Kaum Milenial di Sumsel Diimbau Tidak ”Nongkrong” Dulu
Pemerintah Sumatera Selatan meminta kaum milenial tidak ”nongkrong” terlebih dahulu walau sudah ada pelonggaran di sejumlah tempat karena angka reproduksi efektif di Palembang masih lebih dari satu.
Oleh
RHAMA PURNA JATI
·3 menit baca
PALEMBANG, KOMPAS — Pemerintah Sumatera Selatan meminta kaum milenial tidak nongkrong terlebih dahulu walau sudah ada pelonggaran di sejumlah tempat. Potensi penularan masih tetap terjadi mengingat dalam enam hari terakhir, kasus positif di Sumatera Selatan tidak pernah kurang dari 40 orang.
Juru Bicara Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Sumatera Selatan Iche Andriyani Liberty, Jumat (19/6/2020), menyampaikan, saat ini Sumatera Selatan bersiap untuk melakukan tatanan kehidupan baru (new normal life). ”Kita kembali ke suasana normal, tetapi dengan cara hidup yang baru. Tidak akan sama dengan gaya hidup sebelum pandemi,” ucapnya.
Oleh karena itu, sangat penting bagi warga untuk mengedepankan protokol kesehatan, terutama menjaga jarak dan mengenakan masker. ”Walau beberapa daerah tidak lagi menerapkan pembatasan sosial berskala besar (PSBB), bukan berarti kita boleh berkerumun,” kata Iche.
Saat ini reproduksi efektif (Rt) di Sumatera Selatan masih di atas 1, yang berarti potensi penularan masih terjadi. Bahkan, per Jumat (19/6/2020), ada tambahan kasus baru positif Covid-19 sebanyak 84 orang. Data Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 menunjukkan angka penularan di Sumsel dalam enam hari terakhir tidak pernah kurang dari 40 orang.
”Saya imbau anak milenial jangan nongkrong dulu walau sudah tidak PSBB lagi,” kata Iche.
Sampai saat ini, ujar Iche, total warga Sumsel yang terjangkit Covid-19 mencapai 1.680 orang. Dari jumlah tersebut, 739 orang dinyatakan sembuh dan 66 orang meninggal. Sementara yang masih dalam perawatan dan menjalani karantina 875 orang.
Pantauan Kompas di Palembang, sejumlah kegiatan yang menimbulkan kerumunan masih saja terjadi. Anak muda masih nongkrong di sejumlah warung kopi sembari menikmati suasana malam. Bahkan, beberapa dari mereka tampak tidak mengenakan masker.
Hal itu juga terjadi di sejumlah pasar di Palembang, terutama di pasar dengan ruang yang sempit. Kondisi itu mulai marak terjadi sejak Pemerintah Kota Palembang mencabut status PSBB pada Rabu (17/6/2020).
Pakar mikrobiologi dari RS Pusri Palembang, Yuwono, mengatakan, virus Covid-19 memang tidak mematikan, terutama pada orang yang memiliki daya imunitas tinggi, tetapi mengenai daya tular, virus ini terbukti sangat menular.
”Semakin banyak tingkat interaksi di suatu daerah, semakin besar juga risiko penularan akan terjadi,” katanya. Karena itu, Yuwono mengimbau untuk tetap menjaga jarak.
Semakin banyak tingkat interaksi di suatu daerah, semakin besar juga risiko penularan akan terjadi.
Kepala Seksi Surveilans dan Imunisasi Dinas Kesehatan Sumatera Selatan Yusri mengingatkan, kerumunan membuat orang sangat rentan tertular, apalagi jika orang tersebut tidak mengenakan masker. ”Jangan harap pandemi ini bisa berakhir jika masyarakat tidak menaati protokol kesehatan,” ucapnya.
Pemeriksaan masif
Yusri menuturkan, tingginya kasus positif di Sumsel tidak lepas dari upaya masif dari gugus tugas di setiap kabupaten/kota untuk melakukan pelacakan dan pemeriksaan, terutama pada mereka yang berpotensi tertular.
”Memang yang paling masif adalah gugus tugas di Kota Palembang sehingga sebagian besar kasus positif di Sumsel berasal dari Kota Palembang,” katanya.
Sampai saat ini, lanjut Yusri, pemeriksaan masih berkutat pada mereka yang berinteraksi erat dengan orang yang terjangkit Covid-19 serta di area publik yang ditemukan kasus positif seperti di pasar dan rumah sakit. Pemeriksaan di fasilitas publik lainnya belum dilakukan karena masih mempertimbangkan kemampuan laboratorium reaksi berantai polimerase (PCR) yang tersedia di Sumsel.
Sampai saat ini, kapasitas laboratorium di Sumsel sekitar 800 spesimen per hari. Pemeriksaan di sejumlah fasilitas publik baru akan diterapkan jika kapasitas laboratorium sudah mencapai 1.000 spesimen.
Yusri mengakui bahwa tingkat pemeriksaan di Sumsel, terutama uji usap di Sumsel, belum optimal. Jika mengacu pada aturan Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19, setiap 1 juta orang setidaknya ada 3.500 orang yang harus diperiksa. Sumsel belum memenuhi hal itu.
Dengan jumlah penduduk 8 juta orang, setidaknya ada 28.000 orang yang harus diperiksa. Sampai saat ini, jumlah orang yang diperiksa baru 10.000 orang. ”Jadi, sembari menunggu kapasitas memadai, masyarakat harus tetap menaati protokol kesehatan,” ujar Yusri.