Enam orang dari 175 tenaga kesehatan di Jawa Timur yang terjangkit Covid-19 meninggal dunia. Penularan terhadap tenaga kesehatan yang terus berulang menunjukkan bahwa mereka belum mendapat perlindungan memadai.
Oleh
IQBAL BASYARI/ZULKARNAINI/ TATANG MULYANA SINAGA/Ambrosius Harto M
·4 menit baca
SURABAYA, KOMPAS — Enam dari 175 tenaga kesehatan di Jawa Timur yang terjangkit Covid-19 meninggal dunia. Penularan terhadap tenaga kesehatan yang terus berulang menunjukkan bahwa mereka belum mendapat perlindungan memadai.
Tenaga kesehatan, dokter, dan perawat merupakan garda depan sekaligus benteng akhir penanganan Covid-19. Perlindungan terhadap mereka diupayakan dalam bentuk penyediaan alat pelindung diri (APD) dan pelaksanaan tes setiap pekan oleh gugus tugas penanganan Covid-19. Kasus penularan pada tenaga kesehatan di Jatim terus berulang meski sejumlah pihak mengklaim telah memberikan perlindungan maksimal.
Ketua Rumpun Pelacakan, Satuan Tugas Covid-19 Jatim, Kohar Hari Santoso, Minggu (21/6/2020), mengatakan, ada 175 tenaga kesehatan yang terjangkit Covid-19 di Jatim. Tenaga kesehatan terjangkit paling banyak ada di Surabaya, ibu kota Jatim, yakni 45 orang. Enam orang dari 175 jiwa itu meninggal, 51 orang masih dirawat, serta 118 orang berhasil sembuh dan diizinkan kembali menangani pasien.
Kalangan tenaga kesehatan yang terjangkit Covid-19 juga merupakan salah satu dari hampir 80 kluster penularan di Jatim. Kasus pertama tenaga kesehatan yang terpapar bekerja di RSUD dr Soetomo, Surabaya, satu dari tiga rumah sakit rujukan utama pasien Covid-19 di Jatim. Kasus ini diumumkan pada Selasa (17/3/2020).
Sebulan lalu, Rumah Sakit Universitas Airlangga (RSUA) mengumumkan 20 tenaga kesehatannya terjangkit Covid- 19. Manajemen RSUA sempat menghentikan sementara penerimaan rujukan pasien baru Covid-19. Terkini, 22 dokter peserta program pendidikan dokter spesialis (PPDS) Universitas Airlangga di RSUD dr Soetomo harus dirawat akibat positif Covid-19.
Ketua Rumpun Kuratif Satgas Covid-19 sekaligus Direktur Utama RSUD dr Soetomo Joni Wahyuhadi mengakui, ada dokter PPDS yang dirawat. Namun, dia menyanggah pernyataan bahwa tertularnya tenaga kesehatan, termasuk dokter PPDS, di fasilitas kesehatan yang dibiayai oleh Pemprov Jatim itu akibat masalah dalam pendistribusian alat pelindung diri, terutama masker N95, APD, pelindung wajah, kacamata goggle, dan sepatu bot.
Wakil Gubernur Jatim Emil Elestianto Dardak berjanji menelusuri dan mengevaluasi informasi yang berkembang tentang masalah pelik dalam pendistribusian APD bagi tenaga kesehatan di rumah sakit rujukan di Jatim. ”Kami berupaya keras memenuhi kebutuhan APD bagi tenaga kesehatan. Jika ada masalah, kami akan menelusuri,” katanya.
Kepala Dinas Kesehatan Surabaya Febria Rachmanita mengatakan, pihaknya selalu memantau ketersediaan APD bagi tenaga kesehatan di jejaring RS rujukan pasien Covid-19 di Surabaya. Bantuan APD diberikan secara berkala tanpa menunggu permintaan dari manajemen RS. ”Jika ada laporan stok tinggal sedikit, tim akan mengirim tambahan APD. Bisa juga pihak rumah sakit meminta secara langsung,” ujarnya.
Untuk memutus rantai penularan Covid-19 dari dokter-dokter PPDS, tim terpadu di Surabaya mengintensifkan penelusuran orang-orang yang pernah kontak dekat dengan mereka dalam dua pekan terakhir. Pelacakan mencakup seluruh orang di lingkungan kerja, kediaman, serta persinggahan dokter yang terjangkit dan kini masih dalam perawatan itu.
Ketua Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Surabaya Brahmana Askandar mengatakan, tenaga kesehatan amat rentan tertular Covid-19. Mereka bisa tertular dari pasien, pengantar pasien, dan penunggu pasien saat bertugas di rumah sakit. ”Perlindungan terhadap tenaga kesehatan yang utama merupakan tanggung jawab manajemen fasilitas kesehatan tempat mereka bekerja,” katanya.
Menurut Brahmana, para dokter dan perawat yang bertugas menangani pasien tidak mungkin bisa menyaring pasien dengan maksimal. Terlebih saat ini banyak orang positif yang tak menunjukkan gejala sehingga risiko terpapar semakin besar. ”Padahal, alat pelindung diri level tertinggi tidak mungkin digunakan setiap waktu dan setiap saat,” katanya.
Brahmana sangat berharap masalah teknis, yakni distribusi APD kepada tenaga kesehatan, diatasi dengan baik. Jika banyak tenaga kesehatan tumbang akibat Covid-19, sementara situasi wabah di Jatim tak juga mereda, siapa yang akan menangani para pasien. ”Perlindungan terhadap tenaga kesehatan mutlak diutamakan,” ujarnya. Hingga kini, tercatat 9.444 warga di Jatim positif Covid-19. Sejumlah 718 orang di antaranya meninggal (fatalitas 7,6 persen), 5.937 pasien masih dirawat, dan 2.789 orang sembuh.
Meluas
Penyebaran virus korona baru di Aceh terus meluas. Seorang warga Kabupaten Aceh Tamiang, SS (27), yang tidak memiliki riwayat perjalanan ke luar daerah, dilaporkan positif Covid-19. Juru bicara Gugus Tugas Penanganan Covid-19 Aceh, Saifullah Abdulgani, menuturkan, SS yang dilaporkan positif pada Sabtu (20/6) tidak menunjukkan gejala apa pun.
Pada 12 Juni 2020, tempat SS bekerja menggelar tes cepat massal dan hasil SS adalah reaktif. Tes dilanjutkan dengan uji swab dan hasilnya positif Covid-19. ”Dia tidak memiliki riwayat perjalanan ke daerah penularan lokal dan luar negeri serta secara kasatmata tidak menunjukkan gejala telah terinfeksi virus korona,” kata Saifullah.
Tim kesehatan Aceh Tamiang menelusuri orang-orang yang pernah kontak erat dengan SS. Karena tidak punya riwayat perjalanan ke daerah pandemi, SS diduga terpapar virus itu melalui transmisi lokal. Hal ini menandakan virus korona baru telah menyebar di kalangan warga Aceh.
Sementara di Kabupaten Bogor, Pemerintah Provinsi Jawa Barat menggelar tes masif Covid-19, memanfaatkan meningkatnya minat warga yang berwisata ke kawasan Puncak, kemarin. Tes ini untuk mendeteksi dini potensi penularan dari wisatawan.