Penyebaran virus korona baru yang menyebabkan Covid-19 di Provinsi Aceh terus meluas. Kasus baru pun bertambah yang diduga dari transmisi lokal.
Oleh
ZULKARNAINI
·2 menit baca
BANDA ACEH, KOMPAS — Penyebaran virus korona baru yang menyebabkan Covid-19 di Provinsi Aceh terus meluas. Seorang warga Kabupaten Aceh Tamiang, SS (27), dilaporkan positif Covid-19 setelah sampel usap tenggorokannya diperiksa di laboratorium. Virus diduga berasal dari transmisi lokal karena SS tidak memiliki riwayat perjalanan luar daerah.
Juru bicara Gugus Tugas Penanganan Covid-19 Aceh, Saifullah Abdulgani, Minggu (21/6/2020), menuturkan, SS yang dilaporkan positif pada Sabtu (20/6/2020) itu tidak menunjukkan gejala apa pun. Pada 12 Juni 2020, tempat SS bekerja menggelar tes cepat (rapid test) massal dan hasil SS adalah reaktif. Tes dilanjutkan dengan uji swab atau usap tenggorokan dan hasilnya positif Covid-19.
”Dia tidak memiliki riwayat perjalanan ke daerah penularan lokal dan luar negeri, serta secara kasat mata tidak menunjukkan gejala telah terinfeksi virus korona,” kata Saifullah.
Tim kesehatan Aceh Tamiang sedang menelusuri orang-orang yang pernah kontak erat dengan SS. Karena tidak punya riwayat perjalanan ke daerah pandemi, SS diduga terpapar virus itu melalui transmisi lokal. Hal ini menandakan virus korona baru telah menyebar di kalangan warga Aceh.
Kasus transmisi lokal sebelumnya terjadi di Aceh Utara dan Lhokseumawe. Dengan terjadinya transmisi lokal, kerja pemerintah setempat semakin berat karena potensi virus menyebar ke warga semakin luas. Hingga Minggu, jumlah kasus Covid-19 di Aceh menjadi 39 orang.
Ketua Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Aceh Safrizal Rahman mengatakan, transmisi lokal terjadi karena warga abai menerapkan protokol kesehatan dan pemerintah tidak tegas. Safrizal khawatir akan terjadi lonjakan kasus pada gelombang kedua. ”Saat daerah lain kasusnya turun, Aceh malah naik,” kata Safrizal.
Safrizal menambahkan, setelah terjadi beberapa transmisi lokal, tidak menutup kemungkinan banyak orang di sekitar telah terpapar virus korona, tetapi tidak menunjukkan gejala. Sebagian besar pasien, lanjutnya, tidak memperlihatkan gejala.
Lonjakan kasus terjadi pada pertengahan Juni 2020. Setelah Lebaran, pemerintah daerah menerapkan normal baru dengan melonggarkan arus masuk ke Aceh dan warga diberikan keleluasaan beraktivitas di luar rumah. Kebijakan itu untuk merangsang aktivitas ekonomi yang mati suri karena pembatasan kegiatan.
Akan tetapi, kebijakan normal baru tidak dibarengi dengan pengetatan protokol kesehatan di ruang publik. Akibatnya, penyebaran virus semakin tidak terbendung.
Ketua Komisi V Dewan Perwakilan Aceh Bidang Kesehatan Falevi Kirani mengatakan, jika pemerintah tidak serius menahan penyebaran virus korona, potensi ledakan kasus akan terjadi. ”Saya khawatir terjadi ledakan dari ’bom waktu’ korona, sementara fasilitas kesehatan kita masih minim,” kata Falevi.