Desa Wisata Nglanggeran dan Umbul Ponggok Siap Sambut Normal Baru
Umbul Ponggok kehilangan pendapatan Rp 400 juta hingga Rp 600 juta per bulan akibat pandemi Covid-19. Hampir semua desa wisata tutup.
Oleh
HARIS FIRDAUS
·5 menit baca
YOGYAKARTA, KOMPAS — Aktivitas pariwisata di sejumlah desa wisata di Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta terhenti akibat pandemi Covid-19. Kondisi itu berdampak pada perekonomian warga yang selama ini bekerja di sektor wisata. Namun, menyambut rencana penerapan kebijakan normal baru, beberapa desa wisata bersiap beroperasi kembali dengan memenuhi protokol kesehatan.
Salah satu desa wisata yang tengah bersiap menyambut normal baru adalah Desa Nglanggeran, Kecamatan Patuk, Kabupaten Gunung Kidul, DIY. Desa itu dikenal dengan destinasi wisata Gunung Api Purba Nglanggeran serta sejumlah destinasi pendukung, seperti Embung Nglanggeran, Air Terjun Kedung Kandang, serta Griya Cokelat Nglanggeran.
Sekretaris Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) Nglanggeran Sugeng Handoko mengatakan, aktivitas wisata di Nglanggeran dihentikan sementara sejak 23 Maret 2020 karena pandemi Covid-19. Penghentian dilakukan untuk mencegah risiko penularan Covid-19 di wilayah itu.
Setelah penghentian aktivitas wisata, para pegiat wisata di Nglanggeran mengandalkan pendapatan dari sektor lain, misalnya pertanian, perkebunan, dan peternakan. Menurut Sugeng, sebagian besar pegiat wisata di Nglanggeran memang tidak hanya mengandalkan aktivitas pariwisata sebagai sumber pemasukan.
”Sebagian besar tim kami masih menekuni aktivitas pertanian, perkebunan, dan sebagainya. Bahkan, bisa dibilang aktivitas pariwisata adalah tambahan saja,” ujar Sugeng saat dihubungi, Rabu (24/6/2020).
Menurut Sugeng, masa-masa awal pandemi Covid-19 berbarengan dengan waktu panen padi dan jagung di Nglanggeran. Oleh karena itu, meski aktivitas wisata terhenti, warga Nglanggeran masih bisa mendapat penghasilan dari hasil panen.
”Harapannya, aktivitas wisata memang tidak mengubah pekerjaan utama masyarakat Nglanggeran. Jadi, pariwisata hanya menjadi pekerjaan tambahan walaupun kadang pekerjaan tambahan itu lebih besar penghasilannya. Namun, minimal pariwisata tidak menjadi satu-satunya sumber penghasilan,” tutur Sugeng.
Seiring rencana pemerintah menerapkan kebijakan normal baru, pengelola wisata di Nglanggeran juga telah melakukan berbagai persiapan. Hal ini karena Nglanggeran menjadi satu dari 10 destinasi wisata di DIY yang bakal menjadi percontohan penerapan normal baru di bidang wisata.
Salah satu yang dilakukan adalah menyiapkan protokol kesehatan dan prosedur standar operasi (SOP) untuk mencegah penularan Covid-19. SOP itu, antara lain, mencakup beragam aturan yang harus dipatuhi wisatawan dan pengelola wisata saat berada di Nglanggeran.
Salah satu contohnya, para petugas di Nglanggeran wajib menggunakan alat pelindung diri berupa masker, kaus tangan, dan pelindung wajah (face shield) saat menyambut pengunjung. Sementara itu, wisatawan wajib menggunakan masker dan mencuci tangan di tempat-tempat yang sudah disiapkan.
Para wisatawan juga akan diukur suhu tubuhnya dan diminta mengisi data diri untuk memudahkan penelusuran kontak jika terjadi penularan. Untuk mengurangi kontak, wisatawan bisa membeli tiket masuk dengan alat pembayaran nontunai.
Sementara itu, untuk meminimalkan kerumunan, disiapkan pula jalur searah bagi wisatawan yang ingin mendaki ke Gunung Api Purba Nglanggeran. Pokdarwis Nglanggeran bekerja sama dengan tim kesehatan untuk berjaga-jaga apabila ada tamu yang memiliki suhu tubuh tinggi atau sakit.
”Persiapan sudah kami lakukan jauh-jauh hari, termasuk penyiapan sumber daya manusia, agar semua pihak bisa merasa nyaman saat aktivitas pariwisata dibuka kembali,” ungkap Sugeng.
Sugeng menuturkan, pada 24-30 Juni 2020 akan dilakukan uji coba pembukaan obyek wisata Gunung Api Purba Nglanggeran dan Embung Nglanggeran. Selama masa uji coba, jumlah pengunjung akan dibatasi sehingga bus wisata ukuran besar tidak boleh masuk.
Selain itu, jam operasional di destinasi wisata Nglanggeran juga dibatasi, yakni pukul 08.00-18.00. Pada masa normal, destinasi wisata Nglanggeran dibuka 24 jam karena ada wisatawan yang tertarik menginap di lahan perkemahan (camping ground) atau penginapan (homestay).
”Selama masa uji coba, tidak ada aktivitas kamping dan menginap di homestay. Jadi, pembukaan wisata ini memang dilakukan secara bertahap dan perlahan sesuai dengan kesiapan,” ujar Sugeng.
Umbul Ponggok
Dampak pandemi Covid-19 juga terasa di Desa Ponggok, Kecamatan Polanharjo, Kabupaten Klaten, Jawa Tengah. Selama beberapa tahun terakhir, nama Ponggok dikenal luas berkat obyek wisata air Umbul Ponggok. Di desa itu, aktivitas wisata dikelola oleh Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) Tirta Mandiri.
Direktur BUMDes Tirta Mandiri Joko Winarno mengatakan, destinasi wisata di Desa Ponggok tutup sejak 16 Maret 2020. Selain Umbul Ponggok sebagai destinasi utama, di desa itu juga terdapat dua destinasi lain, yakni Umbul Besuki dan Umbul Sigedang. ”Kami memang ada tiga mata air yang jadi lokasi utama, tetapi sekarang tutup semua,” katanya.
Joko menjelaskan, penutupan destinasi wisata itu berdampak pada hilangnya pendapatan dari aktivitas wisata. Padahal, selama ini pendapatan dari aktivitas wisata di Ponggok bisa mencapai Rp 400 juta hingga Rp 600 juta. Pendapatan dari wisata itu berkontribusi sekitar 70 persen pendapatan dari BUMDes Tirta Mandiri yang berasal dari kegiatan pariwisata.
Akibat hilangnya pendapatan itu, sekitar 30 karyawan BUMDes Tirta Mandiri terpaksa dirumahkan sementara. ”Tutupnya aktivitas wisata selama beberapa bulan akibat pandemi ini tentu berdampak secara ekonomi. Efeknya 30 karyawan terpaksa kami rumahkan sementara,” ujar Joko.
Menurut Joko, pengelola wisata di Ponggok telah melakukan berbagai persiapan menyambut kebijakan normal baru. Petugas obyek wisata di Ponggok telah dilatih mengenai protokol kesehatan dan SOP yang diberlakukan untuk mencegah penularan Covid-19. Berbagai fasilitas, seperti tempat cuci tangan, sabun, dan alat pengukur suhu, juga sudah disiapkan.
Selain itu, pengelola wisata di Ponggok juga telah dua kali menggelar uji coba pembukaan kembali obyek wisata tersebut. Ke depan, uji coba akan dilakukan lagi untuk memastikan kesiapan petugas dan fasilitas yang ada.
Oleh karena itu, Joko belum bisa memastikan kapan aktivitas wisata di Desa Ponggok akan dibuka kembali. Apalagi, sampai saat ini belum ada keputusan dari Pemerintah Kabupaten Klaten mengenai pembukaan obyek wisata di wilayah itu. ”Sebelum semuanya siap, kami tidak mau membuka dulu,” ungkapnya.
Data Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi menunjukkan, selama pandemi, 99 persen desa wisata tutup. Total ada 1.671 BUMDes pengelola desa wisata terimbas pandemi, termasuk merumahkan karyawannya.