Tes Massal Digenjot demi Data Riil
Penanggulangan Covid-19 belum sepenuhnya diikuti kesadaran warga. Anggaran yang terus membengkak di daerah terancam tidak membawa dampak sepadan.
JAKARTA, KOMPAS— Sejumlah daerah menggelar tes cepat dan tes usap tenggorokan massal. Hal itu dilakukan untuk mengetahui kondisi sebaran Covid-19 di tengah masyarakat yang mendekati kenyataan sebelum kebijakan lanjutan dilakukan, termasuk peluang menuju normal baru.
Berdasarkan data Dinas Kesehatan Kota Surabaya, Jawa Timur, hingga Senin (1/6/2020), tes cepat dilakukan kepada 27.158 warga dari sekitar 3 juta warga. Hasilnya, 2.833 orang atau 10,43 persen reaktif. Warga yang hasil tesnya reaktif langsung mengikuti tes usap tenggorokan (swab).
Dalam sehari, lebih dari 1.000 warga ikut tes cepat. Hasil tes reaktif sekitar 10 persen dinilai karena orang yang dites tepat sasaran. ”Kami tidak sembarangan menentukan siapa yang ikut tes cepat, sudah dilakukan kajian epidemiologi,” kata Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini, Rabu (3/6).
Tes usap tenggorokan sudah dilakukan kepada 1.155 sampel, sebanyak 830 sampel sudah ada hasilnya. Sebanyak 414 sampel dinyatakan positif, 325 lainnya belum keluar. Warga reaktif tes cepat yang belum mengikuti tes usap tenggorokan akan diisolasi di hotel yang disediakan Pemkot Surabaya.
Kami tidak sembarangan menentukan siapa yang ikut tes cepat, sudah dilakukan kajian epidemiologi.
Risma mengatakan, pemkot berupaya secepat mungkin melakukan tes massal di kawasan dengan penularan antarwarga. Hal itu untuk menelusuri warga terpapar virus SARS-CoV-2 serta segera memberikan terapi dan memisahkannya dengan warga yang sehat. Masih banyak orang tanpa gejala belum terdeteksi. Mereka masih beraktivitas dengan masyarakat lain d0an rentan terjadi penularan.
Seorang warga Gununganyar, Agnes SP (54), peserta tes cepat, mengatakan, animo warga sangat tinggi. Datang pukul 08.00, antrean sudah panjang dan sebagian sudah selesai tes cepat yang dimulai pukul 07.00. Beberapa jalur antrean dibedakan antara orang dewasa dan lansia.
”Saya perlu ikut tes cepat karena masih beraktivitas di luar dan bertemu banyak orang meskipun selalu mengikuti protokol kesehatan,” kata Agnes yang hasil tes cepat menunjukkan nonreaktif.
Baca juga : Pasar Tradisional di Sidoarjo Konsisten Terapkan Sistem Ganjil Genap
Selain memperluas cakupan tes cepat, Pemkot Surabaya terus melakukan penyemprotan cairan disinfektan di sejumlah lokasi yang rawan terpapar virus korona. Lokasi yang disasar, antara lain, fasilitas kesehatan, perkampungan, fasilitas umum, dan rumah pasien positif Covid-19.
Tes cepat juga dilakukan secara acak di tiga daerah di Daerah Istimewa Yogyakarta, yakni Kota Yogyakarta, Kabupaten Sleman, dan Kabupaten Kulon Progo. Rabu (3/6) hingga Kamis (4/6), tes cepat dilakukan di sejumlah pasar tradisional, di antaranya Pasar Beringharjo dan Pasar Kranggan.
Baca juga : Waspada Ancaman Jerat Buah Kebijakan Lunak di Yogya
”Ini upaya memetakan apakah masih ada sebaran Covid-19 yang belum terdeteksi,” kata Wakil Wali Kota Yogyakarta Heroe Poerwadi.
Akurasi data
Sekretaris Daerah DIY Kadarmanta Baskara Aji mengatakan, tes cepat acak itu demi data valid penularan Covid-19 di DIY. Beberapa hari terakhir, jumlah kasus baru positif Covid-19 cenderung menurun.
Namun, demi akurasi tingkat penularan Covid-19, dibutuhkan tes lebih masif sehingga tes cepat di pasar-pasar tradisional itu digelar. ”Kami minta kabupaten/kota melakukan tes di beberapa tempat kerumunan sehingga akan didapat gambaran data yang tepat,” katanya.
Kadarmanta menambahkan, hasil tes cepat itu akan jadi salah satu bahan pertimbangan penerapan normal baru di DIY. Hasil tes cepat bisa menjadi salah satu bahan ilustrasi kondisi penularan Covid-19 di DIY.
