Sarjana Unsrat Tetap Kenakan Toga meski Wisuda di Rumah
Wisuda bersama teman-teman di kampus hanyalah angan bagi mahasiswa Universitas Sam Ratulangi, Manado. Covid-19 membuyarkan segala euforia yang ditunggu-tunggu selama bertahun-tahun kuliah itu.
Oleh
KRISTIAN OKA PRASETYADI
·5 menit baca
Imajinasi Hiero Lasut (20) tentang situasi ideal wisuda sarat akan euforia. Ia membayangkan mendengar namanya dipanggil untuk naik ke podium, rektor memindahkan tali topi toga dari kiri ke kanan, menerima ijazah, lalu keluar auditorium untuk memamerkan senyum lebar di depan kamera bersama keluarga dan kawan-kawan serta saling memberi selamat.
Namun, Covid-19 merebak di Sulawesi Utara, seperti daerah lainnya di Indonesia. Pembatasan sosial yang melarang gelaran acara yang mengumpulkan lebih dari 10 orang sekaligus membuyarkan angan Hiero. Sarjana Ilmu Hukum Universitas Sam Ratulangi (Unsrat) itu pun harus mengubur keinginan itu dengan rasa mafhum.
Jauh dari riuh dan ria, Kamis (11/6/2020), Hiero duduk di depan laptop didampingi sang ibu, Youna Sompotan (44). Rektor Unsrat Ellen Kumaat tampak berbicara di layar aplikasi pertemuan Zoom dalam prosesi acara wisuda dalam jaringan. Hiero adalah satu dari 436 mahasiswa sarjana, pascasarjana, dan profesi yang diwisuda dari Unsrat hari itu.
Ketika namanya dibacakan, Hiero bangkit, lalu Youna menggantikan peran rektor untuk memindahkan tali topi toga putranya dari kiri ke kanan. Sah sudah gelar Sarjana Hukum disandang Hiero. Diiringi senyum haru, Youna menjabat tangan serta mencium pipi kanan dan kiri anak pertamanya itu.
Semua berlangsung di ruang tamu rumah mereka yang penuh barang antik dari marmer dan kaca di daerah Bethesda, Manado, Sulawesi Utara. Hiero bahkan mengenakan setelan toga lengkap dengan jubah, topi, dan samir yang dibelinya sendiri.
”Sebenarnya enggak harus pakai toga. Fakultas hanya mewajibkan pakai baju putih-hitam. Namun, angkatan saya inisiatif sendiri untuk sewa atau beli jubah dan topi toga supaya terasa wisudanya. Sudah wisuda online, masa enggak merasakan pemindahan tali toga,” kata Hiero yang memesan toga empat hari sebelum wisuda.
Hiero menyelesaikan studinya selama 3 tahun 8 bulan. Ia bisa saja mengikuti wisuda pada Februari lalu, tetapi aturan universitas mengharuskan mahasiswa Fakultas Hukum wisuda setelah menyelesaikan tahun keempat kuliah, berbeda dari fakultas lain.
Tetapi, apalah artinya wisuda, keadaan tidak memungkinkan. Yang penting anak saya sudah sukses menyelesaikan tugasnya.
”Kami iri sama fakultas lain yang boleh wisuda lebih dulu. Seandainya kami juga boleh, pasti enggak wisuda online seperti ini, bisa rayakan sama-sama teman. Tetapi, begini memang jalannya. Yang penting kami sudah sarjana,” kata Hiero.
Youna, ibu Hiero, juga terpaksa memendam keinginan melihat putranya melangkah di atas podium. Ia ingin merasakan kebanggaan orangtua yang menyaksikan putranya secara simbolis menyelesaikan pendidikan tinggi. ”Tetapi, apalah artinya wisuda, keadaan tidak memungkinkan. Yang penting anak saya sudah sukses menyelesaikan tugasnya,” katanya.
Yang tak kalah penting bagi Youna adalah langkah Hiero selanjutnya. Putra pertamanya itu bercita-cita menjadi jaksa. Namun, untuk sementara, belum ada pendaftaran dan tes yang dilaksanakan sampai pemerintah menyatakan kegiatan di ruang publik boleh kembali terlaksana.
Hiero pun akan memanfaatkan waktu untuk berlatih mengerjakan soal-soal tes calon pegawai negeri sipil (CPNS). ”Kita tunggu saja kelanjutan wacana new normal (tatanan normal baru) dari pemerintah. Untuk sementara, saya di rumah saja mengikuti anjuran pemerintah sambil bantu-bantu orangtua,” katanya.
