Pelanggar Protokol Kesehatan di Jawa Barat Bisa Didenda hingga Rp 500.000
Pemerintah Provinsi Jawa Barat memberlakukan sanksi administratif bagi pelanggar protokol kesehatan dalam mencegah penyebaran Covid-19. Sanksinya bervariasi, dari teguran hingga denda Rp 100.000-Rp 500.000.
Oleh
TATANG MULYANA SINAGA
·4 menit baca
BANDUNG, KOMPAS — Pemerintah Provinsi Jawa Barat memberlakukan sanksi administratif bagi pelanggar protokol kesehatan guna mencegah penyebaran Covid-19. Sanksinya bervariasi, di antaranya berupa teguran, kerja sosial, penghentian kegiatan, pencabutan izin usaha, dan denda Rp 100.000-Rp 500.000.
Penerapan sanksi itu diatur dalam Peraturan Gubernur Jabar Nomor 60 Tahun 2020 tentang Pengenaan Sanksi Administratif Terhadap Pelanggaran Tertib Kesehatan dalam Pelaksanaan Pembatasan Sosial Berskala Besar dan Adaptasi Kebiasaan Baru dalam Penanggulangan Covid-19. Sanksi berlaku bagi perorangan serta pemilik, pengelola, dan penanggung jawab kegiatan atau usaha yang melanggar protokol kesehatan. Peraturan ini ditetapkan Senin (27/7/2020).
”Tidak langsung didenda. Tujuh hari ini akan dilakukan dulu sanksi sosial yang simpatik,” ujar Gubernur Jabar Ridwan Kamil, di Kota Bandung, Selasa (28/7/2020).
Sanksi sosial tersebut berupa teguran yang dilakukan satpol PP dengan dukungan TNI dan Polri. Selain menegur, petugas juga akan memberikan masker kepada warga yang tidak memakainya di tempat umum.
”Maskernya kami siapkan. Sebelumnya, 6 juta masker sudah didistribusikan kepada warga yang bersumber dari APBD (Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah),” ucapnya.
Jenis pelanggaran bagi perorangan di antaranya tidak menggunakan masker secara benar di ruang publik, tidak menjaga jarak minimal 1 meter, dan tidak mencuci tangan dengan sabun atau pencuci tangan berbasis alkohol. Selain itu juga tidak memenuhi pembatasan mengangkut penumpang setengah dari kapasitas kendaraan serta tidak melaksanakan perilaku hidup bersih dan sehat.
Sanksi berlaku bagi perorangan serta pemilik, pengelola, dan penanggung jawab kegiatan atau usaha yang melanggar protokol kesehatan.
Sementara bagi pemilik, pengelola, dan penanggung jawab kegiatan atau usaha, jenis pelanggaran di antaranya tidak menyediakan sarana mencuci tangan, mengizinkan masuk orang tanpa menggunakan masker, dan tidak menyediakan alat pengukur suhu tubuh.
Bentuk pelanggaran lain berupa tidak mewajibkan pegawai menggunakan masker, melaksanakan kegiatan yang menyebabkan kerumunan, dan melakukan kegiatan keagamaan di rumah atau tempat ibadah tanpa melaksanakan protokol kesehatan pencegahan Covid-19.
Penerapan sanksi dilakukan secara bertahap. Sanksi ringan berupa teguran lisan dan tertulis. Sanksi sedang terdiri dari kerja sosial, jaminan kartu identitas, dan pengumuman pelanggaran secara terbuka. Sementara sanksi berat di antaranya berbentuk denda, penghentian kegiatan, dan pembekuan hingga pencabuan izin usaha.
Dalam Pasal 7 Ayat 4 Peraturan Gubernur (Pergub) Jabar Nomor 60 Tahun 2020 disebutkan, rentang waktu penerapan sanksi administratif berat paling lama 14 hari sejak diterapkan sanksi. Pada Ayat 5 dijelaskan penerapan sanksi berat tersebut diberikan setelah melakukan tiga kali pelanggaran.
Kamil menuturkan, uang denda itu akan dimasukkan ke kas daerah. Namun, ia menegaskan, tujuan sanksi denda bukan untuk mendapatkan uang, melainkan mendisiplinkan warga dalam menjalankan protokol kesehatan.
”Kami tidak senang mendenda. Ini hanya sekadar instrumen. Proses edukasi tetap jalan. Tetapi, kalau ada yang niatnya memang tidak mau disiplin, kami akan berikan sanksi,” ujarnya.
Kepala Biro Hukum dan Hak Asasi Manusia Jabar Eni Rohyani mengatakan, regulasi itu ditetapkan berdasarkan Undang-Undang (UU) Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan dan UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.
Penetapan regulasi juga berlandaskan Peraturan Daerah (Perda) Nomor 13 Tahun 2018 tentang Penyelenggaraan Ketenteraman, Ketertiban Umum, dan Perlindungan Masyarakat. Menurut dia, UU No 30/2014 memungkinkan penerapan sanksi administrasi oleh kepala daerah yang dilakukan untuk menegakkan tertib penyelenggaraan pemerintahan.
”Pasal 13 Perda Nomor 13 Tahun 2018 tersebut mengatur tentang sanksi administrasi yang diterapkan dalam pelanggaran tertib kesehatan. Di situ sudah ada pengaturannya. Karena perda sudah ada, jadi pergub sudah kuat,” imbuhnya.
Eni mengatakan, sanksi yang tercantum dalam regulasi merupakan sanksi administratif. Hal tersebut berbeda dengan denda pidana yang diterapkan atas pelanggaran ketentuan pidana. Sanksi administratif diterapkan secara bertahap, yakni sanksi ringan, sedang, dan berat.
”Teknis ada yang oleh provinsi, ada yang oleh kabupaten/kota. Jadi, kabupaten/kota bisa menerapkan ini bersama-sama dengan provinsi. Atau, provinsi sendiri melakukan dengan melibatkan satpol PP, gugus tugas, dan perangkat daerah terkait yang menegakkan aturan,” katanya.
Penerapan sanksi diharapkan membuat warga patuh menerapkan protokol kesehatan. Sebab, di beberapa ruang publik di Kota Bandung, seperti kafe, pusat perbelanjaan, dan taman, masih ditemukan warga tanpa memakai masker dan tidak menjaga jarak.
Berdasarkan data Pusat Informasi dan Koordinasi Covid-19 Jabar yang diperbarui Selasa pukul 17.00, kasus positif di provinsi itu berjumlah 6.218 orang. Sebanyak 3.567 orang sembuh dan 206 orang meninggal.
Pengamat pemerintahan dan kebijakan publik Universitas Padjadjaran, Muradi, menilai ,sanksi diperlukan untuk menegakkan aturan. Tujuannya agar warga disiplin menjalankan protokol kesehatan.
Menurut Muradi, salah satu faktor yang membuat orang mengabaikan protokol kesehatan karena melihat orang lain juga melakukannya. ”Rujukannya adalah kelas sosial di atasnya. Publik perlu mendapatkan contoh dari elite dan kelas menengah,” ujarnya.
Muradi mengatakan, aparatur sipil negara dapat menjadi contoh bagi warga dalam menerapkan protokol kesehatan. ”Pergub ini perlu dilihat efektivitasnya dalam menimbulkan efek jera bagi pelanggar protokol kesehatan,” ujarnya.