Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat mulai meniadakan kewajiban tes cepat bagi pengguna jasa pelayaran di dalam provinsi. Hanya saja, itu berlaku bagi mereka yang lolos dari pemeriksaan awal terhadap gejala Covid-19.
Oleh
ISMAIL ZAKARIA
·3 menit baca
MATARAM, KOMPAS — Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat meniadakan kewajiban tes cepat bagi pengguna jasa pelayaran di dalam provinsi. Kebijakan ini berlaku bagi mereka yang lolos dari pemeriksaan awal terhadap gejala Covid-19.
Kepala Dinas Perhubungan Provinsi NTB Lalu Bayu Windia di Mataram, Selasa (9/6/2020), mengatakan, kebijakan itu mulai berlaku hari ini untuk penyeberangan dari Pelabuhan Kayangan di Lombok Timur ke Pelabuhan Poto Tano di Sumbawa Barat atau sebaliknya.
Menurut Bayu, kebijakan itu telah dibahas melalui rapat terbatas para pemangku kepentingan di tingkat Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB). Dalam waktu dekat, akan ada peraturan Gubernur NTB Terkait itu dan ditindaklanjuti surat pemberlakukan dari instansi teknis.
Bayu menjelaskan, pengguna jasa pelayaran, baik dari Kayangan ke Poto Tano atau sebaliknya, tidak diwajibkan tes cepat. Meski demikian, akan ada serangkaian prosedur pemeriksaan oleh petugas dari Kantor Kesehatan Pelabuhan (KKP). Pemeriksaan dilakukan terutama bagi kelompok berisiko seperti anak-anak dan lanjut usia. Pemeriksaan meliputi pemindaian suhu tubuh dan pengecekan gejala awal.
”Jika dalam pemeriksaan awal tidak ditemukan gejala menonjol seperti suhu tubuh melampaui standar atau demam, mata merah, batuk dan flu, tidak perlu tes cepat,” kata Bayu.
Sebaliknya, kata Bayu, jika ada indikasi ke gejala-gejala awal Covid-19, mereka diminta untuk tidak menyeberang dulu dan disuruh pulang untuk melakukan karantina mandiri hingga kondisinya pulih kembali. ”Intinya, kalau sakit-sakit, jangan pergi (nyeberang) dulu,” kata Bayu.
Intinya, kalau sakit-sakit, jangan pergi dulu.
Sebelumnya, Pemerintah Provinsi NTB mewajibkan tes cepat untuk pengguna jasa pelabuhan atau pelayaran. Sementara untuk pelaku perjalanan (darat) antarkabupaten dalam provinsi, tidak diwajibkan.
Meski kewajiban tes cepat bagi pengguna jasa pelayaran dalam provinsi telah ditiadakan, bukan berarti masyarakat abai terhadap protokol pencegahan Covid-19. Menurut Bayu, mereka tetap mengimbau masyarakat untuk mengikuti pemeriksaan kesehatan, menggunakan masker, serta tetap menjaga jarak.
Antarprovinsi
Tes cepat masih wajib dilakukan bagi penyeberangan antarprovinsi. Tes cepat dilakukan di Pelabuhan Lembar di Lombok Barat yang melayani tujuan Padang Bai (Bali) dan Surabaya atau sebaliknya, Pelabuhan Sape di Bima menuju Labuan Bajo di Manggarai Barat, dan pelabuhan Badas di Sumbawa yang melayani penumpang ke Surabaya. Hal serupa juga berlaku untuk penggunaan moda transportasi udara dari Bandara Internasional Lombok (BIL).
Menurut General Manajer BIL Nugroho Jati, sesuai dengan surat edaran terbaru (Nomor 7 Tahun 2020) dari Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19, selain menunjukkan identitas diri, calon penumpang wajib menunjukkan surat keterangan uji tes usap dengan hasil negatif (berlaku tujuh hari) atau surat tes cepat dengan hasil nonreaktif (berlaku tiga hari).
”Penumpang juga wajib menunjukkan surat keterangan bebas gejala seperti influenza bagi daerah yang tidak memiliki fasilitas tes usap atau tes cepat,” kata Nugroho.
Menurut Nugroho, sesuai dengan surat edaran itu, pengguna umum sudah bisa bepergian dengan pesawat terbang. Tetapi tetap mematuhi protokol kesehatan dan menunjukkan hasil tes usap atau tes cepat. Kebijakan sebelumnya, penerbangan hanya untuk orang tertentu dengan keperluan khusus.
Masih berlakunya tes cepat atau tes usap untuk akses antarprovinsi sebagai upaya memutus rantai penyebaran Covid-19. Apalagi saat ini, kasus positif baru di NTB juga masih terus terkonfirmasi.
Hingga Selasa sore, menurut Ketua Pelaksana Harian Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Provinsi NTB Lalu Gita Ariadi, total pasien kasus positif di NTB 830 orang dengan perincian 409 sembuh, 26 meninggal dunia, dan 395 masih positif. Selain itu, masih ada 667 pasien dalam pengawasan dan 485 orang dalam pemantauan.