Kebijakan yang tak konsisten dan ketidakdisiplinan warga membuat penyebaran Covid-19 meluas. Kini, penyakit yang disebabkan virus korona baru itu ditemukan di 439 kabupaten/kota di semua provinsi di Indonesia.
Oleh
AHMAD ARIF/Maria Paschalia Judith Justiari/Fabio M. Lopes Costa
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kebijakan yang tak konsisten dan ketidakdisiplinan warga membuat penyebaran Covid-19 meluas. Kini, penyakit yang disebabkan virus korona baru itu ditemukan di 439 kabupaten/kota di semua provinsi di Indonesia dengan kasus dan korban jiwa terus bertambah.
Menurut juru bicara pemerintah untuk penanganan Covid-19, Achmad Yurianto, banyak warga belum menerapkan protokol kesehatan dalam pelaksanaan hari bebas kendaraan bermotor (car free day) di Jakarta, Minggu (21/6/2020). Fenomena ini juga ditemukan di sejumlah bandar udara, khususnya di Bandara Hang Nadim, Batam, Kepulauan Riau.
Yurianto memaparkan, pelaksanaan protokol kesehatan meliputi cuci tangan, menjaga jarak, dan memakai masker menjadi prasyarat mutlak untuk kembali produktif dan aman. Karena itu, warga diharapkan melaksanakan protokol kesehatan sebagai bentuk adaptasi kebiasaan baru.
Namun, para pembicara diskusi yang diadakan Syndicate Forum menilai, situasi saat ini, termasuk sikap warga, tak lepas dari ketidakkonsistenan kebijakan pemerintah. ”Kebijakan tak jelas dan mengandalkan buzzer (pendengung). Rakyat cuek karena tak ada sanksi, selain lelah,” ujar Agus Pambagio, pengamat kebijakan publik.
Ia mencontohkan, kebijakan tak konsisten itu meliputi, antara lain, keterlambatan penutupan penerbangan dari China dan negara lain yang terjangkit wabah Covid-19 demi wisata. Kini, pembatasan sosial berskala besar (PSBB) dilonggarkan di tengah peningkatan kasus. Padahal, situasi berlarut-larut akan menimbulkan tekanan, baik bagi kesehatan maupun ekonomi.
Pengajar pada Fakultas Kesehatan masyarakat Universitas Indonesia, Iwan Ariawan, mengatakan, pengurangan pembatasan tak didasari bukti ilmiah, terutama epidemiologi. ”Seharusnya disampaikan, pelonggaran dilakukan karena alasan ekonomi, bukan karena wabah terkendali. Jadi, saat warga keluar, mereka hati-hati dan taat protokol kesehatan,” tuturnya.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) membuat pedoman sebelum suatu negara mengurangi pembatasan, antara lain selama dua minggu ada indikator virus terkendali. ”Di Jakarta kian terkendali, tetapi pembatasan belum bisa sepenuhnya dilonggarkan. Lalu, di daerah lain seperti apa?” kata Iwan.
Syarat lain, kecukupan tes menurut WHO minimal 1 per 1.000 orang per minggu. ”Kalau kita mengetes banyak orang dan menemukan banyak kasus, berarti berbahaya. Syarat aman ialah tes besar dan tak ada kasus,” kata epidemiolog Universitas Padjadjaran, Panji Fortuna Hadisoemarto.
Terus meluas
Berdasarkan data Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19, kemarin, jumlah kasus Covid-19 di Indonesia 45.891 setelah ada penambahan 862 orang. Kasus meninggal 2.465 orang (bertambah 36 orang) dan pasien sembuh menjadi 18.404 orang setelah bertambah 521 orang.
Penularan Covid-19 meluas, termasuk di pasar tradisional. Menurut Ketua Umum Ikatan Pedagang Pasar Tradisional Abdullah Mansuri, per 20 Juni, 701 pedagang di 129 pasar tradisional positif Covid-19 dan 32 pedagang meninggal. ”Pemerintah belum fokus pada pasar tradisional,” tuturnya.
Dari hasil tes cepat di Pasar Paldam, Distrik Jayapura Utara, Kota Jayapura, Papua, misalnya, 61 pedagang reaktif Covid-19. Mansuri menyatakan, mayoritas pedagang pasar belum difasilitasi tirai plastik atau partisi di lapaknya sebagai pembatas dengan konsumen. Fasilitas cuci tangan belum ditambah.
Kemarin, jumlah kabupaten/kota yang memiliki kasus Covid-19 bertambah sehingga menjadi 439 kabupaten/kota di semua provinsi. Sebarannya ditemukan dari pemeriksaan 18.229 spesimen sehingga total 639.385 spesimen. Jumlah warga diperiksa per hari 8.647 orang. Laporan WHO tentang situasi Indonesia yang dirilis 17 Juni menyebutkan, baru Jakarta yang memenuhi syarat minimal jumlah tes per populasi.
Hal itu didapat dari jumlah tes dan tingkat kepositifan rata-rata dua minggu. Jumlah tes di Jakarta dalam dua minggu 25.771 dengan kepositifan 9,5 persen.
Di Jawa Timur, yang berpenduduk hampir empat kali lipat dari Jakarta dan korban jiwa terbanyak di Indonesia, jumlah tesnya amat kurang. Sesuai dengan data Gugus Tugas Covid-19 Jatim, jumlah korban meninggal dengan status positif 718 orang dari 9.444 orang.
Penambahan kasus di Jatim membesar, apalagi ada pelonggaran pembatasan dan meningkatnya aktivitas warga.
Pasien dalam pengawasan (PDP) yang meninggal 828 orang dan orang dalam pemantauan (ODP) yang meninggal 123 jiwa. Di Surabaya, jumlah kasus kematian Covid-19 mencapai 348 orang dan PDP 3 orang. Namun, data Rumah Sakit Online yang masuk tabulasi Gugus Tugas, jumlah PDP di Surabaya yang meninggal 676 orang hingga Minggu ini, dan 43 ODP meninggal.
Epidemiolog Universitas Airlangga, Surabaya, Windhu Purnomo, khawatir penambahan kasus di Jatim membesar, apalagi ada pelonggaran pembatasan dan meningkatnya aktivitas warga. Padahal, banyaknya korban jiwa menandai layanan rumah sakit yang kewalahan.