Pariwisata di Bali Masih Menyepi, Bisnis Oleh-oleh Bali Berupaya Bangkit
Pariwisata sebagai sektor andalan Bali masih belum banyak bergerak di masa pandemi penyakit akibat virus korona baru, berdasarkan laporan Badan Pusat Statistik Provinsi Bali kedatangan wisatawan ke Bali menurun drastis.
Oleh
COKORDA YUDISTIRA M PUTRA
·4 menit baca
DENPASAR, KOMPAS — Pariwisata sebagai sektor andalan Bali belum banyak bergerak di masa pandemi penyakit akibat virus korona baru (Covid-19). Laporan terkini Badan Pusat Statistik Provinsi Bali menyebutkan kedatangan wisatawan ke Bali hingga Mei 2020 sangat minim, bahkan jauh lebih sedikit dibandingkan April lalu. Sementara itu, bisnis oleh-oleh khas Bali berupaya bangkit dan kembali menjalankan usahanya meskipun kunjungan pembeli masih sepi.
Kedatangan wisatawan mancanegara ke Bali periode Mei 2020 tercatat sebanyak 36 kunjungan. Jumlah ini turun sedalam 88,99 persen dibandingkan April 2020 yang sebanyak 327 kunjungan. Berita Resmi Statistik Provinsi Bali periode Juni 2020 tentang situasi pariwisata Bali periode Mei, yang disampaikan Kepala BPS Provinsi Bali Adi Nugroho dalam rilis secara dalam jaringan (daring) pada Rabu (1/7/2020), juga menyebutkan kunjungan wisatawan Indonesia ke Bali juga mengalami penurunan.
Secara kumulatif, pada periode Januari hingga Mei 2020, jumlah kedatangan wisman ke Bali sebanyak 1.050.060 kunjungan. Jumlah itu dinyatakan turun sedalam 54,47 persen dibandingkan periode Januari-Mei 2019 yang sebanyak 2.306.266 kunjungan. Dari laporan BPS Provinsi Bali itu tergambarkan kondisi pariwisata di Bali masih menyepi.
Kondisi itu berimbas pula terhadap bisnis pusat oleh-oleh dan toko camilan khas Bali. Manager Krisna Oleh-Oleh Bali Sunset Road dan Nusa Indah, Bali, Ayu Saraswati mengakui manajemen menghentikan sementara operasional sekitar 32 toko jaringan mereka sejak Maret lalu menyusul merebaknya wabah penyakit Covid-19. ”Kami mengandalkan kunjungan langsung ke outlet, terutama dari wisatawan dalam negeri dan pembeli lokal,” kata Ayu kepada Kompas, Rabu.
Menurut Ayu, mereka juga memanfaatkan penjualan barang secara dalam jaringan (daring) karena adanya permintaan konsumen mereka di luar Bali dan untuk menjaga merek Krisna Oleh-Oleh Bali. “Akan tetapi, pihak owner tetap mengutamakan penjualan melalui toko karena beliau ingin agar roda ekonomi masyarakat di Bali tetap berjalan,” ujar Ayu menambahkan.
Kami mengandalkan kunjungan langsung ke outlet, terutama dari wisatawan dalam negeri dan pembeli lokal (Ayu Saraswati)
Adapun Pemerintah Provinsi Bali berancang-ancang membuka sejumlah sektor terkait pemerintahan dan ekonomi di masa pandemi mulai 9 Juli mendatang. Terkait hal itu, langkah persiapan di sektor pariwisata dijalankan, di antaranya, memastikan semua pemangku kepentingan terkait pariwisata menyiapkan protokol kesehatan dan penerapan protokol kesehatannya tersertifikasi.
Menurut Ayu, manajemen Krisna Oleh-Oleh Bali membuka kembali sejumlah toko mereka mulai 22 Juni lalu. Mereka juga sudah menerapkan protokol kesehatan pencegahan Covid-19, baik terhadap karyawan di toko maupun pengunjung ke toko. Setiap toko sudah disiapkan fasilitas tempat cuci tangan dan semua karyawan diwajibkan memakai penutup mulut dan hidung (masker) dan pelindung wajah (face shield).
Ayu juga mengatakan penjualan langsung di toko masih belum normal, antara lain, karena belum bergeraknya pariwisata di Bali dan Indonesia. ”Kami harus optimistis dan tidak bisa berdiam diri terus. Apalagi pemerintah sudah merencanakan kehidupan normal di tengah pandemi,” kata Ayu.
Masih sepi
Kondisi serupa juga tampak di sejumlah toko oleh-oleh khas Bali, khususnya di seputaran Kota Denpasar. Menurut Yeni, seorang pegawai toko camilan di Jalan Nangka, Kota Denpasar, penjualan aneka camilan khas Bali di toko mereka masih sepi. Belum banyak pembeli yang berbelanja. ”Pemilik usaha juga membatasi produksi karena produk kami adalah makanan jadi,” ujarnya.
Sebelumnya, pengusaha PT Bali Chocolate sekaligus pemilik Pod Bali Chocolate Factory, I Gusti Ayu Agung Inda Trimafo Yudha mengatakan, kunjungan langsung ke pabrik sekaligus toko Pod Chocolate maupun penjualan melalui jaringan toko mitra Pod Chocolate menurun drastis selama pandemi penyakit Covid-19.
”Kondisi itu bisa dimaklumi karena aktivitas wisata juga berhenti,” kata Inda, yang juga Ketua Perhimpunan Usaha Taman Rekreasi Indonesia (PUTRI) Bali, Selasa (30/6).
Inda mengatakan dirinya bersama tim pemasaran Pod Chocolate menggunakan pola penjualan secara daring, termasuk memanfaatkan aplikasi pemasaran online, untuk tetap memasarkan produk cokelat mereka dan tetap menjaga merek Pod Chocolate di konsumen. Pod Chocolate juga memproduksi cairan pembersih tangan (hand sanitizer) yang menggunakan campuran cokelat sehingga stok cokelat juga terpakai.
Inda mengakui penjualan secara daring membantu bisnis tetap bertahan di masa pandemi Covid-19 meskipun pengaruhnya belum sebanyak penjualan secara langsung. ”Kami tidak hanya menjalankan usaha di Pod Chocolate namun juga ada wisata edukasi bagi pengunjung yang datang ke toko,” ujar Inda.
Terkait persiapan di sektor pariwisata, Wakil Gubernur Bali Tjokorda Oka Artha Ardana Sukawati dalam rapat dengan kalangan pariwisata, termasuk dengan asosiasi pariwisata dan jajaran dinas pariwisata di Bali di Denpasar, Senin (29/6).
Wakil Gubernur Bali mengharapkan semua pelaku usaha pariwisata di Bali, misalnya, dari hotel, restoran, transportasi, agen perjalanan wisata, dan daya tarik wisata sudah mengikuti sertifikasi protokol new normal dan masing-masing asosiasi usaha pariwisata itu bertanggung jawab atas anggotanya. (COK)