Balai Taman Nasional Gunung Rinjani, Nusa Tenggara Barat, berencana membuka kembali jalur pendakian Gunung Rinjani setelah ditutup untuk pemulihan ekosistem dan merebaknya Covid-19, paling lambat awal Agustus mendatang.
Oleh
ISMAIL ZAKARIA
·4 menit baca
MATARAM, KOMPAS — Balai Taman Nasional Gunung Rinjani, Nusa Tenggara Barat, berencana membuka kembali jalur pendakian Gunung Rinjani setelah ditutup untuk pemulihan ekosistem dan merebaknya Covid-19. Para pelaku menyambut antusias rencana itu karena penutupan telah menghentikan seluruh aktivitas mereka. Pembukaan jalur pendakian diharapkan bisa dilakukan paling telat awal Agustus.
Berdasarkan catatan Kompas, semua jalur pendakian Rinjani ditutup sejak 1 Januari 2020 hingga 31 Maret 2020. Selain dalam rangka pemulihan ekosistem, juga mengantisipasi cuaca ekstrem selama periode itu yang berpotensi membahayakan pendaki.
Seiring merebaknya Covid-19, pada 16 Maret 2020, Balai Taman Nasional Gunung Rinjani (BTNGR) memperpanjang penutupan, termasuk obyek wisata alam di kawasan TNGR, seperti air terjun, pemandian air panas, dan kawasan perbukitan yang menjadi tempat berkemah.
Persiapan itu meliputi destinasi dan prosedur standar operasi, termasuk koordinasi dengan pemangku kepentingan lain.
Belum adanya tanda menurunnya penyebaran Covid-19 di Nusa Tenggara Barat sejak kasus pertama pada minggu keempat Maret membuat pihak Balai TNGR kembali memperpanjang penutupan. Penutupan berlaku mulai 30 Maret 2020 hingga waktu yang belum ditentukan.
Namun, dalam perkembangannya, Balai TNGR dalam waktu dekat berencana membuka kembali jalur pendakian dan kegiatan wisata alam di sekitar Gunung Rinjani. Kepala Balai TNGR Dedy Asriady, di Mataram, Selasa (16/6/2020), mengatakan, mereka saat ini sedang mempersiapkan segala sesuatu yang dibutuhkan untuk pembukaan jalur pendakian.
”Persiapan itu meliputi destinasi dan prosedur standar operasi, termasuk koordinasi dengan pemangku kepentingan lain,” kata Dedy.
Menurut Dedy, kesiapan destinasi meliputi pendakian dan non-pendakian. Untuk jalur pendakian yang sebelumnya rusak akibat gempa pada 2018 telah selesai diperbaiki pada akhir Maret lalu. Jalur itu baik di Sembalun (Lombok Timur), Senaru (Lombok Utara), Aikberik (Lombok Tengah), Timbanuh (Lombok Timur), Torean (Lombok Utara), maupun Propok (Lombok Timur).
Jalur non-pendakian atau obyek wisata di sekitar kawasan Rinjani juga siap. Obyek itu di antaranya air terjun Joben (Lombok Timur), air terjun Kembang Kuning, dan pemandian air panas Sebau (Lombok Timur).
Proses finalisasi
Dedy mengatakan, sejak minggu kedua hingga ketiga Juni, mereka dalam proses finalisasi prosedur standar operasi (SOP) untuk pendakian dan non-pendakian. SOP itu terkait dengan pencegahan Covid-19. Setelah selesai, akan dibahas bersama pemangku kepentingan lain.
Setelah SOP selesai, kata Dedy, pada akhir Juni mereka akan memperkuat koordinasi untuk persiapan pembukaan jalur. Koordinasi itu dengan pemerintah daerah, baik Provinsi NTB maupun kabupaten yang memiliki jalur pendakian seperti Lombok Timur, Lombok Tengah, dan Lombok Utara. Termasuk dengan tim Gugus Tugas Covid-19 daerah.
”Jika semua selesai, kami akan laporkan ke Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan untuk mendapatkan izin pembukaan,” kata Dedy.
Menurut Dedy, diharapkan, pembukaan jalur pendakian Rinjani bisa dilakukan dalam satu atau dua bulan ke depan. Jika demikian, paling telat dilakukan pada awal Agustus 2020.
Terkait pembukaan jalur, pelaku pariwisata di sekitar Rinjani menyambutnya dengan antusias. Ketua Asosiasi Tour Operator Senaru (ATOS) Sumatim, saat dihubungi dari Mataram, mengatakan, jika dihitung sejak penutupan sebelum Covid-19, berarti sudah hampir enam bulan mereka tidak beraktivitas.
”Pengusaha di bidang pendakian sangat menunggu pembukaan. Kami siap baik perlengkapan, personel, maupun menerapkan SOP pencegahan Covid-19 yang nanti dikeluarkan pihak Balai TNGR,” kata Sumatim.
Pemandu pendakian
Menurut Sumatim, sejak penutupan, semua usaha pariwisata di kawasan Rinjani terdampak. ATOS membawahkan sekitar 60 pengusaha dengan total porter (pemandu pendakian) hingga 2.000 orang.
”Tidak hanya pemandu yang menganggur, masyarakat sekitar, termasuk pedagang yang selama ini menyediakan kebutuhan pendaki, juga ikut terdampak. Begitu juga dengan penginapan,” kata Sumatim.
Hal serupa disampaikan M Kadran Hafifi, pembina Kelompok Sadar Wisata Benstol (Benang Stokel) Community Based Tourism Desa Aik Berik, Lombok Tengah. Aik Berik merupakan salah satu pintu pendakian resmi Rinjani.
Menurut Hafifi, sejak Covid-19 merebak, tidak ada kegiatan yang bisa dilakukan, terutama bagi masyarakat yang sepenuhnya bergantung pada pariwisata. ”Kami benar-benar terpukul. Apalagi tidak bisa langsung mencari alternatif lain karena butuh proses. Tidak bisa serta-merta. Oleh karena itu, pembukaan pendakian sangat kami harapkan,” kata Hafifi.
Hafifi menambahkan, mereka siap menerapkan protokol kesehatan dari Balai TNGR jika nanti pendakian Rinjani dibuka kembali, termasuk obyek wisata lain di Aik Berik, seperti Air Terjun Benang Stokel dan Benang Kelambu.