Kasus Pertama di Kepulauan Sitaro, Pemkab Waspada Selagi Persiapkan Normal Baru
Pemkab Sitaro, Sulut, mengimbau warganya untuk lebih waspada mengawasi pelabuhan-pelabuhan yang menjadi pintu masuk sejak pengumuman kasus Covid-19 pertama.
Oleh
KRISTIAN OKA PRASETYADI
·4 menit baca
MANADO, KOMPAS — Pemerintah Kabupaten Kepulauan Siau Tagulandang Biaro (Sitaro), Sulawesi Utara, mengimbau warganya untuk lebih waspada mengawasi pelabuhan-pelabuhan yang menjadi pintu masuk sejak pengumuman kasus Covid-19 pertama yang diderita warganya. Kendati begitu, persiapan implementasi tatanan normal baru disebut tak terganggu.
Kasus pertama di Kepulauan Sitaro diumumkan pada Minggu (28/6/2020). Kendati begitu, Bupati Sitaro Evangelian Sasingen, yang dihubungi, Selasa (30/6/2020), menyatakan, penularan tidak terjadi di wilayahnya, tetapi di Manado. Artinya, Sitaro belum dinyatakan sebagai daerah transmisi lokal.
Pasien dengan nomor register 1.050 di Gugus Tugas Covid-19 Sulut itu adalah wanita 60 tahun. ”Ibu tersebut sudah berada di RSUP (Rumah Sakit Umum Pusat) Prof dr RD Kandou Manado minggu lalu karena menderita gagal ginjal. Diperkirakan, beliau terpapar saat menjalani cuci darah di rumah sakit,” kata Eva.
Lima orang terdekat kasus 1.050 itu telah mengikuti tes cepat (rapid test) dengan hasil nonreaktif. Eva mengatakan, kelimanya diminta mengarantina diri dua pekan di bawah pengawasan pemkab.
Sitaro adalah kabupaten terakhir dari 15 kabupaten/kota di Sulut yang warganya tertular Covid-19. Sebelumnya, Sitaro adalah satu dari dua wilayah di Sulut yang masuk dalam 102 daerah zona hijau untuk dapat memberlakukan tatanan normal baru. Satu daerah Sulut lainnya adalah Bolaang Mongondow Timur (Boltim).
Eva pun meminta masyarakat untuk mewaspadai kemungkinan penularan yang dibawa pelaku perjalanan jalur laut dari Pelabuhan Manado. Untuk sementara, pelayaran Manado-Sitaro hanya dibuka tiga kali sepekan, tak lagi tujuh kali seperti waktu normal sebelum pandemi.
Penumpang yang datang dari Manado pun wajib mengarantina diri. Pemkab Sitaro, yang telah menganggarkan Rp 43 miliar untuk menangani Covid-19, menyediakan empat rumah singgah dengan total kapasitas 130-an orang. Rumah singgah masih akan ditambah karena jumlah penumpang, kata Eva, meningkat sejak Sitaro diumumkan sebagai zona hijau.
Masyarakat harus memperketat pengawasan kalau ada orang yang masuk dari luar daerah.
”Kampung-kampung di Sitaro juga menyediakan rumah singgah masing-masing di balai atau kantor desa. Masyarakat harus memperketat pengawasan kalau ada orang yang masuk dari luar daerah. Pemkab juga sudah meminta warga Sitaro di luar daerah untuk jangan pulang dulu,” katanya.
Pengumuman kasus pertama ini, kata Eva, tidak mengganggu persiapan normal baru. Inti dari persiapan ini adalah pembatasan akses dari Manado ke Sitaro. Manado, yang kini memiliki 720 dari 1.082 kasus di Sulut, disebut Eva sebagai indikator keamanan wilayahnya. ”Selama Manado parah, kami tidak mau gegabah membuka akses,” katanya.
Sementara itu, Boltim yang selama satu bulan lebih hanya mengumumkan satu kasus positif Covid-19 juga ketambahan satu kasus baru, 18 Juni lalu. Kendati begitu, Bupati Boltim Sehan Salim Landjar mengatakan, dua pasien positif tersebut, yaitu kasus 53 dan 749, bukan warga resmi Boltim, melainkan pelaku perjalanan.
Menurut Sehan, kasus 749 telah datang dari Maluku Utara ke Manado untuk dikarantina selama 22 hari sejak 23 Mei dan diambil sampel usap tenggorokannya. Ia telah lima hari berada di Boltim ketika hasil tes usap positif diumumkan.
”Seharusnya tes swab (usap) dipercepat karena pasien ini tidak bergejala dan diperbolehkan lanjut jalan ke Boltim. Pengumuman lambat bikin masyarakat panik. Seharusnya maksimal satu pekan selesai,” katanya.
Selama ini, dua laboratorium di Manado hanya mampu mengecek 100-200 sampel dalam sehari. Hal ini menyebabkan ribuan sampel mengantre dan harus dikirim ke Makassar dan Jakarta.
Terkait persiapan normal baru, Sehan menyatakan, peraturan daerah untuk menunjang kepatuhan protokol kesehatan telah disusun. Ia yakin warga Boltim sudah siap dengan tatanan normal baru. Sejak kasus Covid-19 diumumkan di Sulut, aktivitas ekonomi dan sosial di Boltim tidak pernah benar-benar berhenti.
Sebagai tahap awal normal baru, Pemkab Boltim mendorong warganya untuk memanfaatkan lahan tidur di area rumahnya demi meningkatkan ketahanan pangan. Bibit jagung yang dapat ditanam di lahan seluas 1.000 hektar telah dibagikan kepada masyarakat.
Sehan juga mendukung program Polri membentuk Kampung Tangguh Nusantara, dimulai dari Desa Liberia Timur, Modayag. Bantuan bibit jagung, pala, kelapa, cabai, dan benih ikan air tawar dibagikan kepada masyarakat. Sehan berharap, warga dapat terhindar dari pengaruh pandemi jika dapat memenuhi kebutuhan pangan sendiri.
Pemkab Boltim telah menganggarkan Rp 30 miliar untuk mengatasi Covid-19, tetapi baru Rp 15 miliar yang terpakai. ”Sekitar Rp 9 miliar untuk menyediakan beras premium dan minyak kelapa. Lainnya untuk operasional dan insentif tenaga kesehatan dan petugas di perbatasan kabupaten,” kata Sehan.
Pemprov Sulut juga telah menyiapkan Peraturan Gubernur Nomor 44 Tahun 2020 tentang pelaksanaan tatanan normal baru. Gubernur Olly Dondokambey telah memperbolehkan mal dan tempat ibadah dibuka kembali diiringi penerapan ketat protokol kesehatan.
Juru Bicara Gugus Tugas Covid-19 Sulut dr Steaven Dandel mengatakan, pemerintah akan membuka roda perekonomian setelah meninjau risiko dari paparan gugus tugas provinsi. Ia pun meminta masyarakat untuk tidak kembali beraktivitas seperti sebelum pandemi, tetapi beradaptasi dengan protokol kesehatan, seperti mengenakan masker.
”Secara epidemiologis, kenyataannya, kondisi Covid-19 ini belum mengarah ke situasi sebelum pandemi, justru masih sama dan terus meningkat. Karena itu, kita harus adaptif, menerima, dan mengubah gaya hidup kita,” katanya.
Data Gugus Tugas Covid-19 Sulut, tingkat penggandaan kasus di Sulut adalah 14 hari. Adapun tingkat positif masih 15,1 persen, di atas anjuran kurang dari 5 persen dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).