Di daerah Paal II, perayaan mini wisuda Addi Abel Rembang (21) juga telah usai. Mahasiswa Kedokteran Unsrat itu cukup bangga bisa mendapatkan gelar Sarjana Kedokteran dalam waktu 3 tahun 11 bulan. Namun, capaian itu ia rayakan hanya bersama ayah, ibu, dan pacarnya.
”Didampingi orangtua waktu pembacaan nama, tapi enggak ada kesan yang gimana gitu. Kan, cuma dibacain.Setelah itu, pacar saya yang datang kasih bunga dan ucapan selamat. Teman-teman lain wisuda online di rumah masing-masing,” kata Addi di teras rumah sekaligus gereja besutan ayahnya, seorang pendeta.
Addi cukup senang dengan prosesi wisuda yang bahkan juga melibatkan menyanyikan lagu ”Indonesia Raya” dan bahkan ”Heal The World” oleh Michael Jackson. Namun, ijazah Addi harus menyusul belakangan. Hanya dua orang lulusan terbaik sebagai perwakilan 436 wisudawan yang menerima ijazah langsung di ruang auditorium.
Hal yang tak kalah esensial yang Addi angan-angankan, yaitu foto bersama teman-teman, tidak dapat terlaksana sehingga mereka harus mencari cara menyiasatinya. ”Jadi, selesai prosesi wisuda, kami bikin Zoom Meeting sendiri, berpose di depan kamera, terus kami screen capture (tangkap gambar layar). Itu gantinya foto bersama,” kata Addi diiringi tawa.
Addi memang sudah sarjana, tetapi masih ada dua tahun yang harus ia lalui agar sah berprofesi sebagai dokter umum. Sebanyak 360 dari 579 kasus positif Covid-19 terpusat di Manado. Namun, Addi berharap tatanan normal baru dapat segera diberlakukan. Sebab, mahasiswa kedokteran hanya mampu menjadi dokter bila mengantongi banyak pengalaman melalui koasistensi.
Ia juga berharap Unsrat mulai memikirkan cara melindungi calon-calon dokter yang akan dicetaknya. ”Gara-gara Covid-19, semua tenaga kesehatan di rumah sakit harus mengenakan alat pelindung diri. Kami belum tahu apakah itu akan disediakan oleh kampus atau kami harus sediakan sendiri. Yang jelas, biayanya tidak akan murah,” kata Addi.
Perdana
Wakil Rektor Bidang Akademik Unsrat Grevo Gerung mengatakan, wisuda keempat tahun ajaran 2019/2020 pada Kamis itu adalah yang pertama kali digelar secara daring. Wisuda pun diikuti lebih sedikit wisudawan, hanya 436 dari biasanya 1.000-an orang. Namun, wisuda daring yang juga disiarkan lagsung di Youtube ini juga menarik sekitar 760 pemirsa.
”Kami paham, pasti para wisudawan tidak dapat menikmati euforia berfoto bersama teman-teman dan dosen-dosen. Meskipun keadaan tidak memungkinkan, saya rasa wisuda berjalan seperti biasa, hanya saja daring. Saat menyanyi lagu kebangsaan, kami sama-sama berdiri, begitu juga saat mengucap janji wisudawan, semua penuh penghayatan,” kata Grevo.
Dari segi anggaran, ia pun menyebut ada penghematan karena tidak perlu ada biaya operasional gedung dan konsumsi. Namun, Unsrat menjamin setiap mahasiswa dapat mengikuti wisuda dengan bekal paket data internet. Sejak Maret, kampus mengirimkan paket 50 gigabita (GB) senilai Rp 100.000, termasuk untuk kuliah dan ujian skripsi.
Di masa depan, adaptasi dengan tatanan normal baru sudah mutlak. Sebelum mahasiswa kembali beraktivitas di kampus, Unsrat sudah menyediakan infrastruktur penunjang protokol kesehatan seperti tempat cuci tangan. Di samping itu, kuliah jarak jauh akan diteruskan.
”Apalagi, kami akan menerima mahasiswa baru dari sejumlah daerah. Mereka sudah bayar biaya kuliah, jadi kami wajib memenuhi kebutuhan kuliah mereka. Ada pula portal INSPIRE Unsrat untuk menunjang kuliah daring. Dosen, mahasiswa, sampai orangtua bisa memanfaatkannya untuk memantau perkembangan kuliah mahasiswa,” kata Grevo.