Tanpa Pengusutan Tuntas, Teror Diskusi Ilmiah UGM Jadi Preseden Buruk
Insiden teror yang dialami pembicara dan penyelenggara diskusi dari Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada Yogyakarta, harus diusut tuntas. Intimidasi menunjukkan ancaman kebebasan demokrasi pada dunia pendidikan.
Oleh
NINO CITRA ANUGRAHANTO
·3 menit baca
YOGYAKARTA, KOMPAS—Insiden teror yang dialami pembicara dan penyelenggara diskusi dari Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada Yogyakarta, harus diusut tuntas. Intimidasi menunjukkan demokrasi di dunia akademik masih terancam. Tanpa pengusutan tuntas, kejadian ini akan menjadi preseden buruk kebebasan berpendapat di dunia pendidikan.
“Kasus ini harus diusut tuntas. Ini membahayakan bagi dunia akademik. Kalau ini tidak diselesaikan dengan baik akan berkembang terus menerus,” kata Dekan Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia (FH UII) Abdul Jamil, di Markas Kepolisian Daerah Istimewa Yogyakarta (Polda DIY), Selasa (2/6/2020).
Dalam kesempatan itu, Abdul mendampingi Guru Besar Hukum Tata Negara, FH UII, Ni’matul Huda melaporkan dan mengadukan kepada polisi atas teror serta pencemaran nama baik yang dialaminya. Laporan polisi tercatat dengan nomor LP-B/0309/VI/2020/DIY/SPKT, sedangkan pengaduannya tercatat dalam surat pengaduan bernomor REG/0270/VI/2020/DIY/SPKT.
Teror dan intimidasi dialami Ni’matul terkait keterlibatannya menjadi pembicara dalam sebuah diskusi ilmiah bertajuk “Meluruskan Persoalan Pemberhentian Presiden Ditinjau dari Sistem Ketatanegaraan”. Penyelenggara kegiatan yakni Constitutional Law Society, Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (CLS FH UGM). Organisasi itu beranggotakan sejumlah mahasiswa hukum tata negara dari perguruan tinggi tersebut. Rencananya, diskusi digelar secara daring pada Jumat (29/5/2020).
Namun, pada Jumat siang, panitia memutuskan untuk membatalkan diskusi tersebut. Alasan keamanan menjadi pertimbangan utama. Sebab, panitia dan pembicara mengalami teror lewat pengiriman pesan singkat yang isinya ancaman pembunuhan. Bahkan, ancaman tersebut juga dikirimkan kepada anggota keluarga panitia penyelenggara. Ancaman dialami sejak Kamis (28/5/2020).
Panitia dan pembicara mengalami teror lewat pengiriman pesan singkat yang isinya ancaman pembunuhan. Bahkan, ancaman tersebut juga dikirimkan kepada anggota keluarga panitia penyelenggara.
Ni’matul menceritakan, rumahnya juga sempat didatangi orang tak dikenal. Ia kurang tahu pasti berapa jumlahnya. Ia memperkirakan, ada lebih dari dua orang yang mendatangi rumahnya. “Orang-orang itu datang lebih dari pukul 22.00 WIB. Mereka ketok pintu, gedor pintu, dan teriak panggil nama saya. Tetapi, tidak saya bukakan,” katanya.
Ni’matul menjelaskan, isi dari diskusi daring yang disoal tersebut rencananya berkaitan dengan pemakzulan presiden secara teoritis. Ia menegaskan, diskusi itu hanya membahas persoalan akademik.
Dekan FH UGM Sigit Riyanto, mengungkapkan, pihaknya berupaya memberikan perlindungan kepada mahasiswanya yang mengalami teror dan intimidasi tersebut. Mahasiswa itu dipindahkan ke tempat yang aman bersama keluarganya mengingat ancaman juga ditujukan oleh orang asing ke keluarga mahasiswa terkait.
Selanjutnya, Sigit menyatakan, pihaknya mengecam tindakan intimidatif yang mengakibatkan batalnya penyelenggaraan diskusi ilmiah. Ia menegaskan, diskusi yang akan diselenggarakan tersebut merupakan kegiatan akademis.
Ini merupakan ancaman nyata bagi mimbar kebebasan akademik. Apalagi dengan menjustifikasi sepihak secara brutal. Bahkan, sebelum diskusi tersebut dilaksanakan. (Sigit Riyanto-Dekan FH UGM)
“Hal ini merupakan ancaman nyata bagi mimbar kebebasan akademik. Apalagi dengan menjustifikasi sepihak secara brutal. Bahkan, sebelum diskusi tersebut dilaksanakan,” kata Sigit.
Sementara itu, Kepala Sub Bidang Penerangan Masyarakat Polda DIY, Ajun Komisaris Besar Verena SW, menyampaikan, laporan dari Ni’matul telah diterima jajaran kepolisian. Ia menyatakan, kasus tersebut akan ditangani sebagaimana mestinya sesuai prosedur.
“Pada hari ini, kami menerima laporan dari korban. Satu pengaduan dan satu laporan polisi. Tentu laporan beliau akan kami tindak lanjuti sesuai proses yang berlaku,” ujar Verena.
Terkait hal itu, Abdul Jamil menyatakan, pihaknya akan mengawal kasus teror dan intimidasi tersebut. Ia meminta kasus tersebut ditangani dengan proses yang benar. Segala hal diserahkan kepada mekanisme hukum yang berlaku. Penanganan yang objektif diharapkan membuat kasus teror dalam dunia akademik tak berulang. “Kami bicaranya ke depan, jangan sampai urusan akademik akan menjadi teror terus menerus,” kata Jamil.