor HK.01.07/MENKES/238/2020 tentang Petunjuk Teknis Klaim Penggantian Biaya Perawatan Pasien Penyakit Infeksi Emerging Tertentu, rumah sakit yang merawat ODP, PDP, dan pasien positi Covid-19 dapat mengklaim biaya. Biaya berkisar Rp 7,5 juta-Rp 15,5 juta per hari untuk pasien tanpa komplikasi dan Rp 9,5 juta-Rp 16,5 juta per hari untuk pasien dengan komplikasi.
Biaya pemulasaraan jenazah pun dapat diklaim dengan total Rp 3,36 juta. Biaya itu mencakup kantong, plastik, peti, dan disinfektan jenazah. Franky mengatakan, biaya lain yang mahal adalah alat pelindung diri yang dibutuhkan dalam perawatan dan penguburan.
RS GMIM Pancaran Kasih adalah salah satu rumah sakit yang ditunjuk untuk menangani pasien Covid-19 di Manado. Total 22 PDP dirawat di rumah sakit tersebut.