Sepekan Terakhir, Empat Orang Tenggelam di Perairan Indramayu
Empat orang tenggelam di perairan Kabupaten Indramayu, Jawa Barat, dalam sepekan terakhir akibat gelombang tinggi. Tiga di antaranya meninggal dan seorang lainnya masih dalam pencarian.
Oleh
ABDULLAH FIKRI ASHRI
·3 menit baca
INDRAMAYU, KOMPAS — Dalam sepekan terakhir, empat orang tenggelam di perairan Kabupaten Indramayu, Jawa Barat, akibat gelombang tinggi. Tiga di antaranya meninggal dan seorang lainnya dalam pencarian.
Kasus terbaru terjadi di Pantai Karangsong, Kamis (4/6/2020). Peristiwa naas itu bermula ketika dua nelayan, yakni Rasipan (44) dan Opik (22), melaut. Namun, ketika beranjak pulang pada siang hari, gelombang laut meninggi sehingga membalikkan perahu berukuran 3 gross ton (GT) yang mereka gunakan.
Keduanya pun terjatuh dan dinyatakan hilang. Kantor SAR Bandung menerima laporan kejadian tersebut pukul 16.05 dan tiba di lokasi pencarian dua jam berikutnya. Pada Jumat (5/6/2020) pukul 07.30, tim SAR menemukan korban Rasipan, warga Desa Tambak, Kecamatan Indramayu, dalam keadaan meninggal.
”Korban ditemukan sekitar 750 meter dari lokasi kejadian awal. Korban sudah dibawa ke rumah duka,” kata Kepala Kantor SAR Bandung Deden Ridwansah.
Menggunakan perahu landing craft rubber, hingga Jumat siang, pihaknya masih melakukan pencarian terhadap Opik, warga Desa Babadan, Kecamatan Sindang. Pencarian dibantu oleh petugas Polair Polres Indramayu, Badan Penanggulangan Bencana Daerah Indramayu, dan nelayan setempat. Pencarian dilakukan hingga radius 0,7 kilometer dari titik awal kejadian.
Guntur, Sekretaris Koperasi Perikanan Laut Mina Sumitra, mengatakan, kasus nelayan tenggelam sangat jarang terjadi di Karangsong. KPL Mina Sumitra merupakan pengelola tempat pelelangan ikan Karangsong. Menurut dia, sebagian besar perahu nelayan berukuran hingga 30 GT, bahkan lebih. Nelayan pun kerap melaut hingga Papua, bukan di sekitar Karangsong.
”Kapal besar saja ditahan syahbandar karena gelombang tinggi sejak 30 Mei. Tinggi gelombang bisa mencapai 4 meter. Saya juga enggak jadi berangkat waktu Rabu (3/6) lalu karena ombak tinggi dan cuaca buruk,” katanya.
Ketua DPC Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia Indramayu Dedi Aryanto mengatakan, pihaknya telah meminta nelayan tidak melaut sementara waktu karena gelombang tinggi. ”Namun, masih ada nelayan yang nekat karena terdesak kebutuhan ekonomi. Selama pandemi, harga ikan di nelayan turun 50 persen,” katanya.
Pantai Dadap
Dua orang tenggelam juga ditemukan tak bernyawa di Pantai Dadap, Kecamatan Juntinyuat, pekan lalu, Sabtu (30/5/2020) malam. Kedua korban adalah Sowedi (17) dan Jaka (17), warga setempat. Mereka dikabarkan tengah berenang bersama teman-temannya pada Sabtu sore. Namun, karena terlalu jauh dari pinggir pantai, sekitar 50 meter, keduanya terseret arus laut.
Prakirawan Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika Stasiun Meteorologi Kertajati Ahmad Faa Izyn mengatakan, gelombang tinggi diperkirakan berlangsung di pantai utara Jawa hingga Sabtu (6/5/2020). ”Tinggi gelombang berkisar 2,5 meter hingga 4 meter. Ini dipicu juga kecepatan angin yang mencapai 25 knot (46 kilometer per jam),” ujarnya.
Limpasan air laut atau banjir rob juga berpotensi terjadi pada awal Juni karena saat ini termasuk periode purnama sehingga kondisi pasang cukup tinggi. Kenaikan tinggi muka air tersebut turut dipicu aktivitas monsoon dingin Australia yang cukup kuat.
Oleh karena itu, masyarakat yang beraktivitas dan mata pencariannya di pesisir diharapkan meningkatkan kewaspadaan. Terlebih lagi untuk daerah pantai berelevasi rendah, seperti Cirebon dan Indramayu, Jawa Barat, serta Pekalongan dan Semarang di Jawa Tengah.