Belajar Strategi Aceh Mencegah Penyebaran Covid-19
Provinsi Aceh menjadi salah satu daerah dengan kasus Covid-19 terendah di Indonesia. Kasus di Aceh hanya 0,1 persen dari total jumlah kasus nasional. Sebanyak 17 pasien sembuh, 1 meninggal, dan 1 masih dalam perawatan.
Oleh
ZULKARNAINI
·5 menit baca
Provinsi Aceh menjadi salah satu daerah dengan kasus Covid-19 terendah di Indonesia. Hingga Rabu (27/5/2020), ada 19 pasien positif. Kasus di Aceh hanya 0,1 persen dari total jumlah kasus nasional. Sebanyak 17 pasien sembuh, 1 meninggal, dan 1 masih dalam perawatan.
Semua pasien Covid-19 di provinsi memiliki riwayat perjalanan dari luar daerah atau baru tiba dari daerah pandemi. Namun, mereka baru merasakan gejala saat beberapa lama berada di Aceh. Sejauh ini pasien positif tidak sampai menularkan virus ke sanak familinya. Pencegahan transmisi lokal menjadi kunci menahan laju penyebaran virus korona baru di Aceh.
Kasus pertama pasien Covid-19 di Aceh terjadi pada AA (56), warga Kota Lhokseumawe. Hasil pemeriksaan laboratorium AA baru keluar pada Kamis (26/3/2020), tiga hari setelah AA meninggal. Kasus perdana ini sangat mengejutkan pemerintah dan warga di Aceh. Pemerintah langsung memeriksa keluarga dekat dan orang-orang yang pernah berinteraksi dengan AA.
Satu pekan kemudian, kasus bertambah lima orang. Semua pasien Covid-19 dirawat di Rumah Sakit Umum Daerah Zainoel Abidin Banda Aceh, rumah sakit rujukan utama pasien korona di Aceh.
Melihat grafik kasus yang meningkat, Pemerintah Provinsi Aceh mengambil langkah cepat dengan menerapkan jam malam dan menutup warung kopi. Warga di Banda Aceh mulai mengisolasi wilayah permukiman mereka. Kebijakan itu memunculkan pro dan kontra dari warga karena pada saat yang sama akses transportasi, seperti penerbangan dan bus dari provinsi lain, masih bebas masuk ke Aceh.
Pada April dan Mei lalu, kasus baru bermunculan seiring arus mudik ke Aceh karena sejumlah provinsi menerapkan pembatasan aktivitas. Selama dua bulan, yakni April-Mei, 15 warga dinyatakan positif. Kasus paling banyak terjadi pada delapan santri dari Pondok Pesantren Alfatah Temboro, Kabupaten Magetan, Jawa Timur, yang mudik ke Aceh.
Dalam kasus santri Magetan, Pemprov Aceh dan pemerintah kabupaten asal santri mengalami kecolongan. Sebelum diketahui positif terjangkit Covid-19, mereka berbaur dengan warga. Bahkan, di Kabupaten Bener Meriah, ada yang menjadi imam shalat Tarawih.
Namun, beruntung santri Magetan, yang belakangan dinyatakan positif Covid-19 berdasarkan hasil tes usap tenggorokan (swab), tidak menularkan virus kepada keluarga dan warga sekitar. Dari hasil tes cepat (rapid test) dan tes usap pada keluarga para santri, tidak ada yang positif Covid-19.
Kecolongan
Ketua Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Aceh Safrizal Rahman menuturkan, sebenarnya pemerintah kecolongan karena tidak menerapkan protokol karantina mandiri kepada para santri Magetan. ”Namun, kita harus bersyukur tidak ada kasus transmisi lokal dari santri-santri Magetan itu,” kata Safrizal.
Bagi Safrizal, kasus Covid-19 di Aceh sedikit aneh lantaran tidak ada penularan dari pasien kepada orang lain. Misalnya, pasien dari Kabupaten Aceh Besar. Laki-laki yang baru pulang bulan madu bersama istrinya dari Malaysia, itu, dinyatakan positif Covid-19 setibanya di Banda Aceh. Akan tetapi, istrinya tidak terjangkit Covid-19 sama sekali.
Apakah benar warga Aceh patuh pada imbauan pemerintah?
Begitu juga dengan kasus di Bener Meriah. Seorang santri, belakangan diketahui positif Covid-19, telah menjadi imam shalat Tarawih di lingkungannya. Namun, hasil tes para jemaah dan keluarganya semua negatif. ”Perlu analisis lebih dalam lagi, apa yang membuat di Aceh tidak ada penyebaran transmisi lokal,” kata Safrizal.
Saat ini, Aceh menjadi daerah dengan kasus Covid-19 paling rendah dan tingkat kesembuhan paling tinggi. Terhadap pencapaian ini, juru bicara pemerintah untuk penanganan Covid-19, Achmad Yurianto, menilai, Aceh berhasil menahan laju penyebaran karena warga dan pemerintah daerah sama-sama menerapkan protokol kesehatan. Bahkan, Yurianto menyinggung provinsi lain layak berkaca pada Aceh.
Apakah benar warga Aceh patuh pada imbauan pemerintah? Faktanya tidak demikian. Meski ada imbauan menerapkan protokol kesehatan, banyak juga warga yang tidak menggunakan masker dan tidak menjaga jarak fisik. Pasar, mal, warung kopi, dan tempat ibadah di Aceh tetap ramai seperti biasa. Saat Lebaran warga masih saling berjabat tangan.
Bagi Safrizal, kondisi saat ini bukanlah fakta yang sebenarnya. Dia justru khawatir saat orang-orang mulai lengah karena menganggap Aceh ”zona aman” akan muncul gelombang serangan kedua. Sebab, sebagian besar warga yang terpapar Covid-19 tidak menunjukkan gejala atau disebut orang tanpa gejala (OTG). Di sisi lain, target tes massal 30.000 sampel tidak tercapai.
”Saya khawatir satu bulan setelah Lebaran bakal terjadi kenaikan kasus lagi, sebab saat ini saya lihat warga beraktivitas seperti keadaan normal,” kata Safrizal.
Hingga 27 Mei, orang dalam pemantauan (ODP) di Aceh mencapai 2.021 orang dan pasien dalam pengawasan (PDP) 100 orang. Sebagian besar ODP dan PDP telah selesai melewati masa karantina dan perawatan.
Juru bicara penanganan Covid-19 Aceh, Saifullah Abdulgani, mengatakan, kunci keberhasilan pencegahan penyebaran virus ada pada warga. Semakin patuh warga terhadap protokol kesehatan, semakin kecil peluang penyebaran virus. Namun, tidak mudah mengatur warga mematuhi aturan Covid-19. Sebagian ODP diminta karantina malah berbaur dengan warga.
Normal baru
Penegahan arus mudik ke Aceh sejak 23 Mei sampai 1 Juni dinilai cukup memberikan dampak baik terhadap pencegahan penyebaran virus. Selama satu pekan aturan diterapkan, sedikitnya 2.000 warga yang hendak mudik ke Aceh diminta putar balik ke arah Sumatera Utara di perbatasan Aceh dan Sumatera Utara.
Setelah tidak ada penambahan kasus Covid-19, Pemprov Aceh kini bersiap menerapkan normal baru. Aktivitas perkantoran dan pusat ekonomi warga akan dibuka kembali dengan aturan pencegahan Covid-19.
Sekretaris Daerah Aceh Taqwallah mengatakan, kondisi normal baru akan dimulai dari aktivitas perkantoran pemerintah kemudian diperluas ke area publik lain. Warga diminta tidak panik, tetapi tetap waspada. Sikap menyepelekan virus akan membuat lengah sehingga membuka peluang terpapar. Mari tetap menjalankan protokol kesehatan untuk mencegah penularan Covid-19.