Bawa 4 Kilogram Sabu, Tiga Kurir Narkoba Jaringan Malaysia Ditangkap
Badan Narkotika Nasional (BNN) Sumatera Selatan mengungkap dua jaringan narkoba asal Malaysia yang memasarkan produknya di Palembang dan Kabupaten Penukal Abab Lematang Ilir, Sumatera Selatan.
Oleh
RHAMA PURNA JATI
·3 menit baca
PALEMBANG, KOMPAS — Badan Narkotika Nasional Sumatera Selatan mengungkap dua jaringan narkoba asal Malaysia yang memasarkan produknya di Palembang dan Kabupaten Penukal Abab Lematang Ilir, Sumatera Selatan. Empat kilogram sabu dan 7.000 butir ekstasi disita sebagai barang bukti.
Kepala Badan Narkotika Nasional (BNN) Sumsel Brigadir Jenderal (Pol) John Turman Panjaitan, Senin (20/7/2020), mengatakan, tiga kurir narkoba dari dua jaringan narkoba yang berbeda ditangkap pada Kamis dan Jumat, 17-18 Juli 2020. Ketiga tersangka adalah MN, JD, dan IR.
MN merupakan kurir jaringan narkoba yang mengantarkan barang dari Malaysia berlanjut ke Batam, Tembilahan Provinsi Riau, Jambi, dan rencananya akan dipasarkan di kawasan Tangga Buntung, Palembang, Sumatera Selatan. MN ditangkap di sebuah rumah makan yang ada di Betung, Kabupaten Banyuasin.
Proses penangkapan dilakukan dengan menggeledah tiga bus. Di bus terakhir, MN ditemukan membawa 4 kilogram sabu dan 7.000 butir ekstasi. Untuk mengelabui petugas, 4 kilogram sabu tersebut dipaketkan dengan bungkus susu produksi Malaysia.
Adapun JD dan IR juga membawa sabu seberat 600 gram yang didatangkan dari Malaysia melalui Aceh dan rencananya akan dipasarkan ke Kabupaten Penukal Abab Lematang Ilir. Mereka membawa narkoba menggunakan truk.
Petugas BNN pun sempat kesulitan mendapatkan barang bukti karena sabu seberat 600 gram diselipkan di saringan udara. ”Beruntung, kami menemukan barang tersebut sehingga keduanya langsung kami ringkus,” ungkap Turman.
Atas perbuatannya, ketiga pelaku terancam Pasal 114 dan 112 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, dengan ancaman hukuman maksimal penjara seumur hidup dan hukuman mati.
Kamis (16/7/2020), Pengadilan Negeri Kelas 1A Palembang menjatuhkan vonis hukuman mati kepada dua kurir yang membawa 49 kilogram narkoba jenis sabu dan ekstasi. ”Kami menghargai keputusan majelis hakim. Kami berharap hukuman ini bisa memberikan efek jera bagi pelaku dan calon pelaku untuk tidak lagi menyelundupkan narkoba,” ucap Turman.
Kepala Bidang Pemberantasan BNN Sumatera Selatan Komisaris Besar Habi Kusno mengakui, sampai saat ini sebagian besar yang ditangkap memang baru sebatas kurir. Namun, jika terus berkembang, tidak tertutup kemungkinan para kurir tersebut akan menjadi bandar.
Ada beberapa kendala yang dihadapi ketika ingin menangkap jaringan narkoba lantaran sistem penyaluran yang dilakukan sangat rumit. ”Antara pembeli dan penjual tidak saling mengenal,” ucapnya.
Antara pembeli dan penjual tidak saling mengenal.
Sebenarnya, ujar Habi, dalam kasus ini petugas hendak menangkap penerima narkoba yang ada di kawasan Tangga Buntung, Palembang. Namun, kemungkinan si penerima barang sudah tahu bahwa kurir yang mengantarkan narkoba telah ditangkap. ”Sampai saat ini mereka masih dalam pengejaran,” ucap Habi.
Hal inilah yang dikeluhkan Eka Sumanteri, penasihat hukum yang mendampingi dua kurir narkoba asal Riau yang dihukum mati. Menurut dia, pengungkapan kasus narkoba yang selama ini terjadi hanya selesai pada kurirnya, sementara bandar narkoba masih berkeliaran.
Hal ini, menurut Eka, tentu sangat tidak adil lantaran kurir hanya disuruh mengantarkan barang dan diupah seadanya. Seperti dua kliennya yang hanya mendapatkan upah Rp 10 juta per orang dan sampai sekarang upah tersebut belum mereka rasakan. ”Sepanjang bandar narkoba belum ditangkap, kasus narkoba tidak akan pernah berhenti,” ucapnya.
Turman melanjutkan, masih tingginya peredaran narkoba di Sumatera Selatan tidak lain karena masih tingginya permintaan pasar. Di Sumsel ada sekitar 342.000 pengguna narkoba. ”Merekalah yang terus kami bina agar jumlah permintaan berkurang,” katanya.
Hanya saja, mereka yang sadar untuk tidak lagi menggunakan narkoba masih sedikit. Dari awal tahun hingga kini, jumlah orang yang secara sadar ingin melakukan rehabilitasi hanya 300 orang. Kesempatan bagi pencandu untuk sembuh bisa mencapai 90 persen, sedangkan sisanya mungkin saja bisa kembali, tergantung pengaruh lingkungan sekitar.