Tes massal tak hanya menjadi kunci untuk memutus rantai penularan Covid-19. Di Surabaya, tes massal yang sangat diminati masyarakat menjadi salah satu cara untuk menghilangkan stigma warga yang tidak terpapar Covid-19.
Oleh
AGNES SWETTA PANDIA/IQBAL BASYARI
·5 menit baca
Terik matahari tak menyurutkan atusiasme ratusan warga mengikuti tes massal Covid-19 yang diadakan Pemerintah Kota Surabaya bersama Badan Intelijen Negara di halaman parkir pusat perbelanjaan Plaza Marina, Surabaya, Rabu (10/6/2020). Bahkan, satu jalur Jalan Margorejo Indah harus ditutup untuk dijadikan tempat antrean warga yang sudah mengular sejak pagi.
Antusiasme mengikuti tes massal tidak hanya terjadi di Margorejo. Sejak dua pekan lalu, tes massal yang diadakan Pemkot Surabaya bersama BIN dan Badan Nasional Penanggulangan Bencana tidak pernah sepi peminat. Bahkan, antrean sudah mengular sejak dua jam sebelum tes dimulai pukul 07.00.
Antrean dibuat berjarak lebih dari 1 meter sebagai bagian dari penerapan protokol kesehatan. Petugas pun menyediakan kursi agar warga yang mengantre tidak kelelahan karena rata-rata mereka bisa mengantre selama dua hingga tiga jam, bahkan lebih, untuk mendapat giliran dites oleh petugas.
”Puji Tuhan hampir lima jam antre rapid test Covid-19 hasilnya nonreaktif,” kata Glen Fadersaer, salah satu warga yang mengikuti tes cepat di Jalan Bung Tomo, Surabaya.
Bagi Sahroni (39), penjual soto di Gunung Anyar, tes massal yang digelar Pemkot Surabaya dimanfaatkan untuk mengetahui kondisi kesehatannya dan keluarganya. Dia ikut tes bersama seluruh keluarga, termasuk bapak dan ibunya, di kantor Kecamatan Gunung Anyar.
”Kami kan berjualan soto keliling, jadi penting ikut tes, wong gratis kok. Ketua RT di tempat saya selalu mengajak warga terutama yang memiliki aktivitas masih tinggi, seperti berjualan, agar segera ikut tes cepat,” katanya.
Tidak hanya untuk mengetahui kondisi kesehatan, bagi Krisna Fajar Permana (32), warga Gubeng, tes Covid-19 sangat penting untuk menunjukkan kondisi kesehatan ke tetangganya yang telah mengucilkan keluarga setelah ayahnya meninggal dalam status PDP meskipun saat keluar hasilnya negatif.
”Berhari-hari tetangga tidak ada yang bertegur sapa karena mungkin takut tertular. Akhirnya saya ikut tes cepat dan hasilnya nonreaktif. Saya unggah hasil tes itu ke media sosial agar tetangga dan teman-teman tidak lagi menstigma saya sekeluarga,” ujar Krisna yang telah ikut tes massal dua kali.
Stigma dan kecurigaan antarwarga saat pandemi Covid-19 di Surabaya pernah mengemuka. Warga saling mencurigai satu sama lain sehingga terjadi pengucilan di antara tetangga. Bahkan, orang lain, seperti pedagang keliling, tak luput dari kecurigaan itu.
Berhari-hari tetangga tidak ada yang bertegur sapa karena mungkin takut tertular. Akhirnya saya ikut tes cepat dan hasilnya nonreaktif. Saya unggah hasil tes itu ke media sosial agar tetangga dan teman-teman tidak lagi menstigma saya sekeluarga.
Oleh sebab itu, Lukman (34), pedagang bakso keliling yang tinggal di Rungkut Lor, ikut cepat cepat sangat berguna untuk kelangsungan usahanya.
”Sekarang kan ketat mau keluar masuk gang. Wajib pakai masker dan dicatat data lengkap oleh pengurus RT. Bahkan, belakangan saya diajurkan tes supaya sama-sama aman dan tidak saling curiga,” katanya.
Krisna dan Lukman sangat antusias untuk mengikuti tes massal karena ada kejelasan proses pemeriksaan yang dilakukan Pemkot Surabaya. Seandainya hasil tes cepat keduanya dinyatakan reaktif, mereka tidak perlu khawatir memikirkan keberlanjutan pengobatan.
”Selain gratis, saya mau ikut tes karena jika hasil tes cepat reaktif bisa langsung ikut tes usap tenggorokan. Jika harus dirawat sudah jelas tempatnya,” tutur Krisna.
