Cegah Penyebaran Covid-19, Pesantren di Purwakarta Perketat Kunjungan
Untuk meminimalkan risiko penularan, sejumlah pesantren di Kabupaten Purwakarta, Jawa Barat, tidak menerima kunjungan tamu atau wali. Upaya penerapan protokol kesehatan terus dilakukan.
Oleh
MELATI MEWANGI
·3 menit baca
PURWAKARTA, KOMPAS — Untuk meminimalkan risiko penularan, sejumlah pesantren di Kabupaten Purwakarta, Jawa Barat, tidak menerima kunjungan tamu atau wali. Upaya penerapan protokol kesehatan terus dilakukan, mulai dari penggunaan pelindung wajah hingga pengurangan kapasitas asrama.
Memasuki adaptasi kebiasaan baru, berbagai tradisi di pesantren melalui penyesuaian. Tradisi bersalaman dan mencium tangan guru atau dewan kiai yang biasa dilakukan para santri untuk sementara tidak boleh dilakukan. ”Jangan dulu bersalaman dengan dewan”. Imbauan ini ditempel di tiang tembok kawasan Pondok Pesantren Al-Hikamussalafiyah Cipulus, Kecamatan Wanayasa, Purwakarta, Kamis (23/7/2020) sore.
Pengasuh Pondok Pesantren Al-Hikamussalafiyah Cipulus, Muhamad Mahmud, mengatakan, pihaknya sudah memasang sekitar 150 wastafel yang tersebar di berbagai sudut pesantren seluas 15 hektar ini. Hal ini untuk memudahkan para santri agar tetap menjaga kebersihan tangan di kawasan pesantren.
Kegiatan pengajian hanya boleh dihadiri dihadiri 50 persen atau 20 anak dari kondisi normal. Pesantren dibuka sejak 14 Juni 2020. Tidak semua santri diizinkan masuk ke pesantren, hanya mereka yang berasal dari daerah atau zona aman yang diperbolehkan.
Santri hanya boleh diantar maksimal dua anggota keluarga, tidak seperti biasanya boleh membawa rombongan. Setelah di dalam asrama, mereka dilarang untuk keluar kawasan tanpa ada keperluan khusus. ”Kami berupaya meminimalkan pergerakan orang dari luar yang masuk ke dalam. Tidak boleh ada tamu dari luar, bahkan orangtua santri sekalipun. Kami harus tegas demi menjaga kesehatan para santri,” kata Mahmud.
Saat ini ada sekitar 60 persen dari total 5.600 orang yang berada di pesantren. Mayoritas berasal dari daerah Jabar. Setiap seminggu sekali penyemprotan disinfektan dilakukan di kamar-kamar santri.
Kami berupaya untuk meminimalkan pergerakan orang dari luar yang masuk ke dalam. Tidak boleh ada tamu dari luar, bahkan orangtua santri sekalipun. Kami harus tegas demi menjaga kesehatan para santri.
Langkah serupa diterapkan di Pondok Pesantren Minnatul Huda, Kecamatan Plered, Purwakarta. Kedua pesantren ini berjarak lebih dari 15 kilometer dari pusat Kabupaten Purwakarta. Mereka membatasi diri tidak menerima tamu dari luar kota.
”Sebelum ada pandemi, orangtua santri berkunjung ke pesantren sebulan sekali. Untuk sementara, mereka tidak boleh berkunjung dulu,” ujar Nizar Maulana Malik, Pengasuh Pondok Pesantren Minnatul Huda.
Kedatangan santri diatur secara bertahap dan terjadwal. Sebelum mengikuti kegiatan pesantren, mereka diwajibkan karantina terlebih dahulu selama dua minggu. Cara ini untuk menjaga keamanan antarsantri dan pengurus pesantren agar dalam keadaan sehat semua.
Dari total 570 santri, 70 persen di antaranya berasal dari Jabar. Kapasitas kamar pun dikurangi menjadi 50 persen dari normal. Bahkan, pihaknya sampai mengubah kelas menjadi kamar. Para santri juga wajib untuk menggunakan pelindung wajah (face shield) dan masker di kawasan pesantren. Proses adaptasi ini membutuhkan waktu dan proses agar semakin terbiasa.
Kendala yang dihadapi sebagian besar pesantren dan sekolah asrama adalah disiplin menjaga jarak fisik. Bukan hal mudah untuk menerapkannya. ”Poin pentingnya adalah memastikan santri sehat dan menerapkan polah hidup sehat,” ujar Nizar.
Kemunculan kasus positif Covid-19 yang terjadi di sekolah asrama dan pesantren di beberapa daerah di Indonesia memberikan pelajaran agar para pengelola tetap waspada. Risiko penularan cepat sehingga menjadi kluster baru mungkin terjadi karena mereka tinggal bersama.
Dihubungi terpisah, Sekretaris Daerah Kabupaten Purwakarta Iyus Permana menyampaikan, jumlah pondok pesantren yang ada di Purwakarta sekitar 300 unit. Pihaknya membuka kesempatan pengajuan tes usap tenggorokan kepada pondok pesantren yang memerlukan. Beberapa pesantren juga telah melakukan tes usap dan hasilnya negatif.
”Tidak ada target (jumlah pengetesan) untuk pesantren. Setiap ada pesantren yang mengajukan akan direspons,” ujar Iyus.
Kasus Covid-19 di Purwakarta mencapai 46 orang, sebanyak 40 orang di antaranya sembuh dan 5 orang masih dirawat. Hingga akhir Desember 2020, pemeriksaan tes usap tenggorokan ditargetkan mencapai 9.500 orang atau sekitar 1 persen dari jumlah penduduk Purwakarta. Saat ini, baru 2.416 orang yang diperiksa.