Hadapi Puncak Pandemi, Sulsel Fokus Gencarkan Tes Cepat
Tes cepat massal akan terus dilakukan Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan untuk menangani pandemi Covid-19. Makin banyak kasus positif ditemukan, makin kecil kemungkinan penularan.
Oleh
Reny Sri Ayu
·4 menit baca
MAKASSAR, KOMPAS — Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan akan terus melakukan tes cepat guna menjaring kasus positif sebagai langkah strategis menekan penyebaran Covid-19. Berdasarkan kajian epidemiologi, puncak pandemi di Sulsel diperkirakan pada pertengahan hingga akhir bulan ini.
Hal itu dikemukakan Kepala Dinas Kesehatan Sulsel dr Ichsan Mustari dan pakar epidemiologi Universitas Hasanuddin, Makassar, Ridwan Amiruddin, saat konferensi pers daring di Makassar, Senin (8/6/2020) sore. Data terakhir, perkembangan kasus Covid-19 Sulsel sebanyak 2.014. Jumlah itu bertambah 110 kasus dibandingkan Minggu (7/6/2020).
”Saat ini, angka reproduksi kasus berkisar 0,9-1,8. Ini berarti rata-rata satu orang positif bisa menularkan ke dua orang lainnya. Makanya, menangkap satu kasus bisa mencegah penularan ke dua orang. Tes cepat efektif menekan kurva. Semakin banyak kasus baru ditemukan, makin besar upaya menekan penularan,” kata Ridwan, yang juga Ketua Tim Konsultan Gugus Tugas Pencegahan dan Penanganan Covid-19 Sulsel.
Menurut Ridwan, tes cepat harus dilakukan untuk menekan kurva pandemi Covid-19. Saat ini, ada empat wilayah di Sulsel dengan peningkatan kasus cukup tinggi, yakni Makassar sebagai episentrum serta Kabupaten Gowa dan Kabupaten Maros sebagai daerah penyangga Makassar. Satu wilayah lainnya adalah Kabupaten Luwu Timur, di mana terdapat bandara dengan penerbangan langsung dan juga industri pengolahan nikel PT Vale.
Tingginya kasus positif Covid-19 di Sulsel membuat daerah ini sebagai satu dari tiga provinsi yang mendapat perhatian khusus pemerintah pusat. Pada Minggu (7/6/2020), Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto, Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) yang juga Ketua Gugus Tugas Penanganan Covid-19 Doni Monardo, dan Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Muhadjir Effendy berkunjung ke Makassar. Mereka mendengar penjelasan terkait perkembangan Covid-19 di Sulsel.
Menurut Ridwan, saat ini adalah masalah yang cukup mengkhawatirkan. Berdasarkan penghitungan pakar epidemiologi, puncak pandemi di Sulsel diperkirakan terjadi sepanjang pertengahan hingga akhir Juni.
Kian banyak wilayah permukiman dan jalan-jalan hingga gang yang diblokade warga untuk mencegah petugas masuk melakukan tes cepat.
Tren di Sulsel menunjukkan kian banyak warga usia muda dan produktif yang terpapar Covid-19 akibat tingginya mobilitas dan interaksi sosial. Walau tingkat kesembuhan pada orang muda lebih tinggi, mereka berpotensi menyebarkan virus itu di lingkungan keluarga ataupun sosialnya.
Namun, di tengah upaya menekan kasus Covid-19 di Sulsel, pemerintah dihadapkan pada penolakan warga. Hingga Senin, aksi penolakan dan protes terhadap tes cepat terus dilakukan. Kian banyak wilayah permukiman dan jalan-jalan hingga gang yang diblokade warga untuk mencegah petugas masuk melakukan tes cepat. Bahkan, aksi mengambil paksa jenazah berstatus pasien dalam pengawasan (PDP) ataupun positif di rumah sakit masih terjadi.
Protes itu dilatari terkait banyaknya kasus pasien PDP yang meninggal dan dimakamkan dengan protokol Covid-19, tetapi hasil pemeriksaan swab yang keluar belakangan menunjukkan negatif. Warga juga menuding pihak rumah sakit dan tenaga kesehatan mengambil untung di tengah pandemi dengan memberi status PDP bagi setiap pasien yang masuk rumah sakit.
Menjawab tudingan ini, Kepala Dinas Kesehatan Sulsel dr Ichsan Mustari mengatakan, semua yang dilakukan pihak rumah sakit ataupun tenaga kesehatan sejauh ini berpedoman pada protokol yang berlaku.
”Memang sudah diatur bahwa pasien yang punya kontak dengan pasien positif atau wilayah terjangkit jadi PDP. Persoalannya memang hasil pemeriksaan swab bisa telat dan ada pasien yang masuk pagi lalu sore meninggal,” kata Ichsan.
Dia melanjutkan, protokol pemulasaraan dan pemakaman jenazah adalah empat jam setelah meninggal. ”Itu yang kami jalankan. Semua pihak harus mengikuti ketentuan itu dan menghormati peran semua pihak yang menjalankan tugas,” ujarnya.
Soal pemeriksaan swab, Ichsan mengatakan, pihaknya berupaya mengoptimalkan tujuh laboratorium yang ada di Sulsel dan memprioritaskan pasien PDP. Dia juga membantah tudingan ambil untung pihak rumah sakit dan tenaga kesehatan.
Ichsan mengatakan, hingga kini belum ada pembayaran untuk klaim perawatan pasien ke Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan. Meski begitu, penanganan tetap dilakukan pihak rumah sakit.
Terkait penolakan ini, Gubernur Sulsel Nurdin Abdullah sudah melakukan pertemuan dengan pihak TNI dan kepolisian. Nurdin meminta aparat mengambil tindakan tegas terhadap orang-orang yang melakukan penolakan dan penjemputan paksa jenazah. Pihak keamanan menduga ada provokator di balik aksi ini.