Baca juga : Siapkan Normal Baru, DIY Gelar Tes Cepat Acak di Pasar Tradisional
Kepala Dinas Kesehatan Sleman Joko Hastaryo menyampaikan, pemkab juga akan mengadakan tes cepat bagi pedagang di 14 pasar tradisional. Pasar tradisional itu, antara lain, Pasar Prambanan, Pasar Condongcatur, dan Pasar Gamping.
”Dari setiap pasar, ada 50 pedagang yang akan dilakukan tes cepat. Alat tes masih tersedia 5.000 unit. Tes cepat dilakukan pada 9 Juni,” katanya.
Sementara itu, Pemerintah Kota Ambon, Maluku, kini menerapkan zona tertib protokol Covid-19 di kawasan Pasar Mardika. Namun, disiplin pedagang masih minim. Mereka masih harus diingatkan tertib menjalankan protokol kesehatan.
Baca juga : Penularan Terus Naik, Wacana PSBB Kota Ambon Tak Juga Dieksekusi
Zona tertib protokol itu diresmikan Wali Kota Ambon Richard Louhenapessy bersama sejumlah perwakilan forum komunikasi pimpinan daerah Kota Ambon, kemarin.
Mereka ini harus diberi sanksi tegas karena dapat merugikan orang lain.
Pemkot Ambon membangun dua pos pemeriksaan di pintu masuk menuju pasar yang dijaga petugas gabungan satpol PP, polisi, dan TNI. Mereka mengawasi setiap kendaraan yang masuk, baik pribadi maupun angkutan kota. Setiap orang yang melewati pos wajib mengenakan masker. Akan tetapi, banyak pedagang tak mengenakan masker. Padahal, tempat jualan mereka tak jauh dari pos pemeriksaan. Bahkan, saat Richard memberi sambutan, banyak pedagang lalu lalang tanpa masker.
”Mulai dari imbauan lewat pengeras suara sampai membangun pos di sini, banyak pedagang sepertinya cuek saja. Mereka ini harus diberi sanksi tegas karena dapat merugikan orang lain,” kata Yandri Pelupessy (43), pengunjung.
Ketidaktaatan itu bukan baru kali ini. Puluhan pedagang yang berdasarkan tes cepat Covid-19 menunjukkan hasil reaktif menolak dikarantina. Akibatnya, tercipta kluster baru di pasar.
Lebih dari 30 orang dinyatakan positif Covid-19. Warga sekitar pasar tertular, termasuk dua perawat di Puskesmas Rijali yang berada di dalam areal Pasar Mahardika.
Tidak gratis
Di Kupang, Nusa Tenggara Timur, warga mempertanyakan biaya tes cepat Rp 480.000 per orang untuk mendapat surat keterangan bebas Covid-19 sebagai syarat bepergian dari dan ke kota/kabupaten. Biaya ini dinilai terlalu membebani masyarakat di tengah kesulitan ekonomi.
Baca juga : Masyarakat Kota Kupang Terbebani Biaya Tes Cepat Rp 480.000 Saat Bepergian
Bertha Taduhere (48), warga Kampung Sabu, Kelurahan Kolhua, Kota Kupang, mengatakan, ia ingin mengunjungi anggota keluarga yang sakit di Menia, Sabu Raijua. Namun, demi surat keterangan jalan, ia harus mengeluarkan biaya besar.
”Selain saya, masih ada empat keponakan dari Sabu sebelum pandemi Covid-19. Mereka ingin pulang karena saat ini feri Kupang-Sabu sudah beroperasi, tetapi harus memiliki surat keterangan sehat karena Kota Kupang masuk zona merah. Jika satu orang dikenai biaya Rp 480.000, empat orang hampir Rp 2 juta, belum biaya rapid test saya,” katanya.
Di Kalimantan Tengah, pemerintah provinsi menaikkan anggaran penanganan Covid-19 menjadi Rp 1,4 triliun dari sebelumnya Rp 739 miliar. Anggaran itu disebar ke daerah untuk deteksi dini dan antisipasi dampak ekonomi.
Gubernur Kalteng Sugianto Sabran mengungkapkan anggaran besar akan percuma jika masyarakat tidak disiplin. Anggaran Rp 1,4 triliun itu gabungan APBD Kalteng ditambah anggaran 14 kabupaten/kota.
Baca juga : Medan dan Deli Serdang Tingkatkan Penyelidikan Epidemiologi
Sebagai daerah episentrum penularan Covid-19 di Sumatera Utara, Kota Medan dan Deli Serdang saat ini meningkatkan penyelidikan epidemiologi sebelum memasuki normal baru. Tes cepat massal dilakukan terhadap pegawai kantor kecamatan dan kelurahan, garis depan pelayanan publik.
”Ini persiapan memasuki tatanan normal baru,” kata Pelaksana Tugas Wali Kota Medan Akhyar Nasution. Namun, sekolah di Sumut belum bisa dibuka karena ketidaksiapan infrastruktur dan kultur.
(NSA/KOR/SYA/ETA/IDO/FRN/NCA/HRS)