Anggaran Besar di Kalteng Bukan Jaminan Sukses Tekan Penyebaran Covid-19
Anggaran penanganan Covid-19 di Kalimantan Tengah mencapai Rp 1,4 triliun. Namun, anggaran sebesar itu diyakini tak berarti apa-apa tanpa kedisiplinan masyarakat dan komitmen pimpinan daerah menekan penyebaran Covid-19.
Oleh
DIONISIUS REYNALDO TRIWIBOWO
·3 menit baca
PALANGKARAYA, KOMPAS — Anggaran penanganan Covid-19 di Kalimantan Tengah mencapai Rp 1,4 triliun. Namun, anggaran sebesar itu diyakini tak berarti apa-apa tanpa kedisiplinan masyarakat dan komitmen pimpinan daerah menekan penyebaran Covid-19.
Gubernur Kalteng Sugianto Sabran mengungkapkan, anggaran Rp 1,4 triliun itu berasal dari APBD Provinsi Kalteng Rp 500 miliar ditambah realokasi anggaran dari 14 kabupaten/kota Rp 900 miliar. Anggaran itu naik dari sebelumnya hanya Rp 739 miliar.
Angka sebesar itu digunakan untuk penanganan dan pelayanan pasien, seperti pemeriksaan cepat masal, uji usap, penambahan alat pelindung diri (APD), dan penguatan rumah sakit. Selain itu, anggaran besar itu juga digunakan untuk bantuan sosial dan bantuan langsung tunai.
”Anggaran yang besar itu percuma kalau tidak ada kedisiplinan. Saya selalu menegaskan ke bupati dan wali kota untuk betul-betul memanfaatkannya untuk rakyat dan tepat sasaran,” kata Sugianto di Palangkaraya, Rabu (17/6/2020).
Sugianto melihat selama ini masih banyak daerah yang belum menyiapkan tempat karantina bagi orang tanpa gejala (OTG). Selain itu, uji usap dan tes masal cepat masih sangat minim.
”Masih ada pimpinan daerah yang santai-santai saja menghadapi ini (Covid-19). Nanti kalau tes masal (kasus positif) meledak, baru sadar,” ungkapnya.
Data Gugus Tugas Penanganan Covid-19 Kalteng menunjukan peningkatan kasus, dari 654 kasus menjadi 701 kasus pada Rabu siang. Rata-rata peningkatan harian 15-20 kasus.
Pasien yang dirawat di rumah sakit rujukan mencapai 383 orang dan 274 pasien telah sembuh. Pasien positif tercatat 44 orang meninggal. Jumlah pasien positif meninggal dihitung terpisah dengan jumlah pasien dalam pengawasan yang meninggal.
Minimnya pemeriksaan itu pun terlihat di data yang sama. Selama ini pemerintah baru melakukan 3.125 pemeriksaan usap atau 0,11 persen dari populasi di Kalteng yang mencapai 2,7 juta penduduk. Sementara tes masal cepat baru dilakukan lebih kurang untuk 10.000 orang.
Masih ada pimpinan daerah yang santai-santai saja menghadapi ini (Covid-19). Nanti kalau tes masal (kasus positif) meledak, baru sadar.
Ketua Harian Tim Gugus Tugas Penanganan Covid-19 Provinsi Kalteng Darliansjah beberapa kali meminta ke tiap kabupaten untuk menyiapkan pemeriksaan cepat atau bahkan uji usap mandiri. Ia mencontohkan, Kabupaten Barito Timur yang baru melakukan uji usap hanya 20 orang atau Kabupaten Barito Utara dengan 60 orang uji usap.
”Input datanya, ya, minim. Dengan data itu, seakan-akan tidak ada masalah. Tetapi jika ditelusuri, bisa saja jauh lebih besar. Makanya, perlu keseriusan juga komitmen,” tambah Darliansjah.
Kepala Dinas Kesehatan Kalteng Suyuti Syamsul mengungkapkan, keterbatasan pemeriksaan bukan soal anggaran, melainkan kendala mendapatkan reagen positif. Reagen positif merupakan senyawa kimia sebagai syarat melakukan uji usap.
”Reagen ini sangat sulit didapatkan di pasaran. Kami sudah meminta dan ingin membeli, tetapi masih kurang,” kata Suyuti.
Suyuti menambahkan, untuk uji usap, baru Kota Palangkaraya yang mampu melakukannya mandiri. Sementara 13 kabupaten lain masih harus mengirim spesimen keluar pulau atau langsung ke Palangkaraya.
Hanya Kabupaten Kapuas dan Kabupaten Kotawaringin Barat yang saat ini memiliki alat RT-PCR meski belum bisa dioperasikan karena masih dalam verifikasi. ”Sekarang ada tiga alat, ditambah dua alat sedanga verifikasi dan ada satu tambahan lagi nanti. Tetapi, kalau reagennya tidak ada, ya, percuma,” ungkapnya.
Pada webinar yang dilaksanakan Walhi Kalteng tentang normal baru pada Rabu siang, salah satu penggagas Lapor Covid-19 dan pakar kesehatan masyarakat Irma Hidayana mengungkapkan, pemerintah sudah menyiapkan tatanan kehidupan baru. Padahal, angka kasus terus meningkat.
”Saat penambahan kasus masih ada, masyarakat seperti diminta membekali dirinya sendiri dengan edukasi soal korona dan mengubah perilaku,” ungkap Irma.
Irma menjelaskan, pemerintah saat ini perlu memberikan edukasi soal risiko virus korona. ”Masih ada orang yang belum tahu mengapa harus mengenakan masker. Sosialisasi protokol kesehatan saja tidak cukup,” ungkap Irma.