Penolakan Tinggi, Pelacakan Covid-19 Libatkan Polisi dan TNI
Terbatasnya sumber daya manusia dan tingginya penolakan warga mendorong Dinas Kesehatan Sidoarjo libatkan polisi dan tentara untuk meningkatkan rasio pelacakan kontak pasien Covid-19.
Oleh
RUNIK SRI ASTUTI
·4 menit baca
SIDOARJO, KOMPAS — Pelacakan kontak pasien Covid-19 di Sidoarjo akan melibatkan polisi dan tentara. Hal itu karena rasio pelacakan kontak di daerah ini terendah kedua di Jawa Timur. Penyebabnya, jumlah petugas terbatas dan meningkatnya penolakan dari masyarakat.
Kepala Dinas Kesehatan Sidoarjo Syaf Satriawarman mengatakan, saat ini rasio pelacakan kontak pasien Covid-19 di wilayahnya 3,5, artinya dari satu pasien positif, tim hanya mampu menelusuri tiga orang hingga empat orang yang pernah melakukan kontak dekat dengan pasien dalam kurun waktu tiga minggu terakhir.
”Idealnya setiap satu pasien positif, tim mampu menelusuri sebanyak 25 orang yang melakukan kontak dekat. Namun, hal itu terlalu jauh. Harapannya tim mampu menelusuri sampai delapan orang kontak dekat pasien positif Covid-19,” ujar Syaf Satriawarman, Jumat (19/6/2020).
Syaf mengatakan, pihaknya telah menyusun sejumlah langkah strategis untuk meningkatkan rasio pelacakan kontak pasien Covid-19. Berdasarkan hasil identifikasi di lapangan, ada beberapa kendala yang menghambat, salah satunya jumlah sumber daya manusia di Dinas Kesehatan Sidoarjo yang tidak sebanding dengan peningkatan jumlah kasus positif.
Idealnya setiap satu pasien positif, tim mampu menelusuri sebanyak 25 orang yang melakukan kontak dekat. Namun, hal itu terlalu jauh. Harapannya tim mampu menelusuri sampai delapan orang kontak dekat pasien positif Covid-19.
Jumlah SDM yang melakukan pelacakan kontak tetap, sedangkan jumlah pasien terkonfirmasi positif Covid-19 meningkat tajam. Bahkan jumlah orang terkonfirmasi positif Covid-19 di Sidoarjo terbesar kedua di Jatim. Saat ini kasusnya mencapai 1.113 dan terus bertambah setiap hari.
Sebagai gambaran, selama masa transisi normal baru, rata-rata penambahan kasus baru di Sidoarjo mencapai 31-32 orang per hari. Bahkan, pada Kamis (18/6/2020) terdapat penambahan kasus baru sebanyak 56 orang. Penambahan kasus baru ini tergolong tinggi karena menyamai saat masa pembatasan sosial berskala besar (PSBB) periode kedua dan lebih tinggi daripada penambahan kasus saat PSBB periode ketiga.
Selain penambahan kasus yang tinggi dan tenaga Dinkes Sidoarjo yang terbatas, di masa transisi normal baru ini penolakan dari masyarakat yang menjadi sasaran pelacakan kontak dekat pasien Covid-19 juga meningkat. Warga tidak hanya tidak jujur dalam memberikan informasi, mereka bahkan berani menolak ketika didatangi petugas.
Syaf menjelaskan, setiap kasus positif memiliki beberapa orang kontak dekat sebagai suspect yang dikenal sebagai orang tanpa gejala (OTG) dan orang dalam pemantauan (ODP). Di Sidoarjo, jumlah ODP saat ini 1.273 orang. Dengan berupaya meningkatkan rasio pelacakan kontak dekat pasien Covid-19, jumlah ODP dipastikan lebih banyak.
Kecepatan mengidentifikasi OTG dan ODP ini berarti secara langsung mencegah penyebaran. Pelacakan kontak dekat pasien Covid-19 juga merupakan langkah awal sebelum penapisan secara massal baik melalui uji cepat maupun uji usap, untuk memetakan sebaran penyakit secara riil.
Meningkatkan rasio
Wakil Ketua Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Sidoarjo Komisaris Besar Polisi Sumardji mengatakan, untuk meningkatkan rasio pelacakan kontak, Polresta Sidoarjo akan mengerahkan anggotanya membantu petugas dari dinas kesehatan dan puskesmas-puskesmas. Selain itu, TNI Angkatan Darat juga menyiapkan personelnya.
”Hasil evaluasi, penolakan dari masyarakat tinggi. Alasannya, mereka khawatir di uji cepat Covid-19, dan apabila hasilnya reaktif, harus isolasi mandiri selama 14 hari,” kata Sumardji.
Untuk mempercepat dan memperluas jangkauan tim pelacakan kontak ini, Sidoarjo akan dibagi dalam empat wilayah. Setiap wilayah dikerahkan 20 orang yang terbagi dalam tim kecil dengan anggota dua-empat orang. Tim beranggotakan petugas dinkes atau puskesmas, polisi, dan TNI.
Sumardji mengatakan, masyarakat yang menolak akan ditindak tegas terutama di daerah episentrum Covid-19. Menurut dia, sudah tidak ada alasan bagi warga untuk keberatan. Sebab, upaya meningkatkan pelacakan kontak ini dibarengi peningkatan kapasitas pengetesan Covid-19, baik melalui uji cepat maupun uji usap.
”Saat ini mesin uji usap dengan metode PCR bantuan BNPB yang ditempatkan di Gelora Delta sudah beroperasi. Pengujian bisa dilakukan langsung dan hasilnya diketahui dengan cepat sehingga warga tidak perlu menunggu lama,” ucap Sumardji.
Perketat mobilitas warga
Sementara itu, setelah menjadi kluster baru sebaran Covid-19 di Sidoarjo, Desa Ketajen memperketat mobilitas warganya untuk mencegah sebaran penyakit semakin meluas. Akses masuk dan keluar kawasan yang menjadi episentrum yakni di RW 001, diportal dan dijaga ketat oleh linmas.
Kepala Desa Ketajen Samsul Afan mengatakan, warga yang hasil uji cepatnya reaktif juga mulai menjalani uji usap kendati belum semuanya. Uji usap dilakukan di rumah sakit rujukan Covid-19 secara bergiliran. Total ada 24 warga yang reaktif atau hampir 50 persen dari 50 orang yang ikut uji cepat Covid-19.
”Desa juga akan membentuk kampung tangguh untuk meningkatkan kesadaran warga dalam menerapkan pola hidup bersih dan menjalankan protokol kesehatan, mencegah sebaran Covid-19, dan menghapus stikma negatif tentang orang yang terpapar,” ucap Samsul Afan.
Seperti diberitakan sebelumnya, Desa Ketajen ditetapkan sebagai kluster baru penyebaran Covid-19 setelah delapan warganya terkonfirmasi positif berdasarkan hasil uji usap dan 24 orang lainnya dinyatakan reaktif berdasarkan hasil uji cepat. Menurut warga, sampai saat ini ada tiga orang yang meninggal dunia, tetapi belum sempat dilakukan pengetesan.
Pemicunya diduga dari aktivitas bakar ikan dan makan-makan saat malam takbiran yang diadakan oleh warga. Aktivitas itu memicu kerumunan dan mengabaikan protokol kesehatan. Adapun berdasarkan data dinkes, kluster baru penularan Covid-19 di Desa Ketajen ini merupakan kluster ke-13. Sebelumnya ada kluster tahlilan di Desa Waru.