Kerinduan Guru dan Murid, Tatap Muka di Ruang Kelas Tak Bisa Tergantikan
Kegiatan belajar mengajar lewat tatap muka di ruang kelas dianggap masih berisiko di tengah pandemi Covid-19. Kendati demikian, ada kerinduan besar dari guru dan siswa untuk kembali beraktivitas seperti sediakala.
Oleh
FRANS PATI HERIN
·4 menit baca
AMBON, KOMPAS — Kegiatan belajar-mengajar lewat tatap muka di ruang kelas dianggap masih berisiko di tengah pandemi Covid-19. Pihak sekolah mengoptimalkan pembelajaran jarak jauh melalui sistem dalam jaringan serta mengintensifkan kunjungan guru ke rumah siswa. Kendati demikian, ada kerinduan besar dari guru ataupun siswa untuk kembali beraktivitas seperti sediakala. Tatap muka di ruang kelas tak bisa tergantikan.
Johana Fernatyanan, guru Matematika di SMP Katolik Ambon pada Kamis (4/6/2020), mengatakan, pelaksanaan kegiatan belajar-mengajar tatap muka di kelas belum bisa dilakukan mengingat potensi penularan kasus Covid-19 di Kota Ambon masih besar. Terlebih lagi, letak sekolah itu berada di Jalan Pattimura, pusat Kota Ambon dengan tingkat kepadatan aktivitas tinggi. Risiko penularan tak hanya di dalam kelas, tetapi juga di luar lingkungan sekolah.
Oleh karena itu, sekolah rutin melaksanakan pembelajaran jarak jauh. Sebanyak 95 persen dari 317 siswa di sekolah itu mengikuti kegiatan belajar melalui sistem dalam jaringan atau online. ”Sementara mereka yang tidak bisa online diminta langsung datang mengambil tugas di sekolah. Setelah selesai mengerjakan, mereka antar hasilnya ke sekolah. Ini sudah rutin dilakukan sejak Maret lalu,” kata Johana.
Adapun para guru diminta datang ke sekolah untuk menyiapkan pembelajaran harian serta tugas administrasi lainnya. Seperti pada Kamis, mereka tengah menyiapkan soal ujian semester bagi kelas VII dan VIII serta pengumuman kelulusan bagi siswa kelas IX yang akan disampaikan pada Jumat besok. Kelulusan diumumkan secara online.
”Sekolah sudah mengingatkan tidak boleh ada perayaan kelulusan yang berlebihan sehingga mengabaikan protokol kesehatan,” ujarnya.
Selama lebih dari dua bulan melangsungkan pembelajaran jarak jauh, Johana merasa rindu dengan suasana tatap muka di dalam kelas. Ia mengaku bosan dengan kondisi belajar jarak jauh yang tidak seefektif tatap muka. Selama masa pandemi Covid-19 ini, lebih banyak diisi dengan penugasan. Hasil belajar yang ditargetkan tidak bisa tercapai dengan baik. Baginya, suasana ruang kelas belum bisa tergantikan dengan apa pun.
Sekolah sudah mengingatkan tidak boleh ada perayaan kelulusan yang berlebihan sehingga mengabaikan protokol kesehatan.
Sejumlah orangtua murid di Ambon juga mengkhawatirkan keselamatan anak-anak mereka jika sekolah kembali membuka pembelajaran tatap muka. Risiko penularan tak hanya ada di dalam kelas, tetapi juga di angkutan kota. Di Ambon tidak ada bus yang khusus mengantar anak sekolah.
”Di dalam angkot, mereka duduk campur dengan orang-orang yang sangat berisiko. Kalau kendaraan pribadi mungkin meminimalisir penularan, tetapi tidak semua anak punya. Jalani saja dulu belajar jarak jauh sampai kondisi benar-benar aman,” kata Rahmawaty Latuconsina, orangtua salah satu murid di SMP Negeri 1, Ambon.
Kesulitan siswa
Di sisi lain, ada siswa yang rindu dengan suasana kelas. Rio Manduapessy, siswa SMA Negeri 1 Ambon mengusulkan agar kegiatan belajar mengajar dilakukan secara bergantian. Tidak semua kelas harus masuk setiap hari untuk meminimalisasi kerumunan di sekolah. Setidaknya, dalam satu minggu ada tatap muka di kelas khusus untuk pelajaran tertentu yang dianggap berat. Tidak semua materi pelajaran dapat dicerna dengan baik jika dijelaskan melalui belajar jarak jauh.
Ia mencontohkan, pelajaran eksata, seperti Matematika, tidak mudah ditangkap siswa hanya lewat membaca buku yang ditugaskan guru. Bagi dia, memahami Matematika lebih banyak lewat contoh-contoh soal dan diikuti interaktif. Belajar jarak jauh minim interaktif.
”Cita-cita saya jadi dokter sehingga ilmu Matematika ini penting. Saya perlu bimbingan guru. Tidak bisa belajar otodidak,” katanya.
Sementara itu, Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Seram Bagian Barat M Sangaji mengatakan, sebagian sekolah di daerah itu tak bisa melangsungkan pembelajaran dalam jaringan karena tidak ada akses internet. Di desa pesisir dan pedalaman, para guru diminta mendatangi rumah murid untuk memberikan tugas dan mengajar.
”Diumumkan, pada jam-jam tertentu siswa diminta berada di rumah,” kata Sangaji.
Cita-cita saya jadi dokter sehingga ilmu Matematika ini penting. Saya perlu bimbingan guru. Tidak bisa belajar otodidak.
Selain itu, pihaknya juga tengah menyelenggarakan berbagai lomba tingkat sekolah dasar dan sekolah menengah pertama berupa menulis dan membuat video tentang pengalaman mereka selama masa pandemi Covid-19. ”Pengalaman ini suatu saat menjadi sejarah bagi generasi masa depan. Tulisan akan dibukukan dan video bisa dijahit menjadi film dokumenter,” katanya.
Ia mengakui, masih banyak siswa di kampung-kampung yang tidak belajar dengan baik. Masa pandemi Covid-19 dijadikan libur panjang. Banyak dari mereka ikut orangtua ke kebun dan tinggal di sana berhari-hari.