Program ”Food Estate” Diharapkan Memprioritaskan Masyarakat Lokal
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto serta Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Sofyan Djalil meninjau lokasi proyek ”food estate” di beberapa desa di Kalimantan Tengah.
Oleh
DIONISIUS REYNALDO TRIWIBOWO
·3 menit baca
PALANGKARAYA, KOMPAS — Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto bersama Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Sofyan Djalil meninjau lokasi proyek food estate atau cetak sawah di beberapa desa di Kalimantan Tengah. Di sela-sela kunjungan, Gubernur Kalteng Sugianto Sabran minta masyarakat lokal diutamakan.
Kedua menteri tersebut tiba di Bandar Udara Tjilik Riwut, Kota Palangkaraya, Kalteng, Sabtu (27/6/2020). Hadir pula Wakil Menteri Perdagangan Jerry Sambuaga bersama rombongan. Di Bandara Tjilik Riwut, mereka disambut oleh Gubernur Kalteng Sugianto Sabran beserta unsur pimpinan daerah lainnya.
Terdapat tiga desa yang dituju rombongan menteri tersebut, yakni Desa Gadabung dan Desa Belanti II di Kabupaten Pulang Pisau serta Desa Anjir Sarapat di Kabupaten Kapuas. Ketiga desa tersebut menurut rencana menjadi lokasi program lumbung pangan nasional atau food estate.
Salah satu pembahasan itu untuk meminta agar masyarakat lokal harus berperan aktif dalam program ini. Lalu kami juga akan membahas arah perdagangan nasional ke depan. (Sugianto Sabran)
”Mereka (para menteri) ingin melihat sejauh mana kesiapan daerah serta meninjau langsung lokasi di Kalteng,” ungkap Sugianto.
Sugianto menambahkan, pihaknya akan melakukan berbagai rapat koordinasi dan pembahasan terkait persiapan program tersebut. Salah satunya terkait tenaga kerja.
”Salah satu pembahasan itu untuk meminta agar masyarakat lokal harus berperan aktif dalam program ini. Lalu kami juga akan membahas arah perdagangan nasional ke depan,” kata Sugianto.
Dalam kunjungannya, kedua menteri bersama pejabat daerah juga akan berbincang dengan warga sekitar seputar proyek tersebut. Menurut Sugianto, pihaknya akan berupaya agar tenaga kerja di Kalimantan Tengah menjadi prioritas dalam proyek tersebut.
Bersama Gubernur Kalteng dan pejabat daerah lainnya, kedua menteri langsung menuju lokasi menggunakan helikopter.
Tenaga kerja
Sebelumnya terjadi berbagai penolakan dari lembaga dan komunitas adat di Kalteng terkait pelaksanaan program lumbung pangan yang dibangun di atas lahan gambut bekas proyek pengembangan lahan gambut tahun 1995. Selain karena karakteristik gambut yang sulit diolah, persoalan tenaga kerja dari luar Kalteng pun disorot.
Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi Kalteng Rivianus Syahril Tarigan menjelaskan, hingga saat ini belum ada rencana mendatangkan tenaga kerja dari luar melalui program transmigrasi. Menurut Syahril, pihaknya akan mengutamakan tenaga kerja lokal di Kalteng.
”Kami ingin memaksimalkan dulu petani di Kalteng. Kalau kurang, baru itu (transmigrasi) mungkin dilakukan,” kata Syahril.
Menurut Syahril, pemerintah pusat harus mengambil kebijakan soal transmigrasi dengan mempertimbangkan keputusan daerah. ”Kebijakannya itu daerah yang mengusulkan. Pemerintah pusat tidak bisa menentukan sekian-sekian yang ditransmigrasi,” ujarnya.
Kebutuhan tenaga kerja, lanjut Syahril, akan ditentukan oleh kepala daerah di masing-masing wilayah. Kebutuhan itu kemudian dihitung dengan jumlah tenaga kerja yang ada di Kalteng, khususnya bidang pertanian.
”Prioritas utama tahun ini adalah petani kami dulu. Tahun depan sudah siap petani-petani milenial dari SMK-SMK juga perguruan tinggi di Kalteng,” ungkap Syahril.
Kabupaten Pulang Pisau dan Kapuas menjadi dua wilayah yang sudah siap membangun percetakan sawah dalam proyek food estate. Terdapat 164.598 hektar lahan di dua kabupaten tersebut yang sudah disiapkan, dengan rincian 85.456 hektar lahan intensifikasi atau lahan yang sudah dikelola masyarakat dan 79.142 hektar lahan perluasan baru yang saat ini masih berupa lahan potensial.
Kepala Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Provinsi Kalteng Syamsuddin menjelaskan, pihaknya sedang melakukan verifikasi lahan di lokasi. Menurut dia, kekhawatiran soal karakter gambut yang sulit diolah bisa diatasi.
”Tidak semua lahan di sana itu gambut dalam atau lebih dari 1 meter. Kalau itu, memang sulit diolah jadi sawah, tetapi tanaman hortikultura lain bisa. Kan, proyek ini bukan hanya padi,” ungkap Syamsuddin.