Tes Cepat Acak Telusuri Persebaran Virus yang Belum Terlacak di Yogyakarta
Sebanyak 250 pedagang pasar tradisional di Kota Yogyakarta telah menjalani tes cepat acak. Tes cepat dilakukan untuk menelusuri persebaran Covid-19 yang belum terdeteksi di wilayah tersebut.
Oleh
NINO CITRA ANUGRAHANTO
·3 menit baca
YOGYAKARTA, KOMPAS — Sebanyak 250 pedagang pasar tradisional di Kota Yogyakarta, Daerah Istimewa Yogyakarta, telah menjalani tes cepat acak. Tes cepat itu dilakukan untuk menelusuri persebaran penularan Covid-19 yang belum terdeteksi di wilayah tersebut.
Wakil Wali Kota Yogyakarta Heroe Poerwadi mengatakan, tes cepat acak dilakukan terhadap pedagang dari 10 pasar tradisional yang tersebar di wilayah Kota Yogyakarta pada Rabu (3/6/2020) dan Kamis (4/6/2020). Metode pengambilan sampel dilakukan secara acak guna mengetahui jika terdapat kasus positif yang tak terdeteksi. Sebab, beberapa waktu terakhir, sejumlah pasar mulai kembali ramai.
”Ini adalah survei. Jadi, diambil sampling. Apabila terdapat kasus yang reaktif akan kami tindak lanjuti dengan pengambilan swab. Jadi, dibedakan dengan pelacakan dari kasus positif,” kata Heroe di Pasar Beringharjo, Kota Yogyakarta, Kamis (4/6/2020).
Jumlah sampel yang diambil dari setiap pasar berbeda. Semakin besar jumlah pedagang yang beraktivitas di pasar, kian banyak pula kuantitas sampelnya. Sebagai contoh, di Pasar Beringharjo yang merupakan pasar terbesar di Kota Yogyakarta terdapat 89 pedagang yang mengikuti tes cepat tersebut.
Lokasi pelaksanaan tes cepat itu terbagi menjadi dua, yakni puskesmas dan pasar. Tes cepat yang digelar langsung di pasar hanya di Pasar Beringharjo karena memiliki tempat yang cukup luas untuk menggelar aktivitas tersebut. Sementara di pasar-pasar lain, pedagang diundang ke puskesmas terdekat untuk mengikuti tes cepat.
Selanjutnya, Heroe menyampaikan, hasil tes cepat acak terhadap pedagang pasar tradisional belum akan diumumkan dalam waktu dekat. Pihaknya masih menunggu semua hasil tes cepat acak itu selesai dikaji oleh tim epidemiologi dari Universitas Gadjah Mada.
Dihubungi terpisah, Riris Andono Ahmad, ahli epidemiologi dari Universitas Gadjah Mada, menyatakan, tes cepat acak ini merupakan langkah awal yang bisa digunakan untuk melihat perlu atau tidaknya diadakan tes cepat massal. Hal tersebut dapat menambah efisiensi deteksi awal penularan di wilayah.
”Ini untuk melihat berapa kira-kira besar prevalensinya. Dari situ bisa ditentukan apakah perlu screening massal atau tidak. Jika tanpa dasar, lalu screening massal, kan, bisa jadi resource tidak efisien digunakan,” kata Riris.
Dari situ bisa ditentukan apakah perlu screening massal atau tidak. Jika tanpa dasar, lalu screening massal, kan, bisa jadi resource tidak efisien digunakan.
Pelaksana Tugas Kepala Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta Tri Mardoyo mengatakan, ada lebih dari 5.000 alat tes cepat yang tersedia. Pihaknya juga telah menyiapkan tempat karantina bagi peserta tes cepat yang menunjukkan hasil reaktif dengan kapasitas sekitar 80 orang.
”Di tempat karantina itu nanti, peserta tes reaktif menunggu giliran untuk diambil uji swab-nya. Jika hasil swab-nya negatif, dia diperbolehkan pulang dan melakukan isolasi mandiri 14 hari,” ujar Tri Mardoyo.
Selain itu, Heroe merencanakan, tes cepat bakal dilakukan di mal serta pusat perbelanjaan yang tersebar di Kota Yogyakarta. Pihaknya telah berkomunikasi dengan para pengelola mal serta pusat perbelanjaan tersebut. Tes cepat acak itu akan ditujukan kepada karyawan dan penyewa gerai terlebih dulu.
”Kalau untuk jumlahnya yang akan tes cepat belum kami tentukan. Kami sudah hubungi pengelola dan manajemen. Mereka sudah menyanggupi,” kata Heroe.