Kasus Capai 1.016, Uji Usap di Kalteng Masih Minim
Pelacakan kontak erat pasien Covid-19 di Kalimantan Tengah masih rendah. Uji usap baru dilakukan pada 0,17 persen dari populasi akibat dari peralatan uji usap yang minim dimiliki daerah.
Oleh
DIONISIUS REYNALDO TRIWIBOWO
·3 menit baca
PALANGKARAYA, KOMPAS — Uji usap sebagai penentu pelacakan dan penapisan kasus korona di Kalimantan Tengah masih minim. Hingga kini total spesimen yang diperiksa baru 0,17 persen dari populasi penduduk akibat minimnya peralatan uji usap di daerah.
Hingga saat ini sudah 1.016 kasus positif Covid-19 terjadi di 14 kabupaten/kota yang ada di Kalteng sejak pertama kali wabah ditemukan pada 20 Maret 2020 lalu. Pasien yang sembuh mencapai 503 orang.
Ketua Harian Tim Gugus Tugas Penanganan Covid-19 Provinsi Kalimantan Tengah Darliansjah di Palangkaraya, Kalteng, Minggu (5/7/2020), menjelaskan, baru terdapat 4.574 spesimen usap yang diuji atau 0,17 persen dari total populasi, yakni 2,7 juta orang. Pihaknya menargetkan uji usap bisa mencapai 1 persen populasi dalam beberapa bulan ke depan.
Namun, lanjut Darliansjah upaya dan kebijakan yang dilakukan menunjukkan hasil yang cukup baik. Hal itu ia lihat dari angka kesembuhan yang hampir mencapai 50 persen dari jumlah kasus. ”Setiap hari kenaikan orang yang sembuh selalu meningkat. Pelacakan dan penelusuran ini jadi kunci dalam penanganan wabah ini,” ungkap Darliansjah
Di Kalteng, peralatan uji reaksi rantai polimerase atau PCR dan laboratoriumnya baru tersedia di Kota Palangkaraya, Kabupaten Kapuas, dan Kotawaringin Barat. Sebanyak 11 kabupaten lainnya di Kalteng masih mengirimkan spesimen usap ke luar daerah. ”PCR itu persoalannya ada pada daerah. Sebenarnya alat ini masih terjangkau dan daerah harus menyiapkannya, tapi masih ada yang belum,” kata Darliansjah.
PCR itu persoalannya ada pada daerah.
Salah satu daerah yang pemeriksaan spesimennya paling rendah adalah Kabupaten Sukamara dengan jumlah pemeriksaan baru 22 spesimen. Kabupaten ini dua hari lalu merupakan zona hijau dan kembali menjadi zona merah setelah mendapatkan 2 kasus positif.
Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Sukamara Syarif Hidayat menjelaskan, saat ini dua orang yang disebut positif sudah mendapatkan dua kali pemeriksaan dengan hasil negatif atau sembuh, tetapi dalam laporan di provinsi maupun Kementerian Kesehatan masih terlapor sebagai kasus positif.
”Itu laporan saja karena yang paling terbarunya mereka sudah negatif. Kami memang melakukan pengetatan sejak pertama kali mendapatkan informasi bahwa ada salah satu kluster yang masuk ke daerah,” kata Syarif.
Syarif menjelaskann, pada Maret 2020 pihaknya mendapatkan informasi adanya 13 keluarga yang merupakan kluster Gowa dan Temboro. Ke-13 keluarga itu kemudian dikarantina di satu desa. Itu pun atas inisiatif masyarakat bersama warga yang diduga positif.
”Hasilnya memang positif, tetapi tak memiliki gejala semuanya sehat. Satu desa itu kemudian mengarantina. Kami hanya bantu pengawasan. Secara geografis, kabupaten ini memang pelosok jadi akses keluar masuk tidak semudah kota lain,” kata Syarif.
Syarif menjelaskan, pihaknya selama ini mengirim spesimen pasien ke Palangkaraya, Kotawaringin Barat dan Banjar Baru, Kalimantan Selatan. Hal itu dilakukan karena keterbatasan sumber daya manusia. ”Kalau anggaran mampu saja, tetapi itu kan bukan hanya sekadar alat. Harus dibuat laboratorium dan lainnya,” ungkap Syarif.
Namun, pihaknya tetap menjakankan peneriksa cepat. ”Kami tak hanya (melakukan) uji usap, pemeriksaan cepat juga jalan terus,” ujar Syarif. Sampai saat ini, kesadaran warga pada pandemi di Sukamara dinilai terus meningkat. Meskipun aktivitas di luar rumah tetap berjalan warga, kata Syarif, sangat memahami protokol kesehatan.
Anggota DPRD Provinsi Kalteng Komis A Freddy Ering mengungkapkan, pemerintah daerah memiliki kemampuan anggaran yang cukup untuk membeli peralatan. ”Dengan adanya perubahan anggaran, semua daerah atau kabupaten/kota di Kalteng mampu untuk membeli itu," kata Freddy.
Freddy menambahkan, saat ini setidaknya tersedia anggaran Rp 1,4 triliun untuk penanganan Covid-19 dan bantuan sosial untuk masyarakat terdampak. Jumlah itu dinilai sangat cukup untuk mempercepat proses penapisan dan pelacakan wabah.
”Kami akan terus mengawasi jalannya pemakaian anggaran, tak hanya itu, baru-baru ini kita berkoordinasi juga dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK),” ungkap Freddy yang juga Ketua Panitia Khusus DPRD Provinsi Kalteng untuk pengawasan dana Covid-19.