Dua kurir narkoba, Deni Santoso (48) dan Herman (60), divonis hukuman mati karena terbukti menyelundupkan sabu dari Batam ke Sumatera Selatan. Ini merupakan pengungkapan kasus narkoba terbesar di Sumsel.
Oleh
RHAMA PURNA JATI
·3 menit baca
PALEMBANG, KOMPAS - Majelis Hakim Pengadilan Negeri Klas 1A Palembang menjauhi hukuman mati pada dua terdakwa yang merupakan kurir sabu sebanyak 79 kilogram di kawasan Perairan Muara Sungsang, Kabupaten Banyuasin, Rabu (3/6/2020). Mereka terbukti telah melakukan pemufakatan jahat untuk mengedarkan narkoba di kawasan Sumatera Selatan.
Dalam sidang yang digelar secara virtual tersebut, Ketua Majelis Hakim, Erma Suharti membacakan putusan vonis terhadap kedua terdakwa yakni Deni Santoso (48) dan Herman (60). Keduanya terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan penyelundupan sabu sebanyak 79 kilogram. Ini merupakan kasus dengan barang bukti terbanyak sepanjang pengungkapan kasus narkoba di Sumatera Selatan.
Kedua terdakwa dijatuhi hukuman mati (Erma Suharti)
Deni dan Herman terbukti telah melanggar Pasal 114 ayat 2 Junto Pasal 32 ayat 1 Undang-undang Republik Indonesia Nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika. "Kedua terdakwa dijatuhi hukuman mati," ujar Erma.
Kedua terdakwa yakni Herman dan Deni Santoso terbukti melakukan penyelundupan narkoba dari Batam ke wilayah Sumatera Selatan. Mereka sendiri tertangkap di Perairan Muara Sungsang, Kabupaten Banyuasin, Sumatera Selatan oleh tim Tim Reaksi Cepat Pangkalan TNI Angkatan Laut Palembang pada 28 Oktober 2019.
Jaksa Penuntut Umum dari Kejaksaan Tinggi Sumatera Selatan Amanda menuturkan, vonis yang dijatuhkan oleh majelis hakim sama dengan tuntutan yang diutarakan oleh Jaksa Penuntut Umum. Tuntutan ini pun juga sudah disetujui hingga ke tingkat Mahkamah Agung. Ada sejumlah hal yang memberatkan yakni jumlah barang bukti yang dibawa sangat besar yakni sabu seberat 79 kilogram.
Saat ditangkap, Herman dan Deni sedang membawa barang bukti sabu 79 kilogram yang dibungkus dalam 79 paket yang kemudian dibawa dalam empat koper. Sabu terebut mereka bawa dari Batam dan rencananya akan dibawa ke Palembang untuk diedarkan di kawasan Sumatera Selatan.
Dari kapal ke kapal
Dalam melakukan aksinya, kedua terdakwa, memindahkan barang dari satu kapal ke kapal cepat yang lain. Keduanya pun tidak mengetahui siapa pemilik dari sabu ini karena sistem kerja sindikat yang terputus. Sindikat ini pun menggunakan sejumlah sandi untuk memberikan sejumlah sandi kepada Herman dan Deni. Mereka menghidupkan lampu kapal sebanyak tiga kali.
Mendengar vonis ini, ujar Amanda, pihaknya akan pikir-pikir. "Kami masih memeriksa berkas banding yang akan disampaikan kepada hukum kedua terdakwa," kata dia. Kami juga akan berkonsultasi dengan pimpinan.
Kuasa Hukum Kedua terdakwa, Nizar Taher berpendapat keputusan hakim benar-benar tidak adil. Itu karena Herman dan Deni hanya diminta untuk mengantarkan barang dari pemilik ke sejumlah agen (bandar). "Mereka bukan pemilik dan bukan bandar tetapi mereka jadi korban," katanya.
Nizar menerangkan, dalam melakukan pekerjaannya, pemilik sabu menjanjikan upah sekitar Rp 5 juta dari per kilogram sabu yang mereka bawa. Namun, sampai sekarang uang tersebut belum mereka terima sama sekali.
Nizar juga kecewa, sampai sekarang baik pemilik sabu maupun agen narkoba tidak ditindak sama sekali. Padahal, saat barang ini diantar para agen sabu sudah menunggu di tepian. "Aparat seakan hanya ingin menghukum yang kecil-kecil, sedangkan bandar besar dibiarkan berkeliaran," ucapnya.
Karena putusan yang tidak adil ini, lanjut Nizar, pihaknya sudah menyiapkan kuasa banding. "Besok kuasa tersebut akan kami tandatangani untuk selanjutnya dapat segera diajukan," ucap Nizar.