Tiga Kabupaten di Kalbar Dilanda Banjir, Kerusakan DAS Ikut Jadi Pemicu
Sejumlah wilayah di Kalimantan Barat diterjang banjir beberapa hari terakhir. Banjir di antaranya melanda Kabupaten Ketapang, Melawi, dan Sintang. Salah satu penyebabnya adalah degradasi lingkungan DAS Kapuas.
Oleh
EMANUEL EDI SAPUTRA
·5 menit baca
PONTIANAK, KOMPAS — Sejumlah wilayah di Kalimantan Barat diterjang banjir beberapa hari terakhir. Selain Kabupaten Ketapang dan Melawi, banjir juga melanda wilayah Kabupaten Sintang. Kondisi tersebut diduga ikut dipicu degradasi lingkungan yang kian parah dan kritisnya sejumlah daerah aliran sungai.
Sebelumnya, sekitar 2.000 rumah di Kabupaten Melawi terendam banjir dengan ketinggian 1-1,5 meter sejak Kamis (9/7/2020). Sekitar 50 keluarga mengungsi. Banjir setinggi 2 meter juga terjadi di Kecamatan Jelai Hulu, Kabupaten Ketapang, sejak Jumat (10/7/2020) hingga Sabtu (11/7/2020). Banjir di Jelai Hulu terjadi kedua kalinya dalam dua bulan terakhir (Kompas.id, 11/7/2020).
Salah satu wilayah di Kabupaten Sintang yang dilanda banjir parah yakni Kecamatan Kayan Hulu, sekitar 300 kilometer dari Pontianak. Rais Sirajudin (56), warga Nanga Tebidah, ibu kota Kayan Hulu, Minggu (12/7/2020), menuturkan, banjir di wilayah itu sejak Kamis (9/7/2020).
”Hujan lebat membuat sejumlah sungai meluap, antara lain Sungai Tebidah dan Kayan. Di ibu kota kecamatan, diperkirakan 100-200 rumah terendam. Ketinggian banjir diperkirakan 4 meter,” ujarnya.
Bahkan, menurut Rais, 21 rumah warga bergeser dari lokasi semula karena derasnya arus banjir. ”Arus banjir yang deras membawa kayu dari hulu. Kayu tersebut menghantam rumah warga hingga tercabut dan bergeser dari tempat semula,” ujarnya.
Menurut Rais, banjir kali ini adalah yang terbesar di wilayahnya. Warga yang rumahnya terendam ada yang mengungsi ke lapangan sepak bola dengan mendirikan tenda. Banjir juga menggenangi pasar. Selain di Kayan Hulu, banjir juga terjadi di wilayah lain, antara lain Kecamatan Dedai, Ketungau Hulu, dan Ketungau Hilir.
Hampir semua kecamatan dilanda banjir. Kecamatan Kayan Hulu termasuk yang parah. Banjir juga sudah masuk ke Kecamatan Kayan Hilir.
Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Sintang Benhard Saragih menuturkan, hampir semua kecamatan dilanda banjir. Kecamatan Kayan Hulu termasuk yang parah. Banjir juga sudah masuk ke Kecamatan Kayan Hilir.
”Semua rumah di pinggir sungai di wilayah tersebut terendam. Jumlah rumah yang terendam tidak bisa disebutkan satu per satu karena kami tidak tahu berapa jumlah rumah di tepi sungai selama ini,” ujar Benhard.
Namun, kemungkinan ribuan rumah terendam. Sementara itu, menurut Benhard, jumlah rumah yang terendam di Kecamatan Kayan Hilir masih dihitung. ”Kami masih mau rapat gabungan dulu terkait apa yang akan dilakukan,” ujarnya.
Banjir di Melawi akibat luapan Sungai Pinoh dan Melawi. hHingga Minggu, banjir di daerah itu juga belum surut. Debora Meti Taggu (24), warga Melawi, menuturkan, banjir masih setinggi 1,5-2 meter di Nanga Pinoh, ibu kota Kabupaten Melawi. Banjir juga merendam pasar sehingga para penjual terpaksa berjualan di tepi jalan.
Demikian juga banjir di Jelai Hulu, Kabupaten Ketapang, hingga Minggu ini belum juga surut. Anggun (38), warga Jelai Hulu, menuturkan, banjir di kota Riam, ibu kota Jelai Hulu, bahkan bertambah tinggi dari semula 2 meter menjadi sekitar 3 meter akibat meluapnya Sungai Jalai.
Warga yang mengungsi ke lapangan sepak bola masih bertahan. Ada juga warga yang mengungsi ke Markas Kepolisian Sektor setempat. Pada Minggu pagi, di Jelai Hulu hujan turun beberapa saat.
Banjir di kota Riam setidaknya merendam sekitar 100 rumah warga. Diperkirakan, 21 desa di Jelai Hulu terendam banjir. Akses ke sejumlah dusun juga tidak bisa dilintasi.
Tidak ada upaya serius pemangku kebijakan untuk memulihkan kondisi alam yang telah dieksploitasi selama ini.
Degradasi lingkungan
Terkait banjir di sejumlah wilayah di Kalbar ini, aktivis Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Kalbar, Handrikus Adam, menilai, bencana semakin parah karena bentang alam yang selama ini menjadi penyangga lingkungan dieksploitasi. ”Daya dukung lingkungan akhirnya terganggu sehingga memicu banjir,” ujar Adam.
Daerah aliran sungai (DAS) juga tidak luput dari eksploitasi. Di sisi lain tidak ada upaya serius pemangku kebijakan untuk memulihkan kondisi alam yang telah dieksploitasi selama ini. Kebijakan untuk memulihkan lingkungan sangat mendesak untuk dilakukan.
Catatan Kompas, kondisi DAS di Kalbar memprihatinkan. DAS di Kalbar, termasuk Kapuas, sudah kritis. Data dari Balai Pengelolaan DAS dan Hutan Lindung Kapuas, dari sekitar 14 juta hektar luasan DAS di Kalbar, 1 juta hektar sudah kritis.
Namun, Walhi Kalbar punya data berbeda. Data Walhi menyebutkan, DAS Kapuas dan sub-DAS Kapuas saja luasnya sekitar 10 juta hektar. Dari luasan itu, yang terbilang kritis sebetulnya mencapai 70 persen.
Salah satu eksploitasi lingkungan wilayah DAS di Kalbar yakni pertambangan. Pada Juni 2019, Kompas pernah menyusuri beberapa sudut Kapuas di Sintang. Deretan alat untuk menambang emas berjejer di tepi sungai. Alat menambang yang terdiri dari mesin dan pipa penyedot ditempatkan di rumah rakit di tepi sungai.
Di salah satu lokasi, alat menambang emas secara ilegal diletakkan di tengah-tengah Sungai Kapuas. Perahu untuk melintasi jalur itu harus melewati tepian. Ada puluhan alat untuk menambang emas di situ.
Bantaran Sungai Kapuas juga banyak yang longsor akibat pertambangan emas ilegal. Bahkan, bantaran ada yang tergerus 10-20 meter ke arah daratan. Kondisi itu ditemukan di sejumlah lokasi bantaran sungai sepanjang 20 kilometer. Namun, lokasinya terpencar di banyak tempat.
Alat penambang emas, selain berada di sungai, juga terletak di bantaran. Pohon di bantaran Kapuas juga banyak yang tumbang ke sungai. Pohon-pohon itu cepat rapuh karena menjadi tempat mengikatkan tali rakit yang berisi alat menambang emas. Ada pula kayu yang tumbang akibat bantaran sungai yang longsor.
Selain aktivitas pertambangan ilegal, ada pula perkebunan sawit di bantaran Kapuas dengan jarak tanam hanya terpaut beberapa meter dari sungai. Padahal, sesuai ketentuan, mestinya minimal 50-100 meter dari sungai. Pupuk kimia dari kebun sawit berpotensi mengotori habitat sungai.
Adapun Sungai Kapuas sepanjang 1.143 kilometer dengan hulu di Kabupaten Kapuas Hulu, kemudian melintasi Sintang, Sekadau, Sanggau, dan hilirnya di Kota Pontianak.