Tes massal untuk memutus penularan Covid-19 di Surabaya dimulai sejak 31 Maret 2020. Kala itu, tes baru dilakukan di 63 puskesmas dengan kapasitas masing-masing sekitar 20 tes per hari. Sasarannya adalah warga hasil penelusuran kontak pasien positif, orang dalam pemantauan (ODP), pasien dalam pengawasan (PDP), tenaga medis, dan hasil pemantauan dari situs https://lawancovid-19.surabaya.go.id/.
Kapasitas tes kemudian meningkat hingga 2.000 per hari setelah BIN dan BNPB mengirim bantuan mobil laboratorium bergerak. Setiap hari, setidaknya ada dua lokasi tes yang dekat dengan perkampungan warga. Lokasi yang dipilih adalah kawasan yang sudah terjadi kluster penularan perkampungan.
Staf Khusus Kepala BIN Mayor Jenderal Suyanto mengatakan, pada awalnya BIN akan membantu tes massal selama sepuluh hari. Namun, antusiasme tinggi dan temuan kasus positif di atas 10 persen dari peserta tes massal, akhirnya bantuan dilanjutkan hingga 18 hari.
”Kapasitas tes cepat dari BIN mencapai 2.000 sampel per hari. Jika reaktif, langsung dilakukan pemeriksaan tes usap tenggorokan dan hasilnya bisa diketahui dalam waktu lima jam,” ujarnya.
Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini mengatakan, sejatinya tes massal di Surabaya sudah terlambat. Saat awal-awal kasus muncul, pihaknya kesulitan melakukan pengadaan alat tes cepat. Kalaupun ada bantuan dari pemerintah pusat, jumlahnya tidak terlalu banyak karena dibagikan melalui Provinsi Jatim.
”Akhirnya Kementerian Kesehatan, BNPB, dan BIN ke Surabaya memberikan prioritas kepada Surabaya karena jumlah kasusnya tinggi,” katanya.
Risma mengatakan, lokasi tes ditentukan berdasarkan perhitungan epidemiologi. Lokasi dipilih jika diketahui telah terjadi banyak kasus di kawasan tersebut. Tes sangat diperlukan untuk memutus rantai penularan di perkampungan, terlabih mayoritas pasien positif tidak menunjukkan gejala.
Warga yang ikut hanya perlu membawa kartu tanda penduduk. Jika hasil tes cepat menunjukkan reaktif, mereka langsung dilakukan tes usap tenggorokan di lokasi yang sama. Warga yang reaktif akan diisolasi di hotel hingga hasil tes usap tenggorokan keluar.
Data yang ada di pemkot itu nama berikut alamat, nomor telepon, serta jumlah anggota keluarga yang tinggal bersama dalam satu rumah. Data ini begitu detail karena pemkot melakukan penelusuran kontak hingga kategori orang dengan risiko. Artinya orang yang sempat berkumpul dengan positif Covid-19.
Jadi terus bertambahnya kasus terkonfirmasi positif berkat kerja keras berbagai pihak dalam menyelenggarakan tes massal. Lagi pula Pemkot Surabaya sejak awal terus melakukan penelusuran warga yang kemungkinan tertular virus korona.
”Data yang ada di pemkot itu nama berikut alamat, nomor telepon serta jumlah anggota keluarga yang tinggal bersama dalam satu rumah. Data ini begitu detail karena pemkot melakukan penelusuran kontak hingga kategori orang dengan risiko. Artinya orang yang sempat berkumpul dengan positif Covid-19,” kata Risma.
Untuk itu, seluruh aparatur di lingkungan pemkot hingga ketua rukun tetangga terus ditekankan agar melakukan pengecekan terhadap warga di sekitarnya. Paling sulit memperoleh data orang dalam risiko (ODR) karena rata-rata pasien tidak memiliki data lengkap perjalanannya selama 14 hari terakhir sebelum terkonfirmasi positif Covid-19.
Hingga Selasa (94/6/2020), tes cepat sudah dilakukan pada 50.049 orang dengan hasil 11 persen di antaranya reaktif. Kemudian tes usap tenggorokan sudah dilakukan pada 5.948 orang dengan hasil positif rata-rata 23,8 persen.
Risma menegaskan, warga yang terkonfirmasi posiitf akan dirawat dengan baik. Jika mereka tidak menunjukkan gejala, mereka akan dirawat di Asrama Haji Embarkasi Surabaya, sedangkan pasien yang memiliki gejala ringan hingga berat dirawat di rumah sakit.
”Tes massal ini untuk membantu warga agar bisa segera sembuh sekaligus mencegah adanya stigma negatif terhadap warga yang terpapar Covid-19,” kata Risma.