Kalteng Waspadai ”Duet Maut” Karhutla dan Covid-19
Hadapi duet maut bencana Covid-19 dan bencana asap dari kebakaran hutan dan lahan, Pemerintah Provinsi Kalteng akan mulai membasahi lahan gambut kering dan terdegradasi. Koordinasi tingkat tapak pun tetap dilakukan.
Oleh
DIONISIUS REYNALDO TRIWIBOWO
·4 menit baca
PALANGKARAYA, KOMPAS — Hadapi duet maut bencana Covid-19 dan bencana asap dari kebakaran hutan dan lahan, Pemerintah Provinsi Kalimantan Tengah mulai membasahi lahan gambut yang kering dan terdegradasi. Koordinasi tingkat tapak pun dilakukan dengan memanfaatkan teknologi.
Gubernur Kalimantan Tengah (Kalteng) Sugianto Sabran mengungkapkan, pihaknya sudah menyiapkan berbagai macam skenario untuk menghadapi kebakaran hutan dan lahan (karhutla) yang akan datang di tengah ketidakpastian penyebaran pandemi Covid-19. Kalteng sebagai salah satu wilayah dengan lahan gambut yang luas akan berbenah agar kejadian 2019 tidak terulang.
”Pemerintah dan masyarakat Kalteng ini sedang menghadapi ketidakpastian, tetapi di satu sisi ada bencana alam juga menanti, tetapi semua jajaran sudah siap dengan rencana masing-masing,” ungkap Sugianto saat ditemui Kompas di ruang kerjanya, Rabu (3/6/2020).
Menurut Sugianto, karena penanganan Covid-19 terus berjalan, anggaran pun ditambah. Di satu sisi, pihaknya terus berkoordinasi dengan pemerintah daerah melalui saluran daring untuk mengetahui perkembangan antisipasi kebakaran hutan dan lahan.
Di Pulang Pisau, lanjut Sugianto, pemerintah daerah sudah berkoordinasi agar hasil evaluasi karhutla 2019 bisa diperbaiki pada 2020. Saat ini Kalteng masih dilanda kemarau basah di beberapa daerah, bahkan masih terus hujan dengan intensitas tinggi.
”Intinya tidak bisa lengah, harus ada siasat untuk bisa melewati cobaan ini. Tentunya disertai kajian yang baik,” kata Sugianto.
Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Pulang Pisau Salahudin mengungkapkan, ada tiga tahapan yang sedang dikerjakan pemerintah untuk antisipasi duet maut bencana tersebut.
Pertama, soal kesiapsiagaan yang isinya patroli dan sosialisasi bersama yang dilakukan di tingkat tapak. Hal itu sudah mulai dilakukan sejak bulan ini hingga Juli mendatang. Tahapan ini melibatkan banyak pihak, mulai dari pemerintah provinsi, kabupaten, hingga aparat keamanan juga manggala agni.
Kedua, pemberdayaan masyarakat yang sudah dilakukan berbagai lembaga, seperti Badan Restorasi Gambut (BRG) ataupun pemerintah. Tahapan yang terakhir adalah kedaruratan.
”Pada tahapan terakhir itu, kami memetakan daerah rawan kebakaran dan mulai melakukan pembasahan sejak bulan ini, itu anggarannya juga ada dan melibatkan masyarakat. Namun, tetap dengan protokol kesehatan,” kata Salahudin.
Ia menambahkan, terdapat tiga kecamatan di Kabupaten Pulang Pisau yang sedang dipantau areal gambutnya karena rawan terbakar, yakni Kecamatan Jabiren Raya, Kahayan Kuala, dan Sebangau Kuala.
Untuk anggaran, lanjut Salahudin, pihaknya sudah menyiapkan di setiap lembaga dan dinas. Namun,ia memastikan sistem penggunaan anggaran tidak lagi seperti tahun sebelumnya di mana masyarakat peduli api (MPA) mendapatkan bayaran setelah kejadian atau peristiwa kebakaran.
”Jadi bukan lagi sistem klaim, kami bayar di muka sehingga pembasahan bisa optimal,” ungkap Salahudin.
Field Supervisor dari Kemitraan, lembaga yang bermitra dengan BRG RI, Kalimantan Tengah, Agus Triawan, menjelaskan, pihaknya selama ini menggunakan aplikasi mitra gambut untuk berkoordinasi berbagai hal terkait kebakaran. Aplikasi itu sudah dibuat jauh sebelum Covid-19 muncul.
”Jadi melalui aplikasi itu bisa mempermudah koordinasi dan meminimalisasi pertemuan, berbagai kegiatan terpantau. Aplikasi itu juga tidak hanya dipegang oleh kami, tetapi masyarakat juga menggunakannya,” kata Agus.
Jadi melalui aplikasi itu bisa mempermudah koordinasi dan meminimalisasi pertemuan, berbagai kegiatan terpantau. Aplikasi itu juga tidak hanya dipegang oleh kami, tetapi masyarakat juga menggunakannya
Hingga kini aplikasi itu sudah dimilliki 530 akun mitra gambut dengan jumlah pengikut mencapai 1.781 orang. ”Kalau ada laporan kejadian kebakaran bisa langsung terpantau karena ada fasilitas GPS-nya sehingga petugas juga bisa langsung menindaklanjutinya,” katanya.
Deputi Edukasi, Sosialisasi, Partisipasi, dan Kemitraan BRG RI Myrna Asnawati Safitri mengungkapkan, duet maut bencana harus dihindari dan dicegah seefektif mungkin. Pihaknya juga mengedukasi masyarakat tentang mengelola lahan tanpa bakar seintensif mungkin.
”Kami juga sedang merancang model ketahanan pangan berbasis pekarangan di rumah tangga bersama ibu-ibu PKK di desa-desa, semoga bulan ini sudah bisa dimulai,” kata Myrna.
Myrna menambahkan, selain itu, pengawasan dan penegakan hukum untuk korporasi harus terus didukung dan diefektifkan. ”Penegakan hukum diperketat tetapi resiliensi komunitas juga harus ditingkatkan,” ujarnya.
Resiliensi komunitas, menurut Myrna, penting dalam merespons bencana, bertahan, dan bangkit dari berbagai dampak buruknya. Resiliensi komunitas itu tidak terlepas dari pengetahuan lokal dan komunikasi efektif yang saat ini tercitra dalam sekolah lapang gambut dengan teknologi tanpa bakar.
”Sekolah lapang petani gambut, dalam jangka panjang akan menuju sertifikasi pertanian organik dan perdagangan adil-beretika, tetapi dukungan semua pihak untuk mewujudkannya akan sangat berarti,” kata Myrna.