Di Tengah Muram Covid-19, Cikadut Jaga Keberagaman hingga Ujung Makam
Saat penolakan jenazah pasien Covid-19 terjadi di sejumlah daerah, warga sekitar Tempat Pemakaman Umum Cikadut, Kota Bandung, Jawa Barat, justru membuka hati.
Oleh
TATANG MULYANA SINAGA
·5 menit baca
Saat penolakan jenazah pasien Covid-19 terjadi di sejumlah daerah, warga sekitar Tempat Pemakaman Umum Cikadut, Kota Bandung, Jawa Barat, justru membuka hati. Mereka tidak ingin duka keluarga pasien bertambah di tengah pandemi yang belum mereda.
Terik menyengat TPU Cikadut, akhir April 2020, saat sejumlah petugas penggali kubur baru seusai bekerja. Mereka masih bermasker, memakai sarung tangan, dan bersepatu bot, berteduh di bawah atap salah satu makam. Beberapa potong baju hazmat tergantung di dekatnya. Sejak ditetapkan jadi pemakaman jenazah pasien Covid-19 akhir Maret lalu, petugas bergantian berjaga selama 24 jam.
Akan tetapi, semua sempat tak mulus. Warga takut tertular. Puluhan warga mendatangi Kantor Unit Pelaksana Teknis Pengelolaan Pemakaman Wilayah III TPU Cikadut. Perlu waktu sepekan bagi petugas untuk mengedukasi warga dan akhirnya bisa menerima penetapan tersebut.
Enggak boleh egois. Kalau ditolak, berarti keluarga berduka dua kali. Apa yang mereka alami bisa menimpa semua orang.
”Kala itu, warga belum paham proses pemakaman (jenazah pasien Covid-19). Setelah diberi tahu prosedurnya sangat ketat dan aman, warga menerima,” ujar Agus (58), warga setempat.
Agus menjadi salah satu yang khawatir. Lapak usahanya berjarak sekitar 20 meter dari makam terdekat. Namun, empati mengalahkan kekhawatirannya. Ia sadar keluarga jenazah pasien Covid-19 bakal makin menderita bila proses pemakaman itu ditolak.
”Enggak boleh egois. Kalau ditolak, berarti keluarga berduka dua kali. Apa yang mereka alami bisa menimpa semua orang,” ujar bapak tiga anak itu.
Ketakutannya mulai mereda saat pengelola TPU Cikadut mengumumkan tidak semua area dijadikan lokasi pemakaman jenazah pasien Covid-19. Lahan yang disiapkan sekitar 2 hektar dengan daya tampung hingga 200 jenazah. Lokasinya berada di Blok E1 dan E2. Jarak blok tersebut ke rumah warga terdekat sekitar 1 kilometer. Jumlah itu secuil dari total lahan 56 hektar di TPU Cikadut.
Pengelola sarana dan prasarana TPU Cikadut Sudrajat mengatakan, komunikasi menjadi kunci utama agar warga setempat dapat menerima pemakaman jenazah pasien Covid-19. Mereka menampung aspirasi warga, salah satunya usulan penetapan lokasi makam yang jauh dari permukiman.
Hingga Jumat (5/6/2020), sudah lebih dari 73 jenazah pasien Covid-19 dimakamkan di TPU Cikadut. Sebanyak 44 jenazah berstatus pasien dalam pengawasan (PDP), sementara 29 orang positif Covid-19.
Sudrajat menuturkan, awalnya warga juga khawatir kalau petugas TPU Cikadut tertular Covid-19 dari jenazah pasien atau keluarganya. Oleh sebab itu, pada akhir Maret lalu, ia bersama 11 petugas lainnya, termasuk penggali kubur, menjalani tes cepat atau rapid test di Puskesmas Girimande, Kecamatan Mandalajati.
”Alhamdulillah, hasilnya negatif. Kabar ini kami sampaikan juga warga. Ini penting agar mereka semakin yakin dengan keamanan petugas,” ujarnya.
Alhamdulillah, hasilnya negatif. Kabar ini kami sampaikan juga warga. Ini penting agar mereka semakin yakin dengan keamanan petugas.
Selain itu, penggali kubur dan pembawa jenazah selalu mengenakan alat pelindung diri. Petugas administrasi juga menerapkan jaga jarak 1 meter dari keluarga jenazah pasien yang mengurus administrasi pemakaman. Dalam mengisi data formulir pemakaman, petugas cukup memotret KTP pihak keluarga. Jadi, petugas tidak melakukan kontak fisik sehingga dapat meminimalkan potensi penularan.
Di samping kantor UPT Pengelolaan TPU Cikadut disediakan tempat cuci tangan bagi pengunjung. Setiap ruangan di kantor itu disemprot disinfektan empat kali sehari. Pihak keluarga tetap diperbolehkan menghadiri pemakaman. Namun, tidak di dalam radius 50 meter dari liang lahat.
”Kami yakin proses pemulsaran sangat ketat sehingga risiko penularan dari jenazah sangat kecil. Namun, tidak ada yang jamin kalau pihak keluarga bebas virus korona. Jadi, protokol kesehatan harus dijalankan,” ujarnya.
Saat meninjau TPU Cikadut awal April lalu, Gubernur Jabar Ridwan Kamil mengatakan, pemulasaran jenazah Covid-19 melalui prosedur ketat. Prosedurnya meliputi penyemprotan disinfektan, dibungkus plastik khusus, dimasukkan dalam peti, dan peti juga dibungkus plastik.
”Virus mati pada saat inangnya mati. Rumah sakit sudah menjalankan prosedur yang disarankan WHO (Organisasi Kesehatan Dunia) sehingga sudah sangat aman,” ujarnya.
Kebesaran hati warga di sekitar TPU Cikadut melambangkan solidaritas kemanusian yang tetap hidup di tengah pandemi Covid-19. Semangat keberagaman juga mengalir dari sana.
Pertama kali dibuka tahun 1918, tempat ini awalnya dikenal warga sebagai kuburan China Cikadut. Tempatnya yang berbukit dianggap dekat dengan Sang Pencipta. Tahun 1985, kawasan ini punya nama resmi TPU Buddha/Hindu. Faktanya kini jenazah pasien Covid-19 dari berbagai suku dan agama dimakamkan di sana.
Kebesaran hati dari kawasan pemakaman itu sejalan dengan semangat keberagaman yang telah lama hidup di Kota Bandung. Beberapa kampung toleransi tersebar di Kota Bandung, seperti di Kelurahan Jamika dan Kelurahan Paledang. Di sana, warga lintas suku dan agama hidup damai berdampingan dalam satu kawasan.
Bandung juga jadi tuan rumah keberagaman, mulai dari Konferensi Asia Afrika 1955 hingga Festival Jawa Barat Welas Asih 2019. Perbedaan dilebur demi cita-cita dunia yang kelak lebih damai.
Beberapa kampung toleransi tersebar di Kota Bandung, seperti di Kelurahan Jamika dan Kelurahan Paledang. Di sana, warga lintas suku dan agama hidup damai berdampingan dalam satu kawasan.
Bahkan, keberagaman menjadi daya tarik wisatawan. Salah satu yang terkenal adalah China Town. Kawasan ini adalah pusat kuliner anyar di Kota Bandung yang dijamin halal. Sejak dibuka 20 Agustus 2017, area seluas 3.000 meter persegi itu diisi 70 gerai makanan dan aksesori. Sekitar 80 persen gerai berasal dari usaha kecil dan menengah.
Interiornya kental dengan budaya Tionghoa. Sebelum pandemi, kawasan ini ramai dikujungi wisatawan. Pertunjukan barongsai yang kerap ditampilkan di sana ikut jadi pemikatnya. Pengunjungnya juga beragam, tak hanya dari kalangan tertentu. Perbedaan asal usul tak jadi soal.
Kini, di era yang tengah muram, upaya menghargai keberagaman giliran muncul dari makam. Di tengah keresahan pandemi Covid-19 yang belum tahu kapan berakhir, kebesaran hati warga di sekitar TPU Cikadut membawa kesejukan. Sikap mereka membuktikan napas solidaritas kemanusiaan dan keberagaman di Bandung masih berdegup kencang.