Sebagian Siswa Jabar Masih Terkendala Saat Belajar Daring
Kendala yang kerap ditemui adalah orangtua siswa tidak mampu membelikan kuota internet khusus untuk pembelajaran anak. Semua anak harus bisa mendapatkan pelayanan belajar dengan segala fasilitas yang tersedia.
Oleh
MELATI MEWANGI, MACHRADIN WAHYUDI RITONGA
·3 menit baca
BANDUNG, KOMPAS — Sebanyak 9,25 persen siswa sekolah dasar hingga menengah pertama di Kota Bandung, Jawa Barat, terkendala sarana penunjang dalam pembelajaran jarak jauh. Untuk mengatasinya, sekolah diminta proaktif memfasilitasi siswa tidak mampu dengan memberikan bantuan.
Kepala Seksi Kurikulum Pembinaan dan Pengembangan Sekolah Menengah Pertama (PPSMP) Dinas Pendidikan Kota Bandung Bambang Ariyanto mengatakan, persentase tersebut didapat dari hitungan survei yang melibatkan 44.000 siswa. Namun, angka yang didapat ini merepresentasikan total siswa sekolah dasar hingga menengah pertama yang mencapai 300.000 anak.
Bambang menjelaskan, kendala yang kerap ditemui adalah orangtua siswa yang tidak mampu membelikan kuota internet khusus untuk pembelajaran anak. Bahkan, tuturnya, sebagian orangtua hanya memiliki satu ponsel dengan spesifikasi yang tidak mendukung pembelajaran jarak jauh (PJJ) sehingga menyulitkan siswa.
”Dari awal PJJ, kami melihat kendala yang ditemui dalam proses belajar mengajar ini adalah keterbatasan akses, terutama alat komunikasi. Tidak semua orangtua dan anak memiliki laptop atau ponsel pintar. Kami juga menemui keluarga yang hanya memiliki satu ponsel dan itu pun digunakan untuk bekerja,” ujarnya.
Hal tersebut berdampak pada proses belajar mengajar siswa hingga akhir tahun ajaran 2019/2020. Bambang mengatakan, pihaknya mengeluarkan modul tertulis kepada para siswa sehingga mereka masih bisa mendapatkan hak dalam akses pendidikan.
”Kondisi ini menjadi evaluasi. Di tahun ajaran baru, kami akan mengimbau sekolah untuk membantu siswa tidak mampu dengan memaksimalkan dana bantuan operasional sekolah (BOS). Alokasi ini diharapkan bisa membantu pemenuhan kuota internet,” ujarnya.
Mudah diakses
Kondisi ini tidak hanya ditemui di Kota Bandung, tetapi juga Kabupaten Purwakarta. Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Purwakarta Purwanto menyampaikan, hasil evaluasi pelaksanaan PJJ selama masa pandemi di Purwakarta, siswa terkendala kepemilikan gawai dan kemampuan membeli paket internet.
Menurut Purwanto, semua anak harus bisa mendapatkan pelayanan belajar yang baik dengan segala fasilitas yang tersedia. Karena itu, seluruh perangkat sekolah, mulai dari kepala sekolah hingga guru, membuat bahan pembelajaran, seperti kumpulan materi, modul, dan penugasan terstruktur yang mudah diakses.
”Saya meminta kepala sekolah berkoordinasi dengan para guru untuk membuat bahan pembelajaran yang mudah diakses. Guru juga berkunjung ke rumah siswa secara berkala,” ujarnya.
Purwanto mengatakan, Kabupaten Purwakarta memiliki 33 unit SD swasta dan 378 unit SD negeri dengan total 99.782 siswa. Sebanyak 36 persen peserta didik jenjang tersebut masih mengikuti pembelajaran luring. Mayoritas yang terkendala adalah siswa dari SD negeri. Sementara yang bersekolah di SD swasta hanya 5 persen atau 451 siswa yang belum terhubung daring.
Total SMP di Purwakarta ada 107 unit, 78 unit di antaranya SMP negeri dan 29 unit adalah SMP swasta. Jumlah siswa yang terhubung secara daring sekitar 76 persen atau 29.767 siswa dari total seluruhnya 39.332 siswa. Sama seperti jenjang SD, persentase siswa dari SMP swasta yang terhubung daring juga lebih tinggi dibandingkan sekolah negeri.
Mayoritas siswa yang terkendala tinggal di Kecamatan Sukasari, Maniis, dan Darangdan. Ketiga kecamatan ini berjarak lebih dari 35 kilometer dari pusat Kabupaten Purwakarta. Mereka berbatasan langsung dengan kabupaten atau kota lain di Jawa Barat.
Para siswa memanfaatkan berbagai media PJJ, antara lain siaran edukasi di TVRI, aplikasi tutor daring, dan laman sekolah. Aplikasi yang digunakan adalah Whatsapp, Google Classroom, Google Form, dan Zoom Cloud Meeting.