Perusahaan dan Pemprov Dituntut Transparan Terkait Pekerja Asing di Sultra
Pemeriksaan dokumen dan keahlian para pekerja asal China di Sultra harus dilakukan sebagai bagian verifikasi lapangan. Pemerintah juga dituntut transparan dan mengevaluasi berbagai permasalahan selama ini.
Oleh
SAIFUL RIJAL YUNUS
·4 menit baca
KENDARI, KOMPAS — Pemeriksaan awal terhadap 156 tenaga kerja asing China yang tiba di Sulawesi Tenggara telah dilakukan. Namun, pemeriksaan lanjutan tetap diperlukan untuk mengetahui detail dokumen hingga keahlian pekerja tersebut. Pemerintah juga dituntut transparan dan mengevaluasi berbagai permasalahan selama ini.
Akademisi Fakultas Hukum Universitas Muhamadiyah Kendari, Hariman Satria, Kamis (25/6/2020), menilai, penolakan terhadap kedatangan tenaga kerja asing yang sekarang terjadi hanya puncak gunung es dari semua permasalahan selama ini. Hal itu akibat tidak adanya transparansi dari perusahaan juga pemerintah terkait penggunaan tenaga kerja asing di Sultra.
Pemerintah, tambah Hariman, baik perwakilan pusat maupun Pemprov Sultra, gagal dalam meyakinkan masyarakat terkait manfaat datangnya para pekerja asing itu. Pemerintah malah terkesan jinak dan memberikan ”karpet merah” bagi perusahaan.
Terlebih, di saat pandemi saat ini, pemerintah malah dengan tangan terbuka mendatangkan para pekerja asing.
”Masyarakat yang tidak merasakan manfaat dari datangnya perusahaan skala internasional itu pun kecewa. Terlebih, di saat pandemi ini, pemerintah malah dengan tangan terbuka mendatangkan para pekerja asing,” kata Hariman.
Oleh sebab itu, Hariman menyarankan agar transparansi penggunaan tenaga kerja asing diutamakan. Apa yang terjadi saat ini harusnya menjadi awal bahwa perusahaan dan pemerintah mau terbuka dengan persoalan yang terjadi. Selain itu, juga dilakukan evaluasi menyeluruh, baik itu persoalan pekerja asing dan lokal, pajak yang dibayar dan tidak dilakukan, hingga persoalan lingkungan.
Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Sultra Saemu Alwi menjabarkan, pemeriksaan awal yang telah dilakukan menemukan prosedur dan dokumen para pekerja China ini telah sesuai dengan yang didaftarkan. Pekerja datang dengan visa kerja dengan rentang pengalaman masa kerja bervariasi, dari tiga tahun hingga 20 tahun.
”Tim kami yang memang mempunyai keahlian telah turun ke lokasi karantina para pekerja asing tersebut di perusahaan. Tim mengambil sampel 15 orang untuk diwawancara dan disesuaikan dengan data awal yang kami peroleh dari Kemenaker (Kementerian Tenaga Kerja). Semuanya sesuai,” kata Saemu.
Pemeriksaan yang dilakukan, tutur Saemu, mengambil sampel lima pekerja perempuan dan 10 pekerja laki-laki. Proses pemeriksaan dilakukan dengan teknik wawancara langsung sembari mencocokkan dengan dokumen yang dimiliki.
Para pekerja ini dketahui memiliki berbagai keahlian, dari teknisi mesin smelter, teknisi mesin dan ruangan kontrol, teknisi crane, hingga teknisi perlengkapan bangunan. Dari 156 pekerja yang datang, sebanyak 80 orang bekerja di PT Virtue Dragon Nickel Industry (VDNI) dan 76 orang di PT Obsidian Stainless Steel (OSS).
Dua perusahaan itulah yang mengajukan Rencana Penggunaan Tenaga Kerja (RPTKA) sebanyak total 500 orang dan disetujui oleh Kemenaker pada April lalu. Dua gelombang lagi menyusul datang pada 30 Juni dan 7 Juli. Totalnya, sebanyak 300 orang akan bekerja di PT OSS dan 200 orang di PT VDNI.
Berdasarkan data yang disampaikan ke Kemenaker, pihak perusahaan juga akan menerima total 5.281 tenaga kerja lokal seiring kedatangan pekerja asing ini. Sesuai aturan, mendatangkan pekerja asing memang harus diiringi dengan penerimaan tenaga kerja lokal untuk alih keterampilan dan teknologi.
Penerimaan tenaga kerja lokal merupakan hal wajib yang juga diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 20 Tahun 2018 tentang Penggunaan Tenaga Kerja Asing. ”Terkait tenaga kerja lokal pendamping juga telah disampaikan saat mereka mengajukan RPTKA. Tapi, kami belum menerima data lengkapnya. Itu juga akan diperiksa di kemudian hari. Setelah mereka karantina, kami juga akan periksa dokumen dengan melihat fisik aslinya,” kata Saemu.
Jika memang ada yang ditemukan tidak sesuai, harus dikeluarkan dari perusahaan dan direkomendasikan untuk dideportasi.
Menurut Saemu, pihaknya hanya memeriksa pekerja sesuai aturan ketenagakerjaan. Jika memang ada yang ditemukan tidak sesuai, harus dikeluarkan dari perusahaan dan direkomendasikan untuk dideportasi. Pihaknya juga mengharapkan perusahaan lebih jujur dalam menyampaikan data dan laporan.
Sebanyak 156 pekerja asal China tiba di Sultra pada Selasa (23/6) lalu. Mereka langsung dibawa ke lokasi perusahaan untuk menjalani karantina mandiri. Sebelumnya, pihak perusahaan menyampaikan bahwa hanya ada 152 pekerja dan 4 tenaga medis.
External Affairs Manager PT VDNI dan PT OSS Indrayanto menyampaikan, sebanyak 156 pekerja ini langsung melalui protokol kesehatan dan menjalani karantina. Semua pekerja tersebut dipastikan menjalani karantina selama 14 hari sebelum bekerja.
Terkait dengan visa kerja, Indrayanto menuturkan, perekrutan pekerja ini telah melalui proses yang panjang dan bertahap. Data diri, sertifikasi, dan lainnya telah diajukan ke pihak kementerian sebelum mendapatkan visa. ”Kalau tidak lengkap, izinnya tidak akan keluar. Jadi, apa lagi yang mau dievaluasi?” katanya, Rabu (24/6/2020).
Sementara itu, sejumlah aksi penolakan kedatangan pekerja asing ini terus terjadi sejak Senin hingga Rabu. Para pelaku demonstrasi menganggap pemerintah melukai perasaan masyarakat Sulawesi Tenggara karena tetap mendatangkan pekerja asal China di tengah pandemi Covid-19.
Selain itu, perusahaan yang mendatangkan pekerja asing ini juga berulang kali diketahui memiliki berbagai persoalan terkait pekerja, baik itu tenaga kerja lokal maupun asing. Persoalan sebelumnya terjadi saat 49 tenaga kerja asing asal China datang pada Maret lalu. Para pekerja ini hanya memakai visa kunjungan dan bukan visa kerja. Mereka baru mengurus visa kerja setelah tiba di Kecamatan Morosi, Kabupaten Konawe, lokasi perusahaan tersebut.
”Kalau tenaga ahli, kenapa tidak pakai visa kerja? Dengan tidak memakai visa kerja, ada banyak kerugian negara, dari kompensasi sebesar 100 dollar AS per orang per bulan hingga hilangnya pajak penghasilan,” kata Ketua DPRD Sultra Abdurrahman Saleh.