Tol Trans-Jawa Mesti Hadirkan Kemaslahatan di Daerah Lintasan
Pembangunan Tol Trans-Jawa saat ini telah menyambungkan Merak di Banten dan Probolinggo di Jawa Timur. Namun, perlu dipikirkan agar kota-kota yang dilewati jalan tol tersebut tak menjadi kota mati.
Oleh
ADITYA PUTRA PERDANA
·3 menit baca
SEMARANG, KOMPAS — Pembangunan Tol Trans-Jawa diharapkan menjadi pengungkit konektivitas antardaerah di Pulau Jawa. Namun, selain meningkatkan aksesibilitas, muncul tantangan untuk mendatangkan kemaslahatan bagi daerah-daerah yang dilewati.
Hal itu mengemuka pada webinar ”Dampak Jalan Tol terhadap Pulau Jawa” yang digelar The Java Institute, Universitas Katolik Soegijapranata, Semarang, Jawa Tengah, Kamis (4/6/2020). Webinar membahas dampak positif dan negatif pembangunan tol.
Ketua Program Studi Rekayasa Infrastruktur dan Lingkungan Unika Soegijapranata Retno Susilorini menuturkan, konektivitas di Pulau Jawa tak bisa dilepaskan dari Jalan Raya Pos yang dibangun pada masa Gubernur Jenderal Herman Willem Daendels.
Seperti Jalan Raya Pos yang dibangun pada masa kolonial, menurut Retno, pembangunan Trans-Jawa juga dimaksudkan agar kegiatan ekonomi antardaerah terkoneksi. Termasuk di dalamnya konektivitas pangkalan pelabuhan di timur dan barat Pulau Jawa.
”Pertanyaannya, apakah Tol Trans-Jawa dapat meningkatkan kesejahteraan seperti yang diinginkan? Setelah itu, apakah akan berkelanjutan? Maka, menjadi tantangan apakah tol ini akan menumbuhkan kota-kota baru atau justru mematikan kota (daerah) lama,” kata Retno.
Oleh karena itu, lanjut Retno, harus disiapkan desain kebudayaan baru agar Tol Trans-Jawa mendatangkan kemaslahatan bagi masyarakat. Jalan Raya Pos, yang selama ini menjadi tumpuan kehidupan warga, menjadi model bagaimana mewujudkan konektivitas yang pemanfaatannya berkelanjutan.
Jalan Raya Pos, yang selama ini menjadi tumpuan kehidupan warga, menjadi model bagaimana mewujudkan konektivitas yang pemanfaatannya berkelanjutan.
Saat ini, Jalan Tol Trans-Jawa telah tersambung dari Merak, Banten, hingga Probolinggo, Jawa Timur, sepanjang 975 kilometer. Pembangunan direncanakan akan berlanjut hingga Banyuwangi atau di ujung timur Pulau Jawa.
Dosen Fakultas Pertanian Universitas Slamet Riyadi Surakarta, Priyono, menuturkan, salah satu dampak pembangunan jalan tol adalah alih fungsi lahan pertanian. Hal itu dipengaruhi sejumlah faktor, seperti nilai jual lahan, peruntukan tata ruang wilayah, dan tidak adanya regenerasi petani.
Berdasarkan data yang dihimpun Priyono dari sejumlah sumber, pembangunan jalan tol di Pulau Jawa pada 2005-2019 telah menyebabkan penyusutan lahan seluas 123.358 hektar. Termasuk di dalamnya hasil konversi lahan.
”Memang, tak mungkin untuk menghentikan laju alih fungsi lahan. Sebab, pada hakikatnya, alih fungsi lahan akan dibutuhkan manusia. Untuk berkembang, diperlukan lahan lebih luas lagi. Yang bisa dilakukan ialah menghambat laju tersebut,” ujar Priyono.
Ia menambahkan, sejumlah strategi untuk menghambat laju alih fungsi lahan ialah dengan regulasi dan sanksi yang jelas serta tegas, intensifikasi pengelolaan lahan agar berproduksi optimal, serta penyediaan lahan baru. Selain itu, juga penyediaan sarana distribusi dan jaminan pemasaran hasil pertanian.
Sementara itu, Wakil Wali Kota Semarang Hevearita Gunaryanti Rahayu mengatakan, kekhawatiran bahwa Kota Semarang hanya dilewati setelah Tol Trans-Jawa tersambung pernah ada. Namun, di sisi lain, hal itu menjadi tantangan untuk mempromosikan keunggulan daerah. Kini, keberadaan tol justru membuahkan hasil positif.
”Adanya Tol Trans-Jawa justru menarik wisatawan dan memengaruhi peningkatan laju pertumbuhan ekonomi. Ini dilakukan dengan pembangunan kota serta promosi agar wisatawan terus datang ke Kota Semarang,” ucap Hevearita.