Cetak Sawah di Kalteng Tingkatkan Ketahanan Pangan Selama Pandemi
Gubernur Kalteng optimistis program cetak sawah mampu menjawab persoalan ketahanan pangan selama pandemi. Bukan hanya tingkat lokal, Kalteng juga bisa menjadi lumbung pangan baru Indonesia.
Oleh
DIONISIUS REYNALDO TRIWIBOWO
·3 menit baca
PALANGKARAYA, KOMPAS — Gubernur Kalimantan Tengah Sugianto Sabran optimistis program cetak sawah di wilayah tersebut mampu menjawab persoalan ketahanan pangan selama masa pandemi. Bahkan, Kalteng berpeluang menjadi lumbung pangan baru Indonesia.
Program cetak sawah di lahan 164.000 hektar di Kalteng, menurut Sugianto, mampu mencukupi kebutuhan pangan Kalteng bahkan Indonesia. Angka itu kemungkinan akan ditambah luasannya sesuai kebutuhan pemerintah pusat.
”Semua kebutuhan untuk cetak sawah sudah tersedia, bukan membuka yang baru, melainkan memanfaatkan dan mengoptimalkan lahan yang ada,” kata Sugianto di Palangkaraya, Kamis (4/6/2020).
Saat ini 97.000 hektar sudah digarap petani di sekitar Kabupaten Pulang Pisau dan Kapuas. Hasilnya sudah mencukupi kebutuhan beras di Kalteng.
Menurut Sugianto, saat ini 97.000 hektar sudah digarap petani di sekitar Kabupaten Pulang Pisau dan Kapuas. Hasilnya sudah mencukupi kebutuhan beras di Kalteng.
”Tak hanya itu, sumber daya manusia juga terpenuhi. Saya menantang semua sarjana pertanian di Kalteng untuk bersama-sama terlibat di sini. Mari sama-sama kita kembangkan pertanian Kalteng untuk Indonesia,” ujarnya dalam pertemuan dengan Tim Gugus Tugas Covid-19 Provinsi Kalteng.
Sebelumnya, pemerintah pusat berencana memanfaatkan lahan seluas 300.000 hektar dari program food estate yang disiapkan Pemerintah Provinsi Kalteng seluas 663.287 hektar. Lahan yang ditawarkan merupakan kawasan hutan dan berada di lahan gambut.
Pada awal Februari 2017, Pemprov Kalteng mengajukan program food estate seluas 663.287 hektar. Rinciannya, 300.000 hektar untuk padi organik di Kabupaten Pulang Pisau, Kapuas, dan Kota Palangkaraya; kemudian 273.387 hektar untuk tebu di Barito Utara, Barito Selatan, dan Barito Timur.
Adapun 40.000 hektar untuk pengembangan komoditas singkong di Kabupaten Seruyan, 20.000 hektar untuk cokelat di Barito Selatan dan Barito Utara, serta 20.000 hektar untuk penanaman bambu di Kabupaten Seruyan, juga 10.000 hektar untuk peternakan sapi.
Meski demikian, baru 164.000 hektar yang sudah disetujui pemerintah pusat untuk digarap. Lahan itu merupakan lahan bekas proyek lahan gambut (PLG) tahun 1995. Kanal-kanal besar yang mengeringkan gambut pun masih terbuka lebar.
Menurut Sugianto, pihaknya berupaya agar lahan-lahan tersebut tidak terbakar seperti tahun-tahun sebelumnya. Pihaknya mewaspadai dan menyiasati berbagai kebijakan agar kebakaran hutan dan lahan tidak terulang. Hal itu didukung segenap pemerintah daerah di kabupaten/kota yang terlibat. Salah satunya di Pulang Pisau.
Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Pulang Pisau Salahudin mengatakan, pihaknya memulai sosialisasi ke desa-desa terkait kebakaran hutan dan lahan. BPBD juga sudah memetakan lokasi rawan terbakar karena gambut yang kering.
”Kali ini pembasahan lahan harus lebih serius. Masyarakat dilibatkan agar memastikan lahan gambut tetap basah, pembasahan dilakukan sebelum kebakaran terjadi,” kata Salahudin.
Menanggapi hal itu, Direktur Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Kalteng Dimas Novian Hartono mengungkapkan, niat pemerintah membuat cetak sawah merupakan hal yang kontradiktif dengan program restorasi gambut. Apalagi, lahan PLG selama ini merupakan kawasan langganan kebakaran.
”PLG sudah menjadi bencana untuk daerah ini. Pemerintah harus berhati-hati jangan sampai mengulang kesalahan yang sama,” kata Dimas.