Penyelundupan benih lobster bernilai miliaran rupiah kerap memanfaatkan jalur-jalur “tikus” menuju Singapura dan Malaysia. Pengawasan kolaboratif harus diperkuat agar praktik liar itu berhenti.
Oleh
IRMA TAMBUNAN
·3 menit baca
JAMBI, KOMPAS - Banyaknya pelabuhan tikus yang tersebar di sepanjang pesisir timur Jambi jadi target pintu keluar benih lobster selundupan. Penguatan kerja sama aparat penegak hukum diperlukan untuk memberantas praktik penyelundupan.
Kepala Balai Karantina Ikan, Pengendalian Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan (Balai KIPM) Jambi Ade Samsudin mengatakan, pelabuhan-pelabuhan kecil itu tersebar di sepanjang pesisir timur di Kabupaten Tanjung Jabung Timur dan Tanjung Jabung Barat. Karena selama ini minim pengawasan, para penyelundup kerap memanfaatkannya sebagai pintu keluar benih lobster selundupan. “Targetnya menuju Singapura atau Malaysia,” ujarnya, Kamis (4/6/2020).
Dari perairan Tanjung Jabung Timur dan Tanjung Jabung Barat, hanya dibutuhkan sekitar enam jam untuk sampai Batam, Kepulauan Riau, dengan menggunakan kapal cepat. Sedangkan untuk mencapai Singapura, perjalanan bertambah dua jam lagi.
Menurut Ade, meskipun perdagangan benih lobster alias benur telah dibatasi ketat lewat berbagai aturan, praktik penyelundupan belum optimal dihentikan. Sepanjang 2019, ada 13 kasus penyelundupan benur terungkap. Sepanjang Januari hingga 1 Juni 2020, sudah 5 kali penyelundupan terungkap.
Seluruh praktik ilegal itu diketahui memanfaatkan jalur “tikus”. Karena itu, lanjutnya, pengawasan kolaboratif perlu semakin diperkuat agar praktik liar itu benar-benar berhenti.
Senin malam lalu, petugas gabungan meringkus penyelundup benur di depan sebuah SPBU di Muntialo, Kuala Tungkal, Tanjung Jabung Barat. Dari kendaraan pelaku, ditemukan 95.750 benur yang akan diselundupkan. "Perkiraan nilai jualnya total Rp 14,3 miliar," kata Ade.
Pekan lalu, petugas juga menggagalkan penyelundupan 44.770 benur sewaktu proses transit di Jambi. Nilai jualnya mencapai Rp 6,73 miliar.
Lewat Surat Keputusan Kepala BKIPM Nomor 37 Tahun 2020, pintu keluar benih lobster dibatasi. Hanya boleh lewat lima tempat, yakni Bandara Internasional Soekarno Hatta, Bandara Internasional Sultan Hasanuddin di Makassar, Bandara Internasional Ngurah Rai di Denpasar, Bandara Internasional Juanda di Surabaya, dan Bandara Internasional Kualanamu di Deli Serdang.
Hal itu berarti benih-benih yang diekspor tanpa melalui salah satu dari lima tempat tadi, termasuk yang melalui pelabuhan-pelabuhan di perairan timur Jambi, adalah ilegal.
Demi memastikan keberlangsungan benur, pihaknya membawa ke areal konservasi di perairan Sumatera Barat untuk dilepasliarkan. Pelepasliaran benur bekerja sama dengan dua unit pelaksana teknis (UPT) di Padang. Pelepasliaran berlangsung di Pantai Manjuto, Nagari Sungai Pinang, Kecamatan XI Koto Tarusan, Kabupaten Pesisir Selatan.
"BBL (benih bening lobster) yang dilepasliarkan tersebut terdiri dari 300 ekor lobster mutiara dan 95.310 ekor lobster pasir," kata Rudi Barmara, Kepala Balai KIPM Padang, dalam rilis yang dikirimkan Kementerian Kelautan dan Perikanan.
Di lokasi yang sama, Kepala Balai Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Laut (BPSPL) Padang Mudatsir memaparkan, pemilihan lokasi mempertimbangkan kondisi terumbu karang Sungai Pinang yang tergolong baik dan dikenal sebagai "Raja Ampat-nya" Sumatera Barat.
Di samping sebagai tempat mencari makan benur, ekosistem terumbu karang juga sekaligus sebagai pelindung dari ombak dan persembunyiaan dari predator alami.
Selain itu, di lokasi yang dimaksud juga terdapat Kelompok Masyarakat Penggerak Konservasi (KOMPAK) binaan BPSPL Padang, yakni kelompok Anak Desa Sungai Pinang (Andespin) Deep West Sumatera yang akan memperkuat perlindungan setelah pelepasliaran.
“Mereka bergerak dalam perlindungan dan transplantasi karang sejak tahun 2014. Sehingga, pengawasan dan monitoring bisa terlaksana secara berkala,” katanya. Tak hanya pemuda, anak-anak mulai dari usia sekolah dasar dapat turut aktif dalam kegiatan menjaga alam di